Minggu, 09 Juli 2017

REDESAIN PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA BERBASIS INTEGRASI SAINS DAN TEKNOLOGI

REDESAIN PENDIDIKAN ISLAM  INDONESIA 
BERBASIS INTEGRASI SAINS DAN TEKNOLOGI

Abstrak
Dengan kuantitas jumlah lembaga Pendidikan Islam di Indonesia yang begitu besar menjadikan Pendidikan Islam sebagai salah satu penopang utama kemajuan pendidikan bangsa Indonesia. Akan tetapi besarnya kuantitas Pendidikan Islam belum dibarengi dengan meningkatnya kualitas pendidikannya. Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah sebagai lembaga pendidikan formal yang diakui dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah memiliki peran fital dalam mendidik generasi bangsa agar memiliki sikap dan nilai religious, memiliki kecakapan intelektual serta berketerampilan demi kemajuan peradaban bangsa agaknya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini bisa dipahami karena masih banyak lembaga pendidikan Islam yang masih memiliki paradigma dikotomi ilmu, mereka menganggap fardu ain belajar ilmu agama semata dengan menafikkan perkembangan sains dan teknologi. Meskipun demikian,dewasa ini sudah banyak lembaga pendidikan Islam yang mulai mengubah paradigma berfikir dikotomis menjadi paradigma berfikir integratif. Ini merupakan langkah awal menuju kemajuan umat dan bangsa, yang tentunya membutuhkan pengawalan dari para akademisi dan praktisi pendidikan serta peran pemerintah dalam memberikan fasilitas dan sarana prasarana yang memadai dalam mengimplementasikan pendidikan Islam integratif. Pendidikan Islam integratif disini dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan sains dan teknologi pada setiap komponen pendidikan sehingga terjadi kesinambungan dan keterkaitan yang pada akhirnya menjadikan simbiosis mutualisme sehingga mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya demi kemajuan pendidikan Islam di Indonesia serta mengembalikan kejayaan umat Islam di ranah internasional.
Kata kunci :  Pendidikan Islam, Integrasi Ilmu, Sains, Teknologi
A.      Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin majunya peradaban, maka semakin berkembang pula ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi di segala bidang kehidupan. Inilah yang sering membuat masyarakat modern dewasa ini lebih cenderung menyukai dan mempelajari ilmu pengetahuan umum (sains) dan teknologi dari pada ilmu agama karena mereka memiliki kecenderungan rasionalistis, realistis, ilmiah dan bersifat materialistis. Begitu juga sebaliknya, dewasa ini masih banyak umat Islam yang enggan mempelajari dan mengembangkan sains serta mengaplikasikan teknologi karena masih memiliki paradigma klasik dengan beranggapan sains dan teknologi modern dapat merusak aqidah, dan akhlak umat Islam serta banyak yang tidak sesuai syariat Islam. Ada juga yang beranggapan mempelajari sains dan teknologi tidak berpahala dan tidak ada manfaatnya kelak diakhirat. Sehingga bidang keilmuan umat Islam  untuk menciptakan peradaban Islam yang kompetitif tertinggal jauh dengan umat lain.
Pemahaman umat Islam inilah yang perlu diluruskan. Sejatinya Islam tidak pernah melarang adanya perkembangan ilmu pengetahuan umum (sains) dan tidak pula beranggapan haram mempelajarinya, bahkan Islam menganjurkan umatnya untuk memikirkan dan mempelajari segala sesuatu fenomena yang ada di alam semesta ini dengan pembuktian kebenaran secara ilmiah apa yang telah tertuang didalam al-Qur’an. Sehingga menjadikan umat Islam cerdas pemikirannya, tinggi peradabannya dan kuat keimanannya. Begitu pula ketika masyarakat Islam di dunia modern dewasa ini dalam mempelajari sains dan mengaplikasikan teknologi perlu juga di bekali dengan pengetahuan agama yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis supaya mereka tidak terlalu condong kepada sifat materialistis keduniawian serta memiliki filter alami berupa kepekaan batin terhadap situasi disekitarnya. Dalam hal ini peran dunia pendidikan sangat penting dalam merubah paradigma masyarakat Islam menuju masyarakat Islam yang religious scientific untuk mendapatkan kembali kejayaan Islam masa lampau.
Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam  (mencapai lebih dari 85%)[1] memiliki sistem pendidikan khas berupa madrasah, yang dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Madrasah-madrasah tersebut berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Menurut data statistik Kemenag tahun 2014/2015 jumlah Madrasah Ibtidaiyah baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia sebanyak 24.353, dengan jumlah guru sebanyak 278.811 dan jumlah siswanya sebanyak 3.463.028. Untuk jumlah Madrasah Tsanawiyah baik negeri maupun swasta sebanyak 16.741, dengan jumlah guru sebanyak 299.360, dan jumlah siswa sebanyak 3.158.689. Sedangkan jumlah Madrasah Aliyah negeri maupun swasta seluruh Indonesia sebanyak 7.582 dengan jumlah guru sebanyak 148.019 dan 1.208.616 siswa.[2] Dengan jumlah sebesar itu Madrasah menjadi penopang dan masa depan bangsa Indonesia.
 Namun, Madrasah selama ini dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat modern. Hal ini dikarenakan minimnya kontribusi keilmuan dan kualitas SDM yang direkrut dan dihasilkan oleh Madrasah. Secara umum pandangan negatif masyarakat terhadap Madrasah terletak pada persepsi bahwa Madrasah hanya terfokus pada pendidikan keilmuan agama dengan proses pendidikan masih sangat klasikal dan seadanya, sehingga lulusan dari Madrasah sulit bersaing di dunia global khususnya dalam hal akademik (keilmuan), keterampilan dan kompetisinya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Oleh karena itu sudah saatnya kita mengarahkan dan memfokuskan pendidikan Islam dari mengejar produktifitas kuantitas kepada meningkatkan produktifitas kualitasnya.
Dari permaslahan diatas penulis ingin mengupas tentang konsep pendidikan Islam yang berbasis pada integrasi sains dan teknologi yang mampu dijadikan acuan dalam mendesain ulang model pendidikan Islam di Indonesia khususnya Madrasah untuk meningkatkan daya saing umat Islam serta mengarahkan pendidikan Islam yang berkuantitas kepada pendidikan Islam yang berkualitas.

B.       Pembahasan
1.    Konsep Pendidikan Islam
Dalam undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I dijelaskan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[3] Kemudian secara yuridis, di dalam rumusan muqaddimah UUD 1945, Pasal 31 UUD 1945, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 dinyatakan dengan tegas bahwa pelaksanaan pendidikan berorientasi pada tujuan pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Sedangkan dalam ranah Islam, pendidikan diartikan sebagai suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia sebagai hamba Allah dan kholifah di muka bumi, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Pendidikan Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam harus dapat menanamkan dan membentuk sikap hidup manusia yang dijiwai oleh nilai tersebut, juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan yang sejalan dengan nilai Islam dengan ruang lingkup kependidikan Islam yang mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia.[4]
Dari pembahasan tersebut dapat dipahami bahwa konsep pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini sejatinya diarahkan kepada proses mendidik akal, hati, sikap secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang religious saintific agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadis sebagai pondasi/landasan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku untuk mempersiapkan dan menjadikan peserta didik sebagai manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki tanggung jawab sebagai hamba Allah dan kholifah di muka bumi.

2.    Komponen Pendidikan Islam
Dalam merespon hakekat dan tujuan pendidikan, pendidikan dibekali oleh beberapa komponen penting yang mempengaruhi keberlangsungan, keberhasilan dan kualitas suatu pendidikan, antara lain:
a.  Pendidik, hampir semua faktor pendidikan operasionalnya tergantung ditangan pendidik seperti, metode, bahan pelajaran, dan alat pendidikan. Ditangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna, metode penyajian menjadi hidup dan menarik, alat pendidikan akan lebih bermanfaat.[5]
b. Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan. Siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan sosial, psikologis, dan edukatif/pedagogis.[6]
c.  Kurikulum, berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan serta memiliki komponen yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan.[7]
d. Sarana Prasarana, merupakan fasilitas yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Sarana pendidikan adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah. Prasarana pendidikan adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.[8]
Komponen pendidikan yang disebutkan diatas merupakan komponen utama yang harus ada dalam sebuah proses pendidikan termasuk juga dalam pendidikan Islam. Akan tetapi pendidikan Islam memiliki value/nilai yang lebih pada tiap-tiap komponennya, yaitu nilai religious yang diterapkan pada setiap komponen pendidikan tersebut. Seperti contoh, pada komponen pendidik nilai religious yang dimasukkan berupa niat dan semangat mendidik dengan ketulusan, keikhlasan serta tanggung jawab dan kewajiban yang di amanahkan langsung oleh Allah Swt. Pada komponen peserta pendidik nilai religious yang dimasukkan berupa kewajiban dan niat siswa dengan sungguh-sungguh untuk menuntut ilmu, mengeksplorasi pengetahuan dengan segala potensi yang ada, serta bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam. Kemudian dalam komponen kurikulum nilai religious seperti nilai keikhlasan, kesabaran, kewajiban, kejujuran, dan sebagainya dapat dimasukkan dalam setiap perencanaan kurikulum, setiap mata pelajaran dan dalam setiap proses pembelajaran. Sedangkan untuk komponen sarana prasarana nilai religious yang dikedepankan ialah memberikan paradigma bahwa segala apa yang ada di lingkungan sekitar peserta didik bisa dijadikan alat/sarana pembelajaran yang menginspirasi sebagai bagian dari rasa syukur akan ciptaan Allah SWT serta memanfaatkan secara bijak segala sarana prasarana yang ada dalam pendidikan.

3.    Agama Islam, Sains dan Teknologi
Pada dasarnya setiap cabang keilmuan memiliki beberapa konsep, karakteristik, metodologi, dan cara pengembangan serta penyampaian yang berbeda. Begitu juga dengan ilmu agama Islam, sains, dan teknologi tentu dilandasi dengan dasar yang berbeda, dikarenakan ketiganya memiliki karakteristik dan para ahli yang menguasai bidangnya masing-masing. Meskipun sebenarnya diantara ketiganya memiliki hubungan dan mampu diintegrasikan satu sama lain dalam beberapa hal sebagai berikut :
1.  Agama Islam, berfungsi mengatur hubungan timbal balik antara manusia dan Tuhan, manusia dengan sesama dan lingkungan hidup yang bersifat fisik, sosial maupun budaya. al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk etika, moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat pula menjadi teologi ilmu serta grand theory ilmu.[9] Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Kahfi ayat 109.

Artinya : “Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".[10]

Agama Islam membutuhkan sains untuk membuktikan kebenaran al-Qur’an secara ilmiah. Islam juga membutuhkan teknologi untuk mengembangkan peradaban umat Islam serta mempermudah aktivitas/kegiatan dan membantu kehidupan umat.
2.    Sains, berarti ilmu pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik. Sains  diperoleh dari hasil observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki dan dipelajari. Sains yang berbasiskan pada penalaran akal dan data ilmiah mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan ilmu–ilmu agama Islam. Sains ini secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a.    Sains naturalis, berupa alam raya dan fisik seperti ilmu fisika, biologi, kedokteran, astronomi, dan sebagainya.
b. Sains sosiologis, berupa perilaku sosial manusia seperti sosiologi, politik, antropologi, pendidikan, komunikasi, psikologi, dan sebagainya.
c.    Sains penalaran, berupa filosofis penalaran seperti filsafat, logika, dan seni.[11]
Sains membutuhkan nilai religious yang berasal dari ajaran-ajaran Islam agar memiliki kontrol dan etika yang baik sehingga tidak terjerumus kepada pengembangan sains yang merusak dan menyesatkan manusia. Sains membutuhkan teknologi untuk merealisasikan berbagai teori dan penemuan ilmiahnya sehingga lebih bermanfaat dan nyata dirasakan umat manusia.
3. Teknologi, didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang berasaskan kajian saintifik termaju, seperti menggunakan peralatan elektronik, proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih dan lain-lain. Teknologi merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.[12] Teknologi membutuhkan nilai religious yang berasal dari ajaran-ajaran Islam sebagai kontrol dalam pembuatan dan pengembangan alat/mesin agar tidak menimbulkan kesengsaraan dan kemandorotan bagi manusia dan alam sekitar. Teknologi membutuhkan sains sebagai pondasi dalam menciptakan sesuatu agar lebih evisien dan efektif.
4.    Integrasi Ilmu
Integrasi berasal dari bahasa Inggris integrate, integration yang kemudian diadaptasi kedalam bahasa Indonesia menjadi integrasi yang berarti menyatu padukan, penggabungan.[13] Dalam bahasa Indonesia Integrasi diartikan sebagai pembauran, menggabungkan, menyatukan hingga menjadi kesatuan yg utuh atau bulat.[14] Integrasi ilmu juga dimaknai sebagai sebuah proses menyempurnakan atau menyatukan ilmu-ilmu yang selama ini dianggap dikotomis sehingga menghasilkan satu pola pemahaman integrative tentang konsep ilmu pengetahuan.[15] Sehingga Integrasi ilmu merupakan usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu umum dan agama pada kedua bidang tersebut.[16]
Dalam perjalanannya, pemikiran tentang integrasi ilmu antara beberapa tokoh/ahli dan Institusi pendidikan serta institusi studi keagamaan di Indonesia maupun diseluruh dunia mengalami berbagai perbedaan paradigma mulai dari penamaan istilah (keragaman redaksional), model integrasi hingga strategi implementasi integrasi keilmuan yang dipakai, namun memiliki konsep dan tujuan integrasi keilmuan yang sama, yakni menghilangkan dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Salah satu istilah yang paling populer dipakai dalam konteks integrasi ilmu agama dan ilmu umum adalah “Islamisasi”.
Untuk lebih memahami mengenai konsep integrasi ilmu agama, sains dan teknologi marilah kita telaah beberapa pemikiran para tokoh/ahli yang pernah memperbincangkan tentang integrasi/islamisasi ilmu sebagai berikut:
1. Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986), sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan, yang selanjutnya menghilangkan dualisme kehidupan, demi mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi umat, pengetahuan harus di islamisasikan, sambil menghindari perangkap dan kekurangan metodologi tradisional. Islamisasi pengetahuan itu harus mengamati sejumlah prinsip yang merupakan esensi Islam.[17]
2.   Syed Muhammad Naquib al-Attas, konsep Islamisasi secara umum ialah pembebasan manusia dari magic, mitos, animisme, dan tradisi kebangsaan dari penguasaan sekularisme atas akal dan bahasa. Proses Islamisasi menurut al-Attas melalui dua langkah utama, yaitu proses pengasingan/mengisolir unsur dan konsep utama barat dari setiap bidang ilmu pengetahuan dan memasukkan unsur Islam beserta konsep kunci dalam setiap bidang ilmu pengetahuan saat ini yang relevan.[18]
3. Kuntowijoyo, mengatakan inti dari integrasi adalah upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan manusia (ilmu-ilmu integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia (other worldly asceticisme).[19]
4.  Amin Abdullah, dengan konsepnya integrasi-interkoneksi yang menjadi trend baru bagi civitas akademika dalam mengembangkan disiplin keilmuan baik di tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Paradigma integrasi-interkoneksi ingin menunjukkan bahwa antar berbagai bidang keilmuan tersebut sebenarnya saling memiliki keterkaitan, karena memang yang dibidik oleh seluruh disiplin keilmuan itu adalah realitas alam semesta yang sama. Hanya saja, dimensi dan fokus yang dilihat oleh masing-masing disiplin keilmuan berbeda.[20]
Selain beberapa pendapat para ahli diatas, beberapa UIN di Indonesia juga memaknai integrasi keilmuan sesuai dengan karakteristik kelembagaan mereka masing-masing. Namun secara substansial sesungguhnya mengacu pada muara yang sama, yakni peniadaan dikotomi antara kebenaran wahyu dan kebenaran sains. Dengan kata lain, integrasi keilmuan sesungguhnya ingin memadukan kebenaran wahyu (agama) dengan kebenaran sains yang diimplementasikan dalam proses pendidikan. Namun demikian, konsep integrasi keilmuan di masing-masing UIN memiliki keragaman redaksional dan elaborasi yang sangat kontekstual dengan lingkungan masing-masing UIN. Berikut gambaran konsep integrasi keilmuan di 6 UIN se-Indonesia berdasarkan paradigma keilmuan yang dikembangkan:[21]
NO
NAMA UIN
KONSEP INTEGRASI KEILMUAN
1
UIN Sultan Syarif Kasim, Riau
Integrasi keilmuan merupakan penggabungan antara ilmu agama dan umum. Untuk mencapai ini, tidak cukup dengan memberikan justifikasi ayat al-Qur’an dan memberikan label Islam pada setiap penemuan sains, tetapi perlu ada perubahan paradigma pada basis keilmuan barat agar sesuai dengan khazanah keilmuan Islam yang berkaitan dengan realitas metafisik, religius, dan teks suci.
2
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan intern ilmu agama dan intren ilmu umum. Perpaduan ini mencakup  aspek, ontologis, klasifikasi ilmu dan metodologis.
3
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Integrasi keilmuan merupakan integrasi ayat-ayat qauliyyah  dan kauniyyah yang mencakup aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Integrasi keilmuan mengikuti filosofi 3 komponen roda, yakni poros (as), jari-jari (velg) dan ban (tire). Ketiga komponen tersebut  bekerja secara simultan sesuai dengan fungsinya.
4
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Integrasi-interkoneksi merupakan bangunan keilmuan universal yang tidak memisahkan antara wilayah agama dan ilmu. Integrasi keilmuan adalah integrasi hadhârah al nash, al-ilm, dan al-falsafah yang dilakukan melalui 2 model, yakni; integrasi-interkoneksi dalam wilayah internal ilmu-ilmu keislaman, dan integrasi-interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum.
5
UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang
Integrasi keilmuan merupakan penggabungan  ilmu agama dan ilmu umum dalam satu kesatuan. Kedua jenis ilmu yang berasal dari sumber yang berbeda itu harus dikaji secara bersama-sama dan simultan. Mendalami ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis hukumnya wajib ain, sedangkan mendalami ilmu yang bersumber dari manusia hukumnya wajib kifâyah.
6
UIN Alauddin, Makassar
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan antara ilmu-ilmu agama keislaman dengan ilmu-ilmu umum sains dan teknologi.
Adapun upaya pembendungan dikhotomi ilmu ini dapat dilakukan dengan upaya integrasi ilmu dalam Pendidikan Islam yang dimuat dalam tiga model islamisasi pengetahuan, yaitu: model purifikasi, modernisasi Islam dan Neo-Modernisme.[22] Islamisasi model purifikasi, bermakna pembersihan atau penyucian, yang mana proses Islamisasi berusaha menyelenggarakan ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma Islam secara kaffah. Islamisasi model modernisasi Islam, berarti proses perubahan menurut fitrah atau sunnatullah. Islamisasi model ini cenderung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial, perkembangan Iptek, adaktif terhadap perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dan proses modernisasi. Islamisasi model neo-modernisme, berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadis dengan mempertimbangkan khazanah intelektual Muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan Iptek.[23]
Selain ketiga model integrasi diatas, ada juga beberapa model integrasi keilmuan yang dikembangkan dibeberapa lembaga dunia sebagai berikut:
1.    Model integrasi keilmuan IFIAS (International Federation of Institutes of Advance Study) muncul pertama kali dalam seminar tentang "Knowledge and Values", di Stickholm pada September 1984. Pendekatan Islam pada sains dibangun di atas landasan moral dan etika yang absolut dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di atasnya. Akal dan objektivitas dianjurkan dalam rangka menggali ilmu pengetahuan ilmiah, di samping menempatkan upaya intelektual dalam batas etika dan nilai Islam.[24]
2.  Model yang dikembangkan oleh Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI) pada Mei 1977. Yang berpandangan bahwa ilmu tidak terpisah dari prinsip-prinsip Islam. Model ASASI ingin mendukung dan mendorong pelibatan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kegiatan penelitian ilmiah, menggalakkan kajian keilmuan di kalangan masyarakat,  dan menjadikan al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan keilmuan.[25]
3. Model Islamic Worldview, Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi epistemologi keilmuan Islam secara menyeluruh dan integral.[26]
4. Model integrasi keilmuan berbasis Tasawuf, penggagasnya ialah Seyyed Muhammad Naquib al-Attas, yang kemudian ia istilahkan dengan konsep islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of Knowledge). Paradigma islamisasi ilmu pengetahuan Seyyed Muhammad Naquib al-Attas menyimpulkan bahwa usaha islamisasi ilmu harus dimulai melalui kajian mendalam terhadap asas-asas metafisika dan epistemology Islam yang telah dirumuskan dengan elegan oleh pemikir Islam klasik. Jika kajian tersebut telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana ilmuan-ilmuan sekarang menghayati temuan-temuan tersebut, sehingga dengan demikian proses islamisasi ilmu akan terjadi dengan sendirinya.[27] 
5.    Tujuan Integrasi Ilmu
Asumsi umat islam bahwa sains yang berasal dari negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler sehingga ilmu tersebut harus ditolak merupakan asumsi yang tidak tepat. Sains sebenarnya merupakan hasil pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah Swt, apabila sains kehilangan dimensi spiritualnya akan mengakibatkan malapetaka yang merugikan manusia.[28] Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan ilmu agama dengan sains, dan teknologi. Upaya ini sudah dikembangkan oleh beberapa PTAI negeri maupun swasta di Indonesia serta beberapa Madrasah mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Madarsah Aliyah baik negeri maupun swasta yang berada di bawah naungan Kementrian Agama RI, lembaga-lembaga pendidikan Islam ini mulai mencoba inklusif menerapkan metode integrasi keilmuan dalam proses pendidikan maupun pembelajarannya.
Integrasi antara ilmu agama, sains dan teknologi merupakan solusi yang dapat ditawarkan guna menjawab kemelut fenomena dikhotomi pendidikan Islam saat ini. Dengan kata lain, integrasi ilmu merupakan solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, agar senantiasa dapat berkembang menembus waktu dan ruang tanpa adanya jerat dan aral yang menghadang langkah-langkah kemajuan manusia dalam mengaktualisasikan diri sebagai hamba Allah dan kholifah dimuka bumi. Sehingga tujuan dari integrasi ilmu agama, sains, dan teknologi adalah mampu menciptakan karakter peserta didik yang memiliki nilai dan sikap Islami serta memiliki motivasi dan visi pengembangan sains dan teknologi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi berlandaskan asas Islam.

C.      Solusi Pengembangan Pendidikan Islam
Dalam bidang sains dan Teknologi, Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah sebuah paradigma terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Integrasi yang diharapkan antara ilmu agama Islam dengan sains dan teknologi bukan dipahami dengan memberikan materi pendidikan agama Islam yang diselingi dengan materi sains dan teknologi semata. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah adanya integrasi yang sebenarnya, di mana ketika kita menjelaskan tentang suatu materi agama Islam dapat didukung oleh fakta Iptek. Sebab, di dunia yang demikian modern ini, peserta didik tidak mau hanya sekedar menerima secara dogmatis saja setiap materi pelajaran agama yang mereka terima. Secara kritis mereka juga mempertanyakan tentang materi pendidikan agama yang kita sampaikan sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sains dan teknologi sebenarnya dapat dijadikan fakta empiris penguat kebenaran ajaran agama Islam. Pengajaran yang awalnya lebih banyak bersifat dogmatis semakin terasa mudah untuk dipahami. Integrasi ini tentunya dengan harapan untuk lebih meningkatkan pemahaman peserta didik akan materi pelajaran agama Islam, dan sekaligus sebagai pengguat keyakinan akan kebenaran al-Qur’an. 
Dalam menentukan model pendidikan Islam berbasis integrasi sains dan teknologi yang dapat diimplementasikan di Madrasah perlu juga mengetahui beberapa komponen yang ada di lembaga pendidikan Islam tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk mengimplementasikan pendidikan Islam berbasis integrasi sains dan teknologi ataukah belum. Komponen-komponen itu berupa visi, misi, tujuan pendidikan, dan kurikulum pendidikan yang diterapkan di tiap Madrasah sudah memuat unsur-unsur integrasi ilmu agama, sains, dan teknologi atau belum, serta sudahkah dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai dan mendukung dalam proses kegiatan implementasi pendidikan Islam berbasis sains dan teknologi. Dilanjutkan proses berikutnya berupa membuat kebijakan-kebijakan madrasah yang mengakomodir unsur-unsur integrasi ilmu agama, sains, dan teknologi. Kemudian menyiapkan guru dengan kemampuan dan kompetensi dalam mengimplementasikan kegiatan pembelajaran berbasis integrasi ilmu agama, sains, dan teknologi yang tercermin dalam penggunaan metode/model pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam setiap proses pembelajaran dalam berbagai bidang mata pelajaran.
Agar lebih memahami tentang konsep Pendidikan Islam berbasis integrasi sains dan teknologi maka kita perlu mengetahui hubungan, mekanisme/proses terjadinya integrasi ilmu agama, sains dan teknologi serta tujuannya sebagai berikut:
1.  Proses integrasi agama, sains, dan teknologi dapat direalisasikan dengan cara satu/beberapa muatan keilmuan agama disisipi kepada muatan keilmuan sains dan teknologi yang saling berhubungan/relefan sehingga terjalin pemikiran yang utuh, saling menyambung, melengkapi dan mengontrol. Begitu juga sebaliknya dalam menyampaikan sains dan teknologi perlu diselingi nilai-nilai/muatan keagamaan yang relevan.
2.     Mekanisme proses terjadinya integrasi agama, sains dan teknologi dilandasi hubungan simbiosis mutualisme antara agama Islam, sains dan teknologi yaitu saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain untuk mengisi kekosongan materi keilmuan di masing-masing bidang kajian.
3.     Tujuan dari integrasi agama, sains dan teknologi adalah mampu menciptakan karakter peserta didik yang berjiwa dan berbudi pekerti Islami serta memiliki motivasi dan visi pengembangan sains dan teknologi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi berlandaskan asas Islam.

D.      Kesimpulan
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ke Tuhanan. Kesadaran ke Tuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi  ilmu berarti adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Mengintergikan sains, teknologi, dan Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat penting, bahkan suatu keharusan yang perlu di terapkan dan dijadikan basis utama dalam setiap proses pendidikan dan pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islam seluruh Indonesia. Karena jika suatu pendidikan mengabaikan nilai-nilai Agama dalam mengembangkan sains dan teknologi akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa, tidak hanya pada wilayah sosial-kemanusiaan, tetapi juga pada wilayah alam semesta ini. Dampak negatif dari kecendurungan mengabaikan nilai-nilai (moral Agama) bisa kita lihat secara emperik pada perilaku menyimpang, korup dan pengrusakan lingkungan. Begitu juga sebaliknya jika dalam pendidikan Islam kita hanya menekuni ilmu-ilmu agama tanpa mau melihat realitas lingkungan sekitar dan kemajuan peradaban dunia, hal ini akan menjadikan umat Islam semakin tertinggal jauh dan tertindas dalam berbagai segi kehidupan.

Daftar Pustaka

Abdullah, Amin, dkk, 2004, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, Yogyakarta: Pilar Religia.
Abdullah, M. Amin, 2006, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Faruqi, Ismail Raji, 1984, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, Bandung: Pustaka.
Anshori, Zaenal Abidin, 2014, ”Format Baru Hubungan Sains Modern dan Islam (Studi Integrasi Keilmuan Atas UIN Yogyakarta dan Tiga Universitas Islam Swasta Sebagai Upaya Membangun Sains Islam Seutuhnya Tahun 2007-2013)”, Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 1, Juni.
Arifin, M., 2006, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Daulay, Haidar Putra, 2012, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Echlos, John M., Hassan Shadily, 2003, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fiteriani, Ida, 2014,  “Analisis Model Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan  di Sekolah Dasar Islam  Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, Vol 2, Nomor 2, Januari.
Kuntowijoyo, 2005, Islam Sebagai Ilmu, Jakarta: Teraju.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
Mustansyir, Rizal, 2002, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Nata, Abuddin, dkk, 2005, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rifai, Nurlena, dkk, 2014, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum  di UIN se-Indonesia:  Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses Pembelajaran”, Jurnal Tarbiya, Vol. I, No.1, Juni.
Sari, Ramadhanita Mustika, “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains : Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference Proceeding AICIS XII.
Subandiyah, 1996, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Supadie, Didiek Ahmad, dkk, 2012, Pengantar Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Jogyakarta:  Absolut.
Yusuf, Ali Anwar, 2000, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu, Bandung: Pustaka Setia.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.
http://madrasah.kemenag.go.id.
http://nasional.republika.co.id.
https://id.wikipedia.org.



[1] “Persentase umat Islam Indonesia”, http://nasional.republika.co.id, Persentase Umat Islam di Indonesia Jadi 85%, berita Nasional, dipublikasikan Sabtu, 09 Januari 2016, 21:26 WIB,  diakses 7 Desember 2016.
[2] “Statistik Pendidikan Islam 2014/2015”, http://pendis.kemenag.go.id, ebook data Statistik Pendidikan Islam Tahun Pelajaran 2014/2015, diakses 7 Desember 2016.
[3] UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut, T.T), hlm. 9.
[4] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 8-9.
[5] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 178.
[6] “Peserta didik”, https://id.wikipedia.org, “Peserta_didik, diakses 7 Desember 2016.
[7] Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.4.
[8] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24, Th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
[9] Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains–Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 11.
[10] Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Departemen Agama, al-Qur’an Mushaf Per Kata, (Bandung: Jabal, T.T), hlm. 304.
[11] Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 1-3.
[12]  Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern; Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 279-280.
[13] John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 326
[15] Nurlena Rifai, dkk, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum  di UIN se-Indonesia:  Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses Pembelajaran”, Jurnal TARBIYA, (Vol. I, No.1, Juni 2014), hlm. 15.
[16] Ida Fiteriani, “Analisis Model Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan  di Sekolah Dasar Islam  Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, (Vol 2, Nomor 2, Januari  2014), hlm. 9.
[17] Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 55-96.
[18] Didiek Ahmad Supadie, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 246.
[19] Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005), hlm. 57-58.
[20] M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. viii.
[21] Nurlena Rifai, dkk, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum  di UIN se-Indonesia ....., hlm. 27-29.
[22] Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.143.
[23] Ramadhanita Mustika Sari, “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains; Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference Proceeding AICIS XII, hlm. 2050-2051.
[24] Syahrullah Iskandar, “Studi Al-Qur’an dan Integrasi Keilmuan; Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati Bandung”, Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, (Vol. 1, No. 1, Januari 2016), hlm. 88.
[25] Loc.Cit.
[26] World view”, https://www.al-islam.org/muhammad-in-the-mirror-of-islam-allamah-tabatabai/islamic-world-view, The Islamic World View , diakses 3 Desember 2016.
[27] Anshori, Zaenal Abidin, ”Format Baru Hubungan Sains Modern dan Islam; Studi Integrasi Keilmuan Atas UIN Yogyakarta dan Tiga Universitas Islam Swasta Sebagai Upaya Membangun Sains Islam Seutuhnya Tahun 2007-2013”, Profetika, Jurnal Studi Islam, (Vol. 15, No. 1, Juni 2014), hlm. 93.
[28] Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002), hlm. 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda