Minggu, 09 Juli 2017

MANAJEMEN INSTRUKSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MANAJEMEN INSTRUKSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENDAHULUAN
Dewasa ini lembaga pendidikan Islam berkembang sebagai lembaga yang semakin kompleks sehingga ia membutuhkan organisasi yang tertata dengan baik dan benar. Kompleksitas lembaga pendidikan Islam terutama terlihat dari kebutuhan akan pengelolaan pelaksanaan pendidikan dengan pendekatan manajemen. Dalam dunia pendidikan banyak cabang ilmu manajemen, diantaranya yang sering kita kenal ialah manajemen pendidikan, manajemen kepemimpinan, manajemen kelas, manajemen instruksional, manajemen kurikulum, dan manajemen konflik. Selain beberapa manajemen tersebut yang ada juga manajemen instruksi / manajemen perintah yang masih asing di telinga kita. Manajemen instruksi memiliki pengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran.
Proses belajar mengajar tidak serta merta harus terjadi dalam sebuah urutan logis, sebaliknya proses tersebut menghadirkan sebuah interaksi dan keputusan serta gangguan-gangguan. Gangguan tersebut bisa muncul dalam sifat dasar sosial atau pendidikan, dan sebuah gangguan bisa menyebabkan munculnya gangguan-gangguan lainnya. Apapun yang timbul pada waktu dilakukannya instruksi para guru harus tetap mempertahankan gambaran kompleks yang dihadirkan oleh instruksi tersebut. Guru harus selalu mencoba mencegah timbulnya masalah dalam instruksi tersebut serta mampu menyelesaikan masalah tersebut. Disinilah diperlukan suatu manajemen instruksi dalam pendidikan.

A.      Makna Manajemen Instruksi PAI
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen bisa juga diartikan sebagai suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya.[1]
Instruksi dalam kamus bahasa Indonesia berarti perintah atau arahan untuk melakukan suatu pekerjaan atau melaksanakan suatu tugas.[2] Dalam hal ini instruksi diartikan sebagai perintah dari atasan kepada bawahan untuk mengerjakan atau tidak melakukan sesuatu, guna merealisasi tujuan. Kalau dalam suatu lembaga pendidikan kepala sekolah sebagai manajer / pemimpin lembaga berhak memberikan instruksi kepada guru atau staf pendidikan dalam menjalankan suatu pekerjaan, begitu juga guru berhak memberikan instruksi kepada siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran inilah instruksi bisa bermakna pengajaran yang lebih kita kenal dengan kata instruksional.
 Jadi manajemen instruksi PAI merupakan proses manajerial yang dilakukan oleh pengelola pendidikan maupun guru dalam memberikan arahan dan perintah tertentu kepada bawahan maupun siswa untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran agama Islam yang sudah direncanakan.

B.       Macam-Macam Gangguan
Gangguan merupakan hal yang menyebabkan ketidakwarasan, ketidaknormalan, dan ketidaklancaran suatu pekerjaan.[3] Kalau dalam bahasa komunikasi, gangguan merupakan suatu hal, getaran, atau gelombang yang mendistorsi pengiriman pesan dalam proses komunikasi sehingga menyebabkan perbedaan antara pesan yang diterima oleh penerima (receiver) dengan pesan yang dikirimkan oleh sumber (source).[4]
Dalam bahasan pendidikan dan pembelajaran, gangguan bisa diartikan sebagai segala hal yang berpotensi menyebabkan masalah, ketidaknormalan, dan ketidaklancaran dari proses manajemen pendidikan dan pembelajaran. Gangguan tersebut bisa berasal dari intern maupun ekstern dari suatu lembaga pendidikan, serta gangguan tersebut bisa bersifat fisik maupun psikologis. Gangguan-gangguan kecil yang ada di wilayah manajerial pendidikan maupun dalam proses pembelajaran guru didalam kelas jika tidak segera mendapat penanganan maka bisa menjadi konflik dan masalah yang lebih besar. Oleh karena itu kita perlu mengantisipasi dan memetakan dengan memakai skala prioritas dari berbagai gangguan yang ada sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap kelancaran suatu program pendidikan dan pembelajaran.
Dalam pendidikan dan pembelajaran ada beberapa gangguan yang perlu kita antisipasi antara lain:
1.    Konflik
Konflik merupakan percekcokan, perselisihan, pertentangan antara individu maupun kelompok / lembaga. Konflik juga berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara sesuatu, orang, kelompok / organisasi, atau segala macam interaksi pertentangan / antagonistic antara dua atau lebih berbagai pihak. Konflik tercipta karena tidak terpenuhinya berbagai macam keinginan, perbedaan paradigma / pandangan, perbedaan sikap dan pendapat, ketidak inginan seseorang untuk menerima orang lain, kesalahan komunikasi / pemahaman, bahkan adanya persaingan yang berakibat menimbulkan perselisihan antara perorangan maupun kelompok. Penyebab konflik pada umumnya sangat berkaitan dengan konflik yang terjadi pada masa lalu.[5]
Dalam bidang pendidikan konflik juga sering terjadi antara masyarakat, manajerial lembaga, guru, dan siswa dalam tataran kebijakan maupun proses belajar mengajar. Untuk mencegah maupun mengatasi konflik maka diperlukan kecakapan khusus berupa manajemen konflik yaitu kemampuan mengendalikan konflik yang terjadi dan menuntut keterampilan manajemen tertentu.[6]
2.    Slow Learner
Anak lambat belajar (slow learner) merupakan salah satu gangguan yang biasa terdapat pada kegiatan pembelajaran. Slow learner ialah gangguan belajar berupa rendahnya prestasi belajar anak  dibawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tetapi anak ini tidak tergolong anak terbelakang mental.  Anak yang mempunyai gangguang belajar slow learner kondisi kemampuan belajarnya lebih lambat dibandingkan dengan teman sebayanya skor IQnya berkisar 70-90. Anak dengan gangguan belajar ini memiliki cirri fisik normal akan tetapi dalam menangkap suatu materi belajar mereka kesulitan, responnya lambat, kosakata yang dimiliki kurang sehingga sulit diajak berbicara, serta kurang jelas / kurang nyambung dalam memahami maksud pembicaraan. Factor yang menyebabkan gangguang ini bisa dari internal anak berupa genetic/hereditas maupun eksternal berupa pengaruh lingkungan seperti (nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan sebagainya.[7]
3.    Learning Disability
Learning disability (ketidakmampuan belajar), istilah lain yaitu disfungsi otak minimal / gangguan neurologist. Learning disability merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal siswa itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Learning disability bukan disebabkan oleh faktor eksternal seperti lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar dan lain-lain. Learning disability tidak seperti cacat fisik dan tidak terlihat dengan jelas yang sering disebut hidden handicap. Terkadang gangguan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya anak yang mengalami gangguan ketidakmampuan belajar sering diidentifikasi sebagai anak yang underachiever, pemalas, atau aneh. Siswa ini bisa mengalami frustasi, marah, depresi, cemas, dan merasa tidak diperlukan.[8]
4.    Gangguan emosi dan prilaku
Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki karakteristik yang komplek dan seringkali ciri-ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak-anak sebaya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman sepermainan, perilaku melawan, dan adakalanya perilaku menyendiri.[9]
Dari ke empat uraian gangguan belajar yang disebutkan diatas pada umumnya merupakan faktor yang sering muncul dan berpengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran. Seperti contoh, konflik yang sering muncul diantara siswa berasal dari keinginan siswa membentuk kelompok-kelompok pertemanan sesuai kehendak masing-masing dalam mencari jati dirinya, sehingga sering terjadi pertentangan diantara kelompok siswa yang berakhir dengan berbagai konflik baik fisik maupun non fisik dan pada akhirnya akan mengganggu kelancaran pembelajaran. Kemudian di era pasca modern ini dimana kebutuhan dan kemudahan akses akan sarana informasi dan komunikasi sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap perubahan gaya dan kemampuan belajar siswa. Ditambah lagi kesibukan orang tua dalam merespon persaingan kerja yang berpengaruh terhadap minimnya perhatian dan kasih sayang kepada anaknya sedikit banyak berpengaruh pada mentalitas, emosional, dan sikap siswa dalam belajar.

C.      Mencegah Gangguan
Pada beberapa tingkatan manajemen yang baik, sebaiknya mampu mencegah masalah sebelum masalah tersebut muncul. Berikut beberapa strategi pencegahan terhadap berbagai gangguan dalam proses instruksi (pengajaran):
1. Tata ruang, sebagian kondisi fisik ruang kelas memiliki pengaruh terhadap kemungkinan munculnya gangguan. Tata ruang tersebut meliputi temperatur ruangan, pencahayaan, ventilasi, penempatan perabot kelas, sarana prasarana kelas, instalasi listrik, dan sebagainya.
2.  Distribusi tanggungjawab, guru bisa mencegah munculnya gangguan dengan mendistribusikan tanggungjawab tertentu kepada siswa yang bisa dirotasi sepanjang tahun sehingga semua siswa memiliki peluang sama. Distribusi tersebut seperti pembagian tugas organisasi kelas, kelompok belajar, tugas materi pelajaran, dan piket kebersihan harian.
3.   Pendidikan antar teman, dalam hal ini guru mengarahkan kepada siswa untuk saling membantu / menolong siswa lainnya yang kesulitan dalam belajar, maupun memberikan tugas yang dikerjakan secara kelompok. Seperti contoh anak yang pandai membantu belajar anak yang kurang pandai.
4.  Gaya kepemimpinan dan suasana kelompok, guru dapat membentuk beberapa kelompok dan setiap kelompok dipimpin oleh ketua yang ditunjuk secara demokratis dalam suatu kelompok tersebut. Para ketua tersebut dilatih untuk memimpin kelompoknya secara demokratis, dan toleran sehingga tercipta kelompok yang solid.
5.  Teknik kepemimpinan dalam kelas, dalam hal ini guru perlu belajar mengenai manajemen kelas. Teknik ini mengharuskan para guru memiliki keterampilan dalam membagi perhatian mereka terhadap beberapa individu maupun kelompok dalam kelas, sehingga membantu guru dalam mengimplementasikan kegiatan-kegiatan selanjutnya.
6.    Hubungan pertemanan, dalam hal ini guru mengajarkan kepada siswa pentingnya kerjasama antar siswa dalam hal-hal tertentu, saling berkompetisi, dan saling bekerja mandiri. Dalam hal ini para siswa umumnya lebih senang dengan pola bekerjasama antar teman dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, karena dengan bekerja sama para siswa mampu belajar lebih banyak dari teman lainnya. [10]
Dengan mengetahui berbagai strategi pencegahan terhadap berbagai gangguan dalam proses instruksi pembelajaran diatas, dapat memberikan wawasan kepada guru bagaimana bersikap dan berbuat dalam mengelola instruksi dan pembelajaran yang akan dilangsungkan, sehingga kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan dapat berjalan lebih efektif, efisien, aman, dan terkendali.

D.      Merespon Gangguan
Setelah kita mengidentifikasi dan mencegah berbagai gangguan yang ada dalam pendidikan maupun pembelajaran maka kita perlu memberikan tanggapan maupun respon terhadap gangguan-gangguan tersebut. Dalam hal merespon gangguan ada tujuh strategi khusus yang dapat digunakan guru dalam hal instruksi, sebagai berikut:
1.  Pengawasan Visual, dengan melihat guru bisa menangkap gambaran utuh dari sebuah gangguan sehingga diharapkan mampu memberikan penyelesaikan yang tepat dan obyektif.
2.   Pernyataan bukan perintah, dalam hal ini guru perlu menyatakan secara verbal peristiwa apa yang sedang mereka lihat sebagai gangguan dengan bahasa menyatakan bukan perintah.
3. Pertanyaan, apabila terjadi suatu gangguan dari siswa guru perlu menanyakan secara langsung terhadap siswa tersebut apa yang sedang dia kerjakan.
4. Pernyataan perintah, guru seringkali akan memperbaiki suatu perilaku yang buruk dari siswa dengan memberitahukan tentang bagaimana cara berperilaku baik. Strategi ini lebih mirip dengan sebuah permintaan.
5.  Mencontohkan perilaku baik, ketimbang bicara sebaiknya guru merespon suatu gangguan dengan mengarahkan siswa pada perilaku yang diharapkan. Seperti contoh guru memindah tempat duduk siswa yang mengganggu atau guru menunjuk siswa yang mengganggu untuk melakukan suatu pekerjaan.
6.  Pujian dan pengabaian, daripada memberikan respon secara langsung terhadap perilaku siswa yang mengganggu guru bisa mencoba mengabaikan gangguan tersebut dan sebaliknya memuji / memberikan penghargaan terhadap perilaku yang baik.
7. Intervensi fisik dan isolasi, guru melakukan intervensi dengan mengeluarkan siswa dari ruangan kelas atau memasukkan mereka ke dalam bagian terisolasi dari ruangan kelas.[11]
Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam merespon gangguan sebagai berikut:
1. Pendekatan humanis, sikap ini menekankan keyakinan dalam rasionalitas siswa serta kesediaan mereka untuk memperbaiki perilaku dan mengatasi masalah mereka sendiri tanpa harus merugikan pihak lain.
2. Pendekatan negosiasi, sikap ini mengharapkan para siswa bertanggungjawab terhadap perilaku buruk mereka dan bertanggungjawab untuk memperbaikinya, guru juga diharapkan mampu mengarahkan usaha siswa dalam cara-cara tertentu.
3.  Modifikasi prilaku, pendekatan ini menekankan pentingnya konsekuensi positif dan negatif dalam mengendalikan prilaku. Guru akan memanfaatkan semua strategi pendisiplinan melalui dampak dari usaha mereka dalam menguatkan motivasi siswa. Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku antara lain: mengawasi dan memperhitungkan masalah prilaku, memberikan penguatan motivasi terhadap perilaku yang diharapkan, menghentikan perilaku yang tidak diharapkan, membuat perjanjian perilaku dengan siswa, dan memberikan waktu jeda.[12]
Dari pemaparan diatas guru diharapkan lebih bijak dan cerdas dalam merespon berbagai gangguan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung, guru bisa memakai strategi maupun pendekatan  yang telah dibahas diatas. Guru juga dapat berimprofisasi diri dalam merespon berbagai gangguan yang muncul dengan belajar dari berbagai pengalaman pribadi selama mengajar.
E.       Sistem-Sistem Lain Dalam Mengelola Instruksi
Berikut ini beberapa sistem yang digunakan dalam mengelola instruksi:
1.  Sistem instruksi pribadi (SIP), disebut juga perencanaan keller yang bergantung pada pembagian proses pembelajaran ke dalam beberapa unit pelajaran yang masing-masing akan dipelajari oleh para siswa dimana mereka mendapatkan tes terhadap masing-masing unit tersebut berdasarkan kepada kemampuan mereka masing-masing. Tes pelajaran disesuaikan berdasarkan standar yang mutlak, bukan berdasarkan standar yang kompetitif. Siswa dianjurkan untuk mempelajari materi pelajaran bukan persaingan antar teman sekelas. Sistem ini ini akan berhasil jika mampu mengkombinasikan usaha-usaha dari semua individu.
2.   Instruksi sesuai kebutuhan individu (ISKI),  disebut juga pendidikan adaptif yang bergantung pada upaya menganalisa sebuah kurikulum kedalam unit-unit atau tujuan-tujuan instruksional yang spesifik. ISKI menyusun unit dan tujuan yang lebih detail sesuai kebutuhan anak. ISKI menggunakan tes yang dievaluasi berdasarkan standar mutlak bukan berdasarkan standar kompetitif. Pada sistem ini guru harus mencurahkan lebih banyak waktu dalam mendiaknosa kebutuhan pembelajaran dari siswa-siswa tertentu dan dalam menentukan tugas-tugas bagi mereka berdasarkan diagnose yang didapatkan.[13]
3.  Sistem instruksi CSI (Cognitive Strategy Instruction), sistem instruksi ini dikembangkan oleh DLD (Division for Learning Disabilities) dan DR (Division for Research) yang berdiri sejak tahun 1983, berpusat di Boston Amerika Serikat. CSI menggunakan prosedur yang terkait dengan instruksi eksplisit termasuk proses pemodelan, latihan verbal, praktek distribusi, self-monitoring, siswa belajar, menerapkan, dan internalisasi sebuah kognitif rutin dan mengembangkan kemampuan untuk menggunakannya secara otomatis dan fleksibel.[14]
Selain beberapa sistem mengelola instruksi diatas, sebenarnya masih banyak sekali sistem pengelolaan instruksi yang dikembangkan di barat sebagaimana yang termuat dalam kumpulan hasil penelitian National Reading Technical Assistance Center (NRTAC) dengan judul A Review of the Current Research on Comprehension Instruction terbitan tahun 2010 yang ditulis oleh Shari Butler, Kelsi Urrutia, Anneta Buenger, dan Marla Hunt. Beberapa sistem tersebut antara lain, concept-oriented reading instruction (CORI), Instruction in text structure, dan Technology-assisted instruction. [15]  
Beberapa sistem manajemen instruksi di atas bisa dijadikan referensi bagi guru dalam mengimplementasikan pengelolaan instruksi agar lebih efektif selama proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Meski demikian tidak menutup kemungkinan guru mengembangkan sendiri sistem / model dalam mengimplementasikan instruksi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi serta keterampilan dan pengalaman pribadi guru.

F.       Strategi Implementasi Instruksi
Dalam upaya mengimplementasikan instruksi yang baik maka diperlukan beberapa strategi / langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Jane Bluestein memberikan strategi pengelolaan implementasi instruksi dengan cara mengubah ekspektasi menjadi instruksi, adapun ketentuannya sebagai berikut:
a.        Ekspektasi / harapan merupakan bayangan yang kita harapkan bakal menjadi kenyataan, dan biasanya ini sangat bertolak belakang dengan realita yang ada.[16] Agar ekspektasi guru menjadi kenyataan maka perlu di instruksikan apa yang di harapkan guru kepada siswa.
b.       Siswa memerlukan instruksi yang jelas untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.
c.     Dalam memberikan instruksi guru menggunakan bahasa yang mudah di pahami siswa dan memberikan petunjuk yang mudah dimengerti oleh siswa.
d.      Guru dapat memperjelas apa yang di inginkan kemudian menyusun instruksi / perintah tahap demi tahap dengan menggunakan bahasa yang bisa dipahami dan tidak disalah artikan oleh siswa.
e.     Dalam memberikan instruksi bisa menggunakan bermacam cara baik secara verbal maupun tulisan.
f.         Instruksi yang baik menyediakan konstruksi / landasan untuk memulai pekerjaan.[17]  
Kemudian Jane Bluestein memberikan saran-saran agar guru tidak perlu mengulangi instruksi kepada siswa sebagai berikut:
a.   Pastikan guru sudah mendapatkan perhatian siswa, tunggu hingga siswa selesai bicara, menulis, atau berbenah sebelum guru mulai bicara, kemudian gunakan sinyal auditori (seperti bunyi lonceng / bel / kata-kata “lihat saya, harap tenang”) untuk membantu mengalihkan perhatian siswa.
b.       Berikan instruksi secara verbal sesingkat dan sejelas mungkin.
c.       Pastikan instruksi tersebut tersedia dalam bentuk tulisan, misalnya pada papan tulis / kertas.
d.       Ijinkan siswa saling bertanya untuk mengklarifikasi.
e.    Beritahu orang tua siswa apa saja kebijakan guru dalam memberikan tugas dan petunjuk sebelum mengimplementasikannya serta pilihan-pilihan apa saja yang diberikan kepada siswa.[18] 
2.   Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Barak Rosenshine dalam American Educator, dikemukakan 17 prinsip efektif dalam memberikan instruksi. Diantaranya sebagai berikut:
a.       Begin a lesson with a short review of previous learning.
b.      Present new material in small steps with student practice after each step.
c.       Ask a large number of questions and check the responses of all student.
d.      Provide model; providing student with models and worked examples can help them learn to solve problem faster.
e.       Guide student as the begin to practice.
f.       Give clear and detailed instructions and explanations.
g.      Think aloud and model steps.
h.      Monitor students when they begin independent practice.
i.        Use more time to provide explanations.
j.        Check the responses of all students
k.      Provide many examples
l.        Reteach material when necessary.[19]

G.      Hubungan Manajemen Instruksi Dengan Pembelajaran
Manajemen instruksi dengan sendirinya bukan merupakan bagian dari pembelajaran, akan tetapi memungkinkan terjadinya pembelajaran dengan mencegah munculnya gangguan-gangguan terhadap pembelajaran dan meminimalisir pengaruh negatif dari gangguan yang terlanjur terjadi. Perbedaan antara manajemen dan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk diingat serta hal yang mudah pula dilupakan. Manajemen instruksi yang baik memang merupakan hal yang penting bagi pembelajaran, akan tetapi tidak serta merta cukup untuk menimbulkan pembelajaran tersebut. Untuk memastikan munculnya sebuah pembelajaran yang sesungguhnya, para guru harus menjaga berbagai segi pendidikan diantaranya perkembangan para siswa, sifat dasar pengetahuan, motivasi, evaluasi, dan lain sebagainya.[20]
Dapat dikatakan bahwa manajemen instruksi memiliki peran penting dalam memperlancar jalannya pembelajaran dengan memberikan keterampilan khusus kepada guru dalam mengelola perintah-perintah belajar yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kondisi psikologis siswa dalam menerima pelajaran. Keterampilan itu berupa strategi dalam memberikan perintah untuk mengatasi dan mencegah berbagai gangguan yang muncul dari diri siswa maupun lingkungan sekitar. Di Indonesia makna instruksi yang berarti perintah menjadi bias dengan kata instruksional yang berarti pembelajaran, meskipun memang kegiatan instruksional guru tidak bisa lepas dari instruksi-instruksi dari guru tersebut dalam memberikan pembelajaran kepada siswa.

KESIMPULAN
Manajemen instruksi adalah koordinasi dari tugas-tugas pengajaran dan pembelajaran yang bertujuan menjadikan instruksi lebih efektif dan efisien serta mengharuskan pencegahan terhadap gangguan dan memberikan respon yang konstruktif terhadap gangguan yang terlanjur muncul. Untuk mencegah munculnya gangguan bisa dilakukan dengan tata ruang kelas, distribusi tanggungjawab, pendidikan antar teman, gaya kepemimpinan dan suasana kelompok, teknik kepemimpinan dalam kelas, serta hubungan pertemanan. Kemudian dalam merespon berbagai gangguan dapat dilakukan dengan tujuh strategi khusus, dan cara merespon gangguan bisa melalui pendekatan humanis, negosiasi, dan modifikasi prilaku.
Dalam mengimplementasikan manajemen instruksi ada beberapa sistem  yang sudah kita kenal yaitu sistem instruksi pribadi (SIP), sistem Instruksi sesuai kebutuhan individu (ISKI), dan CSI (Cognitive Strategy Instruction). Sedangkan strategi yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan instruksi yaitu dengan mengubah ekspektasi menjadi instruksi. Meski ada banyak sistem yang ditawarkan, guru juga memiliki wewenang dalam memodifikasi / mengembangkan sistem-sistem lain dalam manajemen instruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin,  Mubiar, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011.
Bluestein, Jane, Manajemen Kelas, Jakarta: PT. Indeks, 2013.
Butler, Shari, Kelsi Urrutia, dkk, A Review of the Current Research on Comprehension Instruction, National Reading Technical Assistance Center (NRTA), U.S. Department of Education 2010.
Hasibuan, Dasar-dasar manajemen,  Jakarta : Bumi Aksara, 2005.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id
http://s3.amazonaws.com, http://teachingld.org/, Cognitive Strategy Instruction, Issue 19, Spring 2012.
http://www.artikata.com 
https://id.wikipedia.org  
Mahabbati, Aini, ” Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Khusus (JPK), Vol.2 No.2 Nopember 2006.
Rosenshine, Barak, Principles of Instruction; Research Based Strategies that All Teachers Should Know, Article American Educator, Spring 2012.
Seifert, Kelvin, Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, Jogjakarta: Ircisod, 2007.
Suryani, Yulinda Erma, “Kesulitan Belajar”, Jurnal Magistra, No. 73 Th. XXII September 2010.
Syukur,  Fatah, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013.





[1] Hasibuan, Dasar-dasar manajemen,  (Jakarta : Bumi Aksara, 2005). hlm. 2.
[5] Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 159-162.
[6] Ibid., hlm. 163.
[7] Mubiar Agustin, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 37-39.
[8] Yulinda Erma Suryani, “Kesulitan Belajar”, Jurnal Magistra, No. 73 Th. XXII September 2010, hlm. 34.
[9] Aini Mahabbati, ” Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Khusus (JPK), Vol.2 No.2 Nopember 2006, hlm. 1-4
[10] Kelvin Seifert, Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, (Jogjakarta: Ircisod, 2007), hlm. 225-233.
[11] Ibid., hlm. 237-240.
[12] Ibid., hlm. 241-250
[13] Ibid., hlm. 258-264.
[14] http://s3.amazonaws.com, http://teachingld.org/, Cognitive Strategy Instruction, Issue 19, Spring 2012, diakses 10 Desember 2016.
[15] Shari Butler, Kelsi Urrutia, dkk, A Review of the Current Research on Comprehension Instruction, National Reading Technical Assistance Center (NRTA), U.S. Department of Education 2010, hlm. 1-20.
[16] http://www.kompasiana.com, Ema Surya, “ekspektasi vs realita”, diakses 30 November 2016.
[17] Jane Bluestein, Manajemen Kelas,(Jakarta: PT. Indeks, 2013), hlm. 4-8.
[18] Ibid., hlm. 8.
[19] Barak Rosenshine, Principles of Instruction; Research Based Strategies that All Teachers Should Know, Article American Educator, Spring 2012. hlm. 19.
[20] Kelvin Seifert Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, hlm. 265-266.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda