Minggu, 09 Juli 2017

EVALUASI KURIKULUM DI MADRASAH IBTIDAIYAH

EVALUASI KURIKULUM DI MADRASAH IBTIDAIYAH

A.      PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat pendidikan. Dewasa ini, pendidikan nasional sudah menyadari begitu pentingnya peranan dan fungsi kurikulum. Kurikulum merupakan sebuah alat yang krusial bagi  pendidikan, baik  itu secara  formal, maupun  nonformal,  sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut. Pendidikan  dasar  merupakan  jenjang  pendidikan  yang  sangat fundamental  mendasari   pendidikan  selanjutnya,  yaitu  pendidikan  menengah dan  tinggi.  Jenjang pendidikan dasar dimanifestasikan dalam  bentuk  sekolah dasar  (SD)  dan  Madrasah  Ibtidaiyah  (MI)  serta  sekolah  menengah  pertama (SMP)  dan  Madrasah  Tsanawiyah  (MTs). 
Fungsi  pendidikan  dasar  secara umum   diarahkan   pada   penanaman  nilai,  sikap  dan  rasa  keindahan, memberikan  dasar-dasar  pengetahuan,  kemampuan  dan  kecakapan  dalam membaca,  menulis  dan  berhitung  dalam  kapasitas  siswa  untuk  melanjutkan pendidikannya  ke  pendidikan  menengah  dan  atau  hidup   di  masyarakat, sebagaimana menjadi sasaran pendidikan nasional. Sejalan  dengan  tuntutan  zaman,  perkembangan  masyarakat  serta kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  dunia  pendidikan  sudah menginjakkan  kakinya  kedalam  dunia  inovasi. 
Inovasi  dapat  berjalan  dan mencapai  sasarannya,  jika  program  pendidikan  tersebut  direncanakan  dan dilaksanakan  sesuai  dengan  kondisi  dan  tuntutan  zaman. Kurikulum  memegang  kedudukan  kunci  dalam  pendidikan,  sebab berkaitan  dengan  penentuan  arah,  isi  dan  proses  pendidikan,  yang  pada akhirnya  menentukan  macam  dan  kualifikasi  lulusan  suatu  lembaga pendidikan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Setiap program kegiatan yang direncanakan seharusnya diakhiri dengan evaluasi begitu juga dengan kurikulum. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program atau kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang diharapkan. Dari kegiatan evaluasi tersebut akan diketahui hal-hal yang telah dicapai, apakah suatu program akan diteruskan atau direvisi, bahkan diganti sama sekali.[1] Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan. Sehingga untuk mengetahui seberapa efektifnya kurikulum suatu lembaga pendidikan maka kita perlu melakukan evaluasi. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai evaluasi kurikulum di Madrasah Ibtidaiyah.

B.       EVALUASI KURIKULUM
1.    Konsep Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian yang dalam bahasa Inggris disebut evaluation, yang mengandung arti menilai tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu.[2] Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap proses serta hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkesinambungan, berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.[3] Secara prinsipil evaluasi merupakan suatu kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karenaanya, kegiatan evaluasi harus dilaksanakan melalui perencanaan, pengumpulan informasi, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.[4]
Tujuan utama dari suatu kegiatan evaluasi adalah untuk membuat keputusan sebagaimana yang dikemukakan oleh Taylor yang dikutip oleh Sudaryono bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengembangkan suatu kebijakan yang bertanggungjawab mengenai pendidikan.[5]
Dalam Bukunya Ngalim Purwanto, di dapatkan beberapa fungsi evaluasi dalam bidang pendidikan sebagai berikut:
a.        Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu.
b.        Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c.         Untuk keperluan bimbingan dan konseling
d.        Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.[6]
e.         Untuk mengetahui aspek- aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
f.         Sebagai sarana umpan balik bagi seorang guru yang bersumber dari siswa.
g.        Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.[7]

2.    Konsep Kurikulum
Dalam bahasa arab, kurikulum sering disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan terang yang dilalui manusia dalam kehidupannya. Istilah tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[8] Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[9]
Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam pandangan lama (tradisional), kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan guru dan dipelajari siswa. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan guru kepada siswa untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Pengertian kurikulum ini, sama dengan rencana pelajaran di sekolah (RPP dan Silabus), yang disajikan guru kepada murid. Kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar singkat mengenai sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan di sekolah atau program silabus atau pokok bahasan yang akan diajarkan.[10] Dalam pandangan yang muncul kemudian (modern), penekanan terletak pada pengalaman belajar. Dengan titik tekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman yang disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau pengarahan sekolah.[11] Sejumlah ahli teori kurikulum berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan kurikuler yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak formal ini sering disebut ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.[12]
Kurikulum memiliki kedudukan sentral (pusat) dalam seluruh proses pendidikan, serta memiliki kedudukan strategis dalam mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan di sekolah/madrasah demi tercapainya tujuan pendidikan. Berkaitan dengan hal itu, kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah:
a. Kurikulum merupakan sesuatu yang sangat strategis untuk mengendalikan jalannya proses pendidikan. Hal ini menunjukkan kurikulum menjadi tempat kembali dari semua kebijakan-kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pihak manajemen sekolah atau pemerintah.
b. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan.[13]
Adapun fungsi Kurikulum, berkenaan dengan pemanfaatan dan kegunaan kurikulum untuk semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai yang dicita-citakan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi untuk menyusun perencanaan dan program sekolah. Bagi pengawas sekolah, kurikulum berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi.[14] Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Sedangkan peran kurikulum, berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab kurikulum sebagai salah satu komponen dalam pendidikan yang memuat tentang arah dan tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban peranan sebagai berikut :
a. Peranan Konservatif, adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada generasi muda.
b.  Peranan Kritis / Evaluatif, kebudayaan senantiasa berubah dan sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai, memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan.
c.   Peran Kreatif, kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang dalam masyarakat.[15]
Kurikulum memiliki beberapa komponen, disinilah para pemikir pendidikan mempunyai perbedaan ragam dalam menentukan jumlah komponen kurikulum. Subandijah membagi komponen kurikulum menjadi lima yaitu: tujuan, isi, strategi, media, dam proses. Sedangkan menurut Nasution komponen kurikulum ada empat yaitu: tujuan, bahan pelajaran, proses, dan penilaian. Berikut ini akan di uraikan secara singkat mengenai komponen-komponen tersebut.[16]
a.  Komponen tujuan, merupakan hal paling penting dalam proses pendidikan.yaitu hal yang ingin dicapai secara keseluruhan, yang meliputi tujuan domain kognitif, afektif, dan domain psikomotor.
b. Komponen isi dan struktur progam atau materi, merupakan bahan yang diprogamkan guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap belajar mengajar dikelas oleh pihak guru. Isi atau materi berupa materi-materi bidang studi, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada. Bidang-bidang tersebut biasanya telah dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang bersangkutan.[17]
c.  Komponen media atau sarana dan prasarana, merupakan alat bantu untuk memudahkan pendidik dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar. Ketepatan memilih alat media merupakan suatu hal yang penting dikarenakan akan mempengaruhi daya tangkap peserta didik.[18]
d. Komponen strategi belajar mengajar, dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memahami suatu strategi pembelajaran. Dengan menggunakan strategi yang tepat dan akurat proses belajar mengajar dapat memuaskan pendidik dan peserta didik khususnya pada proses transfer ilmu yang dapat ditangkap para peserta didik. Akan tetapi penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi pendidik.[19]
e.  Komponen proses belajar mengajar, komponen ini erat kaitannya dengaan suasana belajar di dalam ruangan kelas maupun di luar kelas. Upaya seorang pendidik untuk menumbuhkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar merupakan langkah yang tepat. Komponen proses ini juga berkaitan dengan kemampuan pendidik dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif agar efektivitas tercipta dalam proses pembelajaran. Pada intinya guru harus mengoptimalkan perannya sebagai educator, motivator, manager, dan fasilitator.[20]
f.   Komponen evaluasi atau penilaian, komponen ini untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum. Dengan evaluasi atau penilaian akan diketahui tingkat keberhasilan dari semua komponen. Evaluasi yang signifikan dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya suatu pengembangan kurikulum secara efektif dan bermakna. Dengan evaluasi juga dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan. Evaluasi kurikulum membutuhkan pengumpulan, pemrosesan, dan interpretasi mengenai data terhadap program pendidikan.[21]

3.    Konsep Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan suatu aktivitas ilmiah yang memiliki keterkaitan erat dengan proses pengembangan kurikulum. Keduanya tidak terpisahkan dan hubungan antar keduanya digambarkan seperti gigi roda. Kurikulum adalah gigi utama yang  ditopang oleh gigi evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum tanpa kurikulum tidak punya arti, sebaliknya kurikulum tanpa evaluasi tidak akan mendapatkan hasil maksimal baik dalam proses kontruksi kurikulum maupun dalam proses pelaksanaan kurikulum. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Evaluasi Kurikulum dijelaskan bahwa evaluasi kurikulum adalah serangkaian tindakan sistematis dalam mengumpulkan informasi, pemberian pertimbangan dan keputusan mengenai nilai dan makna kurikulum. Evaluasi Kurikulum berfokus pada empat dimensi kurikulum yaitu ide, dokumen, implementasi, dan hasil.
Evaluasi Kurikulum dimaksudkan untuk meneliti kembali, apakah suatu proses atau kegiatan yang terdapat dalam kurikulum itu telah dan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang diharapkan. Luas  dan  sempitnya  program  evaluasi  kurikulum, ditentukan oleh tujuannya. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan komponen-komponen dalam sistem kurikulum atau hanya komponen tertentu dalam sistem kurikulum tersebut. Dalam konteks evaluasi kurikulum, kegiatan evaluasi dilakukan pada semua komponen, yang meliputi:    
a.    Evaluasi penjajakan kebutuhan dan kelayakan kurikulum,
b.    Evaluasi pengembangan kurikulum,
c.    Evaluasi proses belajar-mengajar,
d.   Evaluasi bahan pembelajaran,
e.    Evaluasi keberhasilan (produk) kurikulum,
f.     Penelitian kurikulum atau riset evaluasi Kurikulum.[22]

C.      DIMENSI DAN KRITERIA EVALUASI KURIKULUM
Meskipun evaluasi kurikulum adalah bagian dari totalitas sistem penilaian sekolah, pelaksanaan evaluasi kurikulum secara fungsional merupakan bagian dari sistem kurikulum dan subjek untuk rekayasa kurikulum. Ada empat dimensi dari evaluasi kurikulum yaitu:
a.    Evaluasi guru dalam menggunakan kurikulum. Evaluasi guru dalam penggunaan kurikulum secara logis adalah hal pertama untuk dilakukan. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengamatan data-data penggunaan guru terhadap kurikulum. Ketika guru tidak menggunakan kurikulum dalam pengembangan strategi pembelajarannya, maka evaluasipun dihentikan.  
b.  Evaluasi desain kurikulum adalah evaluasi yang paling sulit dilakukan karena ketiadaan kriteria dalam pelaksanaannya. Desain yang berbeda tentu tidak dapat dibandingkan dan disesuaikan dengan kreteria yang umum. Untuk memastikan kesuksesan seorang guru dalam menggunakan kurikulum, maka kecukupan desain  perlu diperhatikan. 
c.   Evaluasi lulusan, adalah penilaian kurikulum sebagai instrument untuk.memprediksi lulusan. Hal ini juga sangat sulit untuk dilakukan, karena beberapa variabel sistem pembelajaran awal sekolah telah terjadi percampuran antara waktu perencanaan kurikulum dengan ketaatan pembelajaran siswa.  
d. Evaluasi sistem kurikulum Setiap aspek kurikulum harus di bawah pengawasan evaluasi. Pemilihan arena, pemilihan orang yang terlibat, pengorganisasian orang-orang untuk bekerja, prosedur kerja, tugas-tugas yang diperankan oleh kepemimpinan personal adalah keseluruhan subjek yang harus dievaluasi baik kelebihan maupun kekurangannya. Hal inilah yang membuat sistem kurikulum bekerja. Umpan balik dari evaluasi itu dapat membantu untuk memperbaiki sistem dan menyediakan keberlanjutan dan perkembangan sistem kurikulum dari tahun ke tahun.
Adapun kriteria pelaksanaan evaluasi kurikulum yang baik adalah sebagai berikut: 
a. Continuity yaitu evaluasi harus dilakukan berkesinambungan dan merupakan bagian terpadu disetiap bagian pembelajaran dan pengajaran.
b.    Scope yaitu prosedur evaluasi harus bervariasi sebagai cakupan dari tujuan.
c.    Compatibility yaitu evaluasi harus  kompatibel dengan rumusan tujuan.
d.    Validity yaitu prosedur evaluasi harus mengukur apa yang seharusnya diukur.
e.  Objectivity yaitu evaluasi harus didasarkan pada objektivitas, dan hindari yang mengarah pada subjektivitas.
f. Diagnostic value yaitu evaluasi harus mengenal tingkatan performa siswa dan proses yang diperlukan untuk mencapai performa tersebut. 
g.   Participation yaitu prosedur evaluasi dimungkinkan untuk ditingkatkan oleh para siswa itu sendiri.[23]

D.      TUJUAN EVALUASI KURIKULUM
Tujuan evaluasi adalah penyempurnaan kurikulum dengan cara menyempurnakan proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan  yang telah ditetapkan. Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan program. Menurut Zaenal Arifin tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum, baik yang menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi,  media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan evaluasi kurikulum berbeda-beda tergantung dari konsep atau pengertian seseorang tentang evaluasi. Tujuan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Menyediakan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan pelaksanaan suatu kurikulum sebagai masukan bagi pengambil keputusan.
2.  Menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu kurikulum serta faktor-faktor yang berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu.
3.   Mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam upaya perbaikan kurikulum.
4.        Memahami dan menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaaan kurikulum.
Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat ditinjau dari tiga dimensi, yakni:
1.   Dimensi formatif-sumatif, formatif: evaluasi dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum. Sumatif: proses evaluasi dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu (misalnya pada akhir semester, tahun pelajaran atau setelah lima tahun) untuk mengetahui efektivitas kurikulum dengan menggunakan semua data yang dikumpulkan selama pelaksanaan dan akhir proses implementasi kurikulum.
2.   Dimensi proses-produk, proses yang dievaluasi ialah metode dan proses dalam pelaksanaan kurikulum. Tujuannya ialah untuk mengetahui metode dan proses yang digunakan dalam implementasi kurikulum. Produk yang dievaluasi ialah  hasil-hasil yang nyata yang dapat dilihat seperti silabus, satuan pelajaran dan alat-alat pelajaran yang dihasilkan oleh guru dan hasil-hasil siswa yang berupa hasil test.
3.        Dimensi operasi keseluruhan proses kurikulum atau hasil belajar siswa.[24]

E.       MODEL-MODEL EVALUASI KURIKULUM
Dalam  studi  tentang  evaluasi,  banyak  sekali  dijumpai  model-model evaluasi  dengan  format  atau  sistematika  yang  berbeda,  sekalipun  dalam beberapa model ada juga yang sama. Zainal Arifin (2009) membagi model-model evaluasi sebagai berikut:
1.   Model Tyler, model  ini  dibangun  atas  dua  dasar  pemikiran.  Pertama,  evaluasi ditujukan  pada  tingkah  laku  peserta  didik.  Kedua,  evaluasi  harus dilakukan  pada  tingkah  laku  awal  peserta  didik  sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah melaksanakan (hasil). Dasar pemikiran kedua  ini menunjukkan  bahwa  seseorang  evaluator kurikulum harus dapat menentukan  perubahan  tingkah  laku  apa  yang  terjadi  setelah  peserta didik  mengikuti  pengalaman  belajar  tertentu, dan  menegaskan  bahwa perubahan  yang  terjadi  merupakan  perubahan  yang  disebabkan  oleh kegiatan kurikulum.[25] 
2. Model yang Berorientasi pada tujuan (Goal Oriented Evaluation Model), Model  ini dapat membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan suatu  kurikulum dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan kurikulum berdasarkan kriteria tertentu. Kelebihan  model  ini  terletak  pada  hubungan  antara tujuan dan kegiatan  yang menekankan pada peserta didik  sebagai  aspek penting  dalam  kurikulum.  Kekurangannya  adalah  memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan. 
3.   Model Pengukuran measurement model(R.Thorndike dan R.Lebel), Model ini  sangat  menitik  beratkan  pada  kegiatan  pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam pengembangan model kurikulum, model  ini telah  diterapkan  untuk  mengungkap  perbedaan-perbedaan  individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, dan sikap.[26]
4.  Model Kesesuaiancongruence model (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach), Model  ini  memamdang  evaluasi  sebagai  suatu  kegiatan  untuk melihat  kesesuaian  (congruence)  antara  tujuan  dan  hasil  belajar  yang telah  dicapai. Hasil  evaluasi  digunakan  untuk menyempurnakan  sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan  informasi kepada pihak-pihak  yang  memerlukan.  Objek  evaluasi  adalah  tingkah  laku  pesertadidik, yaitu perubahan tingkah  laku yang diinginkan (intended behavior) pada akhir pendidikan, baik yang menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotor.[27]
5. Model  Evaluasi  Sistem  Pendidikan  Educational  System  Evaluation Model” (Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake, dan Malcolm M. Provus), Evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak  hanya  hasil  dimensi  saja)  dengan  sejumlah  kriteria,  baik  yang bersifat  mutlak/intern  maupun  relatif/ekstern.  Model  ini  menekankan sistem  sebagai  suatu  keseluruhan  dan  merupakan  penggabungan  dari beberapa model.[28]
6.  Model Alkin (Marvin Alkin, 1969), Evaluasi adalah suatu proses untuk  meyakinkan  keputusan, mengumpulkan  informasi, memilih informasi yang  tepat, dan menganalisis  informasi  sehingga  dapat disusun laporan  bagi  pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.
7. Model Brienkerhoff, Mengemukakan  ada  tiga  jenis  evaluasi  yang  disusun  berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama diantaranya yaitu:  (a). fixed vs emergent evaluation design, (b).  formative vs summative evaluation, (c). desain experimental dan desain quasi eksperimental vs natural inquiri. h) Model Illuminatif (Molcom Parlett dan Hamilton), model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitataif-terbuka (open-ended).[29]  Kegiatan  evaluasi  dihubungkan  dengan  learning  milieu,  yaitu lingkungan sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi adalah untuk menganalisis  pelaksanaan  sistem,  faktor-faktor  yang mempengaruhinya, kelebihan  dan  kekurangan  sistem,  dan  pengaruh  sistem  terhadap pengalaman  peserta  didik.  hasil  evaluasi  lebih  bersifat  deskriptif  dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi.
8. Model Responsif (Reponsive Model), Model  ini  menekankan  pada  pendekatan  kualitataif-naturalistik. Evaluasi diartikan sebagai pemberian makna atau  melukiskan  sebuah realitas dari berbagai prespektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
9.  Model Studi Kasus, Model  ini memiliki  beberapa karakteristik, antara  lain:  (a)  terfokus pada  kegiatan  kurikulum  di  suatu  sekolah,  di  kelas  atau  bahkan  hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru, (b) tidak  mempersoalkan pemilihan sampel, (c) hasil evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi dilakukan,  (d)  tidak  ada  hasil  evaluasi,  (e)  data  yang  dikumpulkan terutama  data  kualitatif,  dan  (f)  adanya  realitas  yang  tidak  sepihak (multiple realities).

F.       EVALUASI KURIKULUM DI MADRASAH IBTIDAIYAH
Dari beberapa model evaluasi kurikulum diatas, menurut yang paling tepat digunakan di Madrasah Ibtidaiyah adalah model studi kasus karena dengan model ini pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat berjalan secara maksimal. Untuk menggunakan model ini dengan mendekatkan dan mengakrabkan dirinya terhadap kurikulum yang akan dievaluasi sehingga evaluator tidak kaku dalam mengumpulkan data. Kekakuan evaluator dapat berakibat kegagalan dalam evaluasi. Artinya, pada langkah ini, evaluator harus mempelajari kurikulum, baik dalam dimensi ide maupun dimensi rencana. Evaluator juga harus beradaptasi di lapangan dengan berbagi persoalan dan kebiasaan yang ada sehingga dia tidak merasa sebagai orang asing di tempat tersebut.
Setelah evaluator mempelajari tentang kurikulum dan beradaptasi dengan lingkungan, barulah ia mengembangkan instrumen. Prosedur standarisasi instrumen terutama reliabilitas tidak terlalu dipersoalkan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data terutama adalah observasi. Meskipun demikian, evaluator dapat juga menggunakan wawancara, kuisioner, dan dokumentasi untuk menggumpulkan data-data kualitatif. Hal terpenting bagi evaluator adalah instrument yang dikembangkan harus bersumber dari masalah-masalah yang timbul dari hasil pra-survei di lapangan dengan bentuk pertanyaan terbuka. Analisis data dilakukan ketika evaluator masih berada di lapangan dan masih dalam proses pengumpulan data. Keberhasilan suatu evaluasi kurikulum secara keseluruhan bukan hanya dipengaruhi penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi, melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
a)        Tujuan kurikulum, baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Seringkali kedua tujuan kurikulum ini saling bertentangan satu sama lain dilihat dari kebutuhan dan komponen-komponen kurikulum lainnya. Bahkan, kadang-kadang evaluator sendiri mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Semuanya harus dipertimbangkan agar terdapat keseimbangan dan keserasian.
b)    Sistem sekolah, mengingat kompleksnya sistem sekolah, maka fungsi sekolah juga menjadi ganda. Disatu pihak sekolah ingin mewariskan kebudayaan masa lampau dengan sistem normal, nilai, dan adat yang dianggap terbaik untuk generasi muda. Dipihak lain, madrasah berkewajiban mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan, memperoleh kemampuan dan keterampilan berinovasi, bahkan menghasilkan perubahan. Jadi, madrasah sekaligus bersikap konservatif-radikal serta reaksioner-progresif. Peranan evaluasi menjadi sangat penting untuk melihat dan mempertimbangkan hal-hal apa yang perlu diberikan di madrasah. Begitu juga bentuk kurikulum dan silabus mata pelajaran sangat bergantung pada evaluasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di madrasah, sehingga timbul masalah lainnya yaitu teknik evaluasi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu.
c)    Program pembinaan, banyak program pembinaan yang belum menyentuh secara langsung tentang evaluasi. Program pembinaan guru misalnya, lebih banyak difokuskan pada pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran. Hal ini pula yang menyebabkan perbaikan sistem evaluasi menjadi kurang efektif. Guru juga sering dihadapkan dengan beragam kegiatan, seperti membuat persiapan mengajar, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, penyesuaian diri dan kegiatan administratif lainnya. Artinya,bagaimana mungkin kualitas sistem evaluasi kurikulum di madrasah dapat ditingkatkan, bila fokus pembinaan guru hanya menyentuh domain-domain tertentu saja, ditambah lagi dengan kesibukan-kesibukan guru diluar pokoknya sebagai pengajar.

G.      KESIMPULAN
Evaluasi merupakan bagian dari sistem menejemen, yaitu perencanaan organisasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi, kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Evaluasi bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Evaluasi kurikulum sangat penting dilakukan karena evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuain, efektivitas, dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum  tersebut masih dijalankan, tetapi perlu direvisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan penyesuaian perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan pasar yang berubah. Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area-area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju lebih baik. Adapun model evaluasi yang tepat digunakan di madrasah adalah model studi kasus karena dengan model ini pelaksanaan evaluasi kurikulum di madrasah dapat berjalan secara maksimal.

H.      DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013).
Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, 2003).
 Supriadi, Gito, Kemampuan Guru Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Se-Kota Palangka Raya, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Volume 1, Nomor 1, Juni 2007.
Haryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999).
Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999).
Muslich, Masnur, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangnnnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005).
Nasir, Muhammad, Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah, Jurnal Penelitian Vol.10 No.2 Oktober 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009).
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Purwanto, Ngalim, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2015).
Ahid, Nur, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1, No. 1, September 2006.
Sariono, Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume  3.
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996).
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012).
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007).
Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksra, 2012).
Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012).
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut).
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosdakarya), 2011.





[1] Gito Supriadi, Kemampuan Guru Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Se-Kota Palangka Raya, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Volume 1, Nomor 1, Juni 2007, hlm. 64.
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 3.
[3] Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, 2003), hlm. 51.
[4] Masnur Muslich, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangnnnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 80
[5] Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 50.
[6] Ngalim Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2015), hlm. 5-6
[7]Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksra, 2012), hlm. 4
[8] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 1.
[9] UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut), hlm. 11.
[10] Nur Ahid, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 18.
[11] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 162.
[12] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 5.
[13] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 3-4.
[14] Sariono, Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume  3, hlm. 4-5.
[15] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosdakarya), 2011, hlm. 17
[16] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 53-54.
[17] Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 5.
[18] Abdullah Idi, Op.Cit., hlm. 57-58.
[19] Ibid., hlm. 58
[20] Ibid., hlm. 59.
[21] Ibid., hlm. 59-60.
[22] Nur Ahid, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 26-27.
[23] Muhammad Nasir, Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah, Jurnal Penelitian Vol.10 No.2 Oktober 2009, hlm. 20-21.
[24] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 90.
[25] Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), hlm. 56-57.
[26] Haryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), hlm. 72-77.
[27] Ibid., hlm. 77-83.
[28] Ibid., hlm. 84-93
[29] Ibid., hlm. 94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda