REDESAIN PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA
BERBASIS INTEGRASI SAINS DAN TEKNOLOGI
BERBASIS INTEGRASI SAINS DAN TEKNOLOGI
Abstrak
Dengan kuantitas jumlah lembaga Pendidikan Islam di Indonesia yang begitu
besar menjadikan Pendidikan Islam sebagai salah satu penopang utama kemajuan
pendidikan bangsa Indonesia. Akan tetapi besarnya kuantitas Pendidikan Islam
belum dibarengi dengan meningkatnya kualitas pendidikannya. Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah sebagai lembaga pendidikan formal yang
diakui dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah memiliki peran fital dalam
mendidik generasi bangsa agar
memiliki sikap dan nilai religious, memiliki kecakapan intelektual serta
berketerampilan demi kemajuan peradaban bangsa agaknya masih jauh dari yang
diharapkan. Hal ini bisa dipahami karena masih banyak lembaga pendidikan Islam
yang masih memiliki paradigma dikotomi ilmu, mereka menganggap fardu ain
belajar ilmu agama semata dengan menafikkan perkembangan sains dan teknologi.
Meskipun demikian,dewasa ini sudah banyak lembaga pendidikan Islam yang mulai
mengubah paradigma berfikir dikotomis menjadi paradigma berfikir integratif.
Ini merupakan langkah awal menuju kemajuan umat dan bangsa, yang tentunya
membutuhkan pengawalan dari para akademisi dan praktisi pendidikan serta peran
pemerintah dalam memberikan fasilitas dan sarana prasarana yang memadai dalam
mengimplementasikan pendidikan Islam integratif. Pendidikan Islam integratif
disini dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan sains dan teknologi pada setiap komponen pendidikan sehingga
terjadi kesinambungan dan keterkaitan yang pada akhirnya menjadikan simbiosis
mutualisme sehingga mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya demi kemajuan
pendidikan Islam di Indonesia serta mengembalikan kejayaan umat Islam di ranah
internasional.
Kata kunci : Pendidikan Islam, Integrasi Ilmu, Sains,
Teknologi
A. Pendahuluan
Seiring
dengan berkembangnya zaman dan semakin majunya peradaban, maka semakin berkembang
pula ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi di
segala bidang kehidupan. Inilah yang sering membuat
masyarakat modern dewasa ini lebih cenderung menyukai dan mempelajari ilmu pengetahuan umum (sains) dan teknologi dari pada ilmu agama karena mereka memiliki
kecenderungan rasionalistis, realistis, ilmiah dan bersifat materialistis. Begitu juga sebaliknya, dewasa ini masih banyak umat Islam yang enggan mempelajari dan mengembangkan sains serta mengaplikasikan
teknologi karena masih memiliki paradigma klasik dengan beranggapan
sains dan teknologi modern dapat merusak aqidah, dan akhlak umat Islam serta banyak yang tidak
sesuai syariat Islam. Ada juga yang beranggapan mempelajari sains dan teknologi tidak berpahala dan
tidak ada manfaatnya kelak diakhirat. Sehingga bidang keilmuan umat Islam untuk
menciptakan peradaban Islam yang kompetitif
tertinggal jauh dengan umat lain.
Pemahaman
umat Islam
inilah yang perlu diluruskan. Sejatinya Islam tidak pernah
melarang adanya perkembangan ilmu pengetahuan umum (sains) dan tidak pula
beranggapan haram mempelajarinya, bahkan Islam menganjurkan umatnya untuk
memikirkan dan mempelajari segala sesuatu fenomena yang ada di alam semesta ini
dengan pembuktian kebenaran secara ilmiah apa yang telah tertuang didalam al-Qur’an.
Sehingga menjadikan umat Islam cerdas pemikirannya, tinggi peradabannya dan
kuat keimanannya. Begitu pula ketika masyarakat Islam di dunia modern dewasa
ini dalam mempelajari sains dan mengaplikasikan teknologi perlu juga di bekali
dengan pengetahuan agama yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis supaya mereka
tidak terlalu condong kepada sifat materialistis keduniawian serta memiliki
filter alami berupa kepekaan batin terhadap situasi disekitarnya. Dalam hal ini
peran dunia pendidikan sangat penting dalam merubah paradigma masyarakat Islam menuju masyarakat Islam yang religious scientific untuk mendapatkan kembali kejayaan Islam masa lampau.
Indonesia sebagai
bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam (mencapai lebih dari 85%)[1]
memiliki sistem pendidikan khas berupa madrasah, yang dimulai dari Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Madrasah-madrasah tersebut berada
di bawah naungan Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI. Menurut
data statistik
Kemenag tahun 2014/2015 jumlah Madrasah Ibtidaiyah baik negeri maupun swasta di seluruh
Indonesia sebanyak 24.353, dengan jumlah guru sebanyak 278.811 dan jumlah
siswanya sebanyak 3.463.028. Untuk jumlah Madrasah Tsanawiyah baik negeri
maupun swasta sebanyak 16.741, dengan jumlah guru sebanyak 299.360, dan jumlah
siswa sebanyak 3.158.689. Sedangkan jumlah Madrasah Aliyah
negeri maupun swasta seluruh
Indonesia sebanyak 7.582
dengan jumlah guru sebanyak 148.019
dan 1.208.616
siswa.[2]
Dengan jumlah sebesar itu Madrasah menjadi penopang dan masa depan bangsa
Indonesia.
Namun, Madrasah selama ini dipandang sebelah
mata oleh sebagian besar masyarakat modern. Hal ini dikarenakan minimnya
kontribusi keilmuan dan kualitas SDM yang direkrut dan dihasilkan oleh
Madrasah. Secara umum pandangan negatif masyarakat terhadap Madrasah terletak
pada persepsi bahwa Madrasah hanya terfokus pada pendidikan keilmuan agama
dengan proses pendidikan masih sangat klasikal dan seadanya, sehingga lulusan
dari Madrasah sulit bersaing di dunia global khususnya dalam hal akademik (keilmuan), keterampilan dan kompetisinya dengan lembaga-lembaga pendidikan
lainnya.
Oleh karena itu sudah
saatnya kita mengarahkan dan memfokuskan pendidikan Islam dari mengejar produktifitas
kuantitas kepada meningkatkan produktifitas kualitasnya.
Dari permaslahan diatas penulis ingin mengupas tentang konsep pendidikan Islam yang
berbasis pada integrasi sains dan teknologi yang mampu dijadikan acuan dalam mendesain ulang
model pendidikan Islam di Indonesia khususnya Madrasah untuk meningkatkan daya saing umat Islam serta
mengarahkan pendidikan Islam yang berkuantitas kepada pendidikan Islam yang berkualitas.
B. Pembahasan
1.
Konsep
Pendidikan Islam
Dalam undang-undang
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I dijelaskan pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.[3]
Kemudian secara
yuridis, di dalam rumusan muqaddimah
UUD 1945, Pasal 31 UUD 1945, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 3 dinyatakan dengan tegas bahwa pelaksanaan pendidikan
berorientasi pada tujuan pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta tanggung jawab.
Sedangkan dalam ranah Islam,
pendidikan diartikan sebagai suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia sebagai hamba Allah dan kholifah
di muka bumi, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Pendidikan Islam
yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam harus dapat menanamkan dan membentuk
sikap hidup manusia yang dijiwai oleh nilai tersebut, juga mengembangkan
kemampuan berilmu pengetahuan yang sejalan dengan nilai Islam dengan ruang
lingkup kependidikan Islam yang mencakup segala bidang kehidupan manusia di
dunia.[4]
Dari pembahasan tersebut
dapat dipahami bahwa konsep pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini sejatinya
diarahkan kepada proses mendidik akal, hati, sikap secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana pembelajaran yang religious saintific agar peserta
didik aktif mengembangkan potensi dirinya dengan berpegang teguh pada nilai-nilai
Islam yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadis sebagai pondasi/landasan dalam
berpikir, bersikap, dan berperilaku untuk mempersiapkan dan menjadikan peserta
didik sebagai manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki tanggung jawab sebagai
hamba Allah dan kholifah di muka bumi.
2.
Komponen
Pendidikan Islam
Dalam merespon hakekat dan tujuan
pendidikan, pendidikan dibekali oleh beberapa komponen penting yang
mempengaruhi keberlangsungan, keberhasilan dan kualitas suatu pendidikan,
antara lain:
a. Pendidik, hampir semua faktor pendidikan operasionalnya
tergantung ditangan pendidik seperti, metode, bahan pelajaran, dan alat
pendidikan. Ditangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna, metode
penyajian menjadi hidup dan menarik, alat pendidikan akan lebih bermanfaat.[5]
b. Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan,
yang selanjutnya diproses sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai
dengan tujuan pendidikan. Siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan sosial,
psikologis, dan edukatif/pedagogis.[6]
c. Kurikulum, berfungsi sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan serta memiliki komponen yang saling berkaitan,
berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan.[7]
d. Sarana Prasarana, merupakan fasilitas yang secara
langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau
pengajaran. Sarana pendidikan adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat
dipindah-pindah. Prasarana pendidikan adalah fasilitas dasar untuk menjalankan
fungsi sekolah/madrasah.[8]
Komponen pendidikan yang disebutkan
diatas merupakan komponen utama yang harus ada dalam sebuah proses pendidikan
termasuk juga dalam pendidikan Islam. Akan tetapi pendidikan Islam memiliki value/nilai yang lebih
pada tiap-tiap komponennya, yaitu nilai religious yang diterapkan pada
setiap komponen pendidikan tersebut. Seperti contoh, pada komponen pendidik
nilai religious yang dimasukkan berupa niat dan semangat mendidik dengan
ketulusan, keikhlasan serta tanggung jawab dan kewajiban yang di amanahkan
langsung oleh Allah Swt. Pada komponen
peserta pendidik nilai religious yang dimasukkan berupa kewajiban dan
niat siswa dengan sungguh-sungguh untuk menuntut ilmu, mengeksplorasi
pengetahuan dengan segala potensi yang ada, serta bersikap sesuai dengan
nilai-nilai yang diajarkan Islam. Kemudian dalam komponen kurikulum nilai religious
seperti nilai keikhlasan, kesabaran, kewajiban, kejujuran, dan sebagainya dapat
dimasukkan dalam setiap perencanaan kurikulum, setiap mata pelajaran dan dalam
setiap proses pembelajaran. Sedangkan untuk komponen sarana prasarana nilai religious
yang dikedepankan ialah memberikan paradigma bahwa segala apa yang ada di
lingkungan sekitar peserta didik bisa dijadikan alat/sarana pembelajaran yang
menginspirasi sebagai bagian dari rasa syukur akan ciptaan Allah SWT serta
memanfaatkan secara bijak segala sarana prasarana yang ada dalam pendidikan.
3.
Agama
Islam, Sains dan Teknologi
Pada dasarnya setiap cabang
keilmuan memiliki beberapa konsep, karakteristik, metodologi, dan cara
pengembangan serta penyampaian yang berbeda. Begitu juga dengan ilmu agama
Islam, sains, dan teknologi tentu dilandasi dengan dasar yang berbeda,
dikarenakan ketiganya memiliki karakteristik dan para ahli yang menguasai
bidangnya masing-masing. Meskipun sebenarnya diantara ketiganya memiliki
hubungan dan mampu diintegrasikan satu sama lain dalam beberapa hal sebagai
berikut :
1. Agama Islam, berfungsi mengatur hubungan timbal balik antara manusia dan
Tuhan, manusia dengan sesama dan lingkungan hidup yang bersifat fisik, sosial
maupun budaya. al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk etika,
moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat pula menjadi teologi ilmu serta grand theory ilmu.[9]
Sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Kahfi ayat 109.
Artinya :
“Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".[10]
Agama Islam membutuhkan sains untuk membuktikan kebenaran al-Qur’an secara
ilmiah. Islam juga membutuhkan teknologi untuk mengembangkan peradaban umat
Islam serta mempermudah aktivitas/kegiatan dan membantu kehidupan umat.
2.
Sains, berarti ilmu pengetahuan yang
sistematis tentang alam dan dunia fisik. Sains
diperoleh dari hasil observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah
pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki dan
dipelajari. Sains yang berbasiskan pada
penalaran akal dan data ilmiah mengalami perkembangan yang lebih pesat
dibandingkan ilmu–ilmu agama Islam. Sains ini secara garis besar dibagi menjadi
3 bagian yaitu :
a. Sains naturalis, berupa alam
raya dan fisik seperti ilmu fisika, biologi,
kedokteran, astronomi, dan sebagainya.
b. Sains sosiologis, berupa
perilaku sosial manusia seperti sosiologi,
politik, antropologi, pendidikan, komunikasi, psikologi, dan sebagainya.
Sains
membutuhkan nilai religious yang berasal dari ajaran-ajaran
Islam agar memiliki kontrol dan etika yang baik
sehingga tidak terjerumus kepada pengembangan sains yang merusak dan
menyesatkan manusia.
Sains membutuhkan teknologi untuk merealisasikan berbagai teori dan penemuan
ilmiahnya sehingga lebih bermanfaat dan nyata dirasakan umat manusia.
3. Teknologi,
didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang
berasaskan kajian saintifik termaju, seperti menggunakan peralatan elektronik,
proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih dan lain-lain. Teknologi
merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia
tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains
yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.[12] Teknologi membutuhkan nilai religious
yang berasal dari ajaran-ajaran Islam sebagai
kontrol dalam pembuatan dan pengembangan alat/mesin agar tidak menimbulkan
kesengsaraan dan kemandorotan bagi manusia dan alam sekitar. Teknologi
membutuhkan sains sebagai pondasi dalam menciptakan sesuatu agar lebih evisien
dan efektif.
4.
Integrasi
Ilmu
Integrasi
berasal dari bahasa Inggris integrate, integration yang kemudian diadaptasi
kedalam bahasa Indonesia menjadi integrasi yang berarti menyatu padukan,
penggabungan.[13] Dalam
bahasa Indonesia Integrasi diartikan sebagai pembauran, menggabungkan,
menyatukan hingga menjadi kesatuan yg utuh atau bulat.[14]
Integrasi ilmu juga dimaknai sebagai sebuah proses menyempurnakan atau
menyatukan ilmu-ilmu yang selama ini dianggap dikotomis sehingga menghasilkan
satu pola pemahaman integrative
tentang konsep ilmu pengetahuan.[15]
Sehingga Integrasi ilmu merupakan usaha menggabungkan atau menyatupadukan
ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu umum dan agama pada kedua bidang
tersebut.[16]
Dalam perjalanannya,
pemikiran tentang integrasi ilmu antara beberapa tokoh/ahli dan Institusi pendidikan
serta institusi studi keagamaan di Indonesia maupun diseluruh dunia mengalami
berbagai perbedaan paradigma mulai dari penamaan istilah (keragaman redaksional),
model integrasi hingga strategi implementasi integrasi keilmuan yang dipakai,
namun memiliki konsep dan tujuan integrasi keilmuan yang sama, yakni
menghilangkan dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Salah satu
istilah yang paling populer dipakai dalam konteks integrasi ilmu agama dan ilmu
umum adalah “Islamisasi”.
Untuk lebih memahami
mengenai konsep integrasi ilmu agama, sains dan teknologi marilah kita telaah
beberapa pemikiran para tokoh/ahli yang pernah memperbincangkan tentang
integrasi/islamisasi ilmu sebagai berikut:
1. Ismail
Raji al-Faruqi (1921-1986), sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme
sistem pendidikan, yang selanjutnya menghilangkan dualisme kehidupan, demi
mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi umat, pengetahuan harus di
islamisasikan, sambil menghindari perangkap dan kekurangan metodologi
tradisional. Islamisasi pengetahuan itu harus mengamati sejumlah prinsip yang
merupakan esensi Islam.[17]
2. Syed Muhammad Naquib al-Attas, konsep Islamisasi secara umum ialah
pembebasan manusia dari magic, mitos, animisme, dan tradisi kebangsaan
dari penguasaan sekularisme atas akal dan bahasa. Proses Islamisasi menurut
al-Attas melalui dua langkah utama, yaitu proses pengasingan/mengisolir unsur
dan konsep utama barat dari setiap bidang ilmu pengetahuan dan memasukkan unsur
Islam beserta konsep kunci dalam setiap bidang ilmu pengetahuan saat ini yang
relevan.[18]
3. Kuntowijoyo,
mengatakan inti dari integrasi adalah upaya menyatukan (bukan sekedar
menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan manusia (ilmu-ilmu integralistik), tidak
mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia (other worldly asceticisme).[19]
4. Amin
Abdullah, dengan konsepnya integrasi-interkoneksi
yang menjadi trend baru bagi civitas akademika dalam mengembangkan disiplin
keilmuan baik di tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Paradigma integrasi-interkoneksi ingin menunjukkan
bahwa antar berbagai bidang keilmuan tersebut sebenarnya saling memiliki
keterkaitan, karena memang yang dibidik oleh seluruh disiplin keilmuan itu
adalah realitas alam semesta yang sama. Hanya saja, dimensi dan fokus yang
dilihat oleh masing-masing disiplin keilmuan berbeda.[20]
Selain beberapa
pendapat para ahli diatas, beberapa UIN di Indonesia juga memaknai integrasi
keilmuan sesuai dengan karakteristik kelembagaan mereka masing-masing. Namun
secara substansial sesungguhnya mengacu pada muara yang sama, yakni peniadaan
dikotomi antara kebenaran wahyu dan kebenaran sains. Dengan kata lain,
integrasi keilmuan sesungguhnya ingin memadukan kebenaran wahyu (agama) dengan
kebenaran sains yang diimplementasikan dalam proses pendidikan. Namun demikian,
konsep integrasi keilmuan di masing-masing UIN memiliki keragaman redaksional
dan elaborasi yang sangat kontekstual dengan lingkungan masing-masing UIN.
Berikut gambaran konsep integrasi keilmuan di 6 UIN se-Indonesia berdasarkan
paradigma keilmuan yang dikembangkan:[21]
NO
|
NAMA
UIN
|
KONSEP
INTEGRASI KEILMUAN
|
1
|
UIN Sultan Syarif Kasim, Riau
|
Integrasi keilmuan merupakan
penggabungan antara ilmu agama dan umum. Untuk mencapai ini, tidak cukup
dengan memberikan justifikasi ayat al-Qur’an dan memberikan label Islam pada
setiap penemuan sains, tetapi perlu ada perubahan paradigma pada basis keilmuan
barat agar sesuai dengan khazanah keilmuan Islam yang berkaitan dengan
realitas metafisik, religius, dan teks suci.
|
2
|
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
|
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan
intern ilmu agama dan intren ilmu umum. Perpaduan ini mencakup aspek, ontologis, klasifikasi ilmu dan
metodologis.
|
3
|
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
|
Integrasi keilmuan merupakan integrasi
ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah
yang mencakup aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Integrasi
keilmuan mengikuti filosofi 3 komponen roda, yakni poros (as), jari-jari
(velg) dan ban (tire). Ketiga komponen tersebut bekerja secara simultan sesuai dengan
fungsinya.
|
4
|
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
|
Integrasi-interkoneksi merupakan
bangunan keilmuan universal yang tidak memisahkan antara wilayah agama dan
ilmu. Integrasi keilmuan adalah integrasi hadhârah
al nash, al-ilm, dan al-falsafah yang dilakukan melalui 2
model, yakni; integrasi-interkoneksi dalam wilayah internal ilmu-ilmu
keislaman, dan integrasi-interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu
umum.
|
5
|
UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang
|
Integrasi keilmuan merupakan
penggabungan ilmu agama dan ilmu umum
dalam satu kesatuan. Kedua jenis ilmu yang berasal dari sumber yang berbeda
itu harus dikaji secara bersama-sama dan simultan. Mendalami ilmu yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadis hukumnya wajib ain, sedangkan mendalami
ilmu yang bersumber dari manusia hukumnya wajib kifâyah.
|
6
|
UIN Alauddin, Makassar
|
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan
antara ilmu-ilmu agama keislaman dengan ilmu-ilmu umum sains dan teknologi.
|
Adapun upaya pembendungan
dikhotomi ilmu ini dapat dilakukan dengan upaya integrasi ilmu dalam Pendidikan
Islam yang dimuat dalam tiga model islamisasi pengetahuan, yaitu: model purifikasi, modernisasi Islam dan Neo-Modernisme.[22]
Islamisasi model purifikasi, bermakna pembersihan atau penyucian, yang mana proses
Islamisasi berusaha menyelenggarakan ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai
dan norma Islam secara kaffah. Islamisasi
model modernisasi Islam, berarti proses perubahan menurut fitrah atau sunnatullah. Islamisasi model ini
cenderung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial, perkembangan
Iptek, adaktif terhadap perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan sikap
kritis terhadap unsur negatif dan proses modernisasi. Islamisasi model neo-modernisme,
berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam
al-Qur’an dan al-Hadis dengan mempertimbangkan khazanah intelektual Muslim
klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang
ditawarkan Iptek.[23]
Selain ketiga model integrasi diatas, ada juga beberapa model integrasi
keilmuan yang dikembangkan dibeberapa lembaga dunia sebagai berikut:
1. Model
integrasi keilmuan IFIAS (International
Federation of Institutes of Advance Study) muncul pertama kali dalam
seminar tentang "Knowledge and
Values", di Stickholm pada September 1984. Pendekatan Islam pada sains
dibangun di atas landasan moral dan etika yang absolut dengan sebuah bangunan
yang dinamis berdiri di atasnya. Akal dan objektivitas dianjurkan dalam rangka
menggali ilmu pengetahuan ilmiah, di samping menempatkan upaya intelektual
dalam batas etika dan nilai Islam.[24]
2. Model
yang dikembangkan oleh Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI) pada Mei 1977. Yang
berpandangan bahwa ilmu tidak terpisah dari prinsip-prinsip Islam. Model ASASI
ingin mendukung dan mendorong pelibatan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam
kegiatan penelitian ilmiah, menggalakkan kajian keilmuan di kalangan
masyarakat, dan menjadikan al-Qur’an
sebagai sumber inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan keilmuan.[25]
3. Model Islamic
Worldview, Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi
epistemologi keilmuan Islam secara menyeluruh dan integral.[26]
4. Model
integrasi keilmuan berbasis Tasawuf, penggagasnya ialah Seyyed Muhammad Naquib al-Attas, yang
kemudian ia istilahkan dengan konsep islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of Knowledge). Paradigma islamisasi ilmu
pengetahuan Seyyed Muhammad Naquib al-Attas menyimpulkan bahwa usaha islamisasi ilmu harus
dimulai melalui kajian mendalam terhadap asas-asas metafisika dan epistemology
Islam yang telah dirumuskan dengan elegan oleh pemikir Islam klasik. Jika
kajian tersebut telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana
ilmuan-ilmuan sekarang menghayati temuan-temuan tersebut, sehingga dengan
demikian proses islamisasi ilmu akan terjadi dengan sendirinya.[27]
5.
Tujuan Integrasi Ilmu
Asumsi umat islam bahwa sains
yang berasal dari negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler
sehingga ilmu tersebut harus ditolak merupakan asumsi yang tidak tepat.
Sains sebenarnya merupakan hasil pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah Swt, apabila sains kehilangan
dimensi spiritualnya akan mengakibatkan malapetaka yang merugikan manusia.[28] Salah satu upaya
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan ilmu agama
dengan sains, dan teknologi. Upaya ini sudah dikembangkan oleh beberapa PTAI negeri
maupun swasta di Indonesia serta beberapa Madrasah mulai dari Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Madarsah Aliyah baik negeri maupun swasta yang
berada di bawah naungan Kementrian Agama RI, lembaga-lembaga pendidikan Islam
ini mulai mencoba inklusif menerapkan metode integrasi keilmuan dalam proses
pendidikan maupun pembelajarannya.
Integrasi antara ilmu
agama, sains dan teknologi merupakan solusi yang dapat ditawarkan guna menjawab
kemelut fenomena dikhotomi pendidikan Islam saat ini. Dengan kata lain,
integrasi ilmu merupakan solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan
Islam, agar senantiasa dapat berkembang menembus waktu dan ruang tanpa adanya
jerat dan aral yang menghadang langkah-langkah kemajuan manusia dalam
mengaktualisasikan diri sebagai hamba Allah dan kholifah dimuka bumi. Sehingga tujuan dari integrasi ilmu agama,
sains, dan teknologi adalah mampu menciptakan karakter peserta didik yang
memiliki nilai dan sikap Islami serta memiliki motivasi dan visi pengembangan sains dan teknologi demi peningkatan
kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi berlandaskan asas Islam.
C.
Solusi
Pengembangan Pendidikan
Islam
Dalam bidang sains dan
Teknologi, Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah sebuah paradigma
terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Integrasi yang diharapkan antara ilmu
agama Islam dengan sains dan teknologi bukan dipahami dengan memberikan materi
pendidikan agama Islam yang diselingi dengan materi sains dan teknologi semata. Akan tetapi yang
dimaksudkan adalah adanya integrasi yang sebenarnya, di mana ketika kita
menjelaskan tentang suatu materi agama Islam dapat didukung oleh fakta Iptek.
Sebab, di dunia yang demikian modern ini, peserta didik tidak mau hanya sekedar
menerima secara dogmatis saja setiap materi pelajaran agama yang mereka terima.
Secara kritis mereka juga mempertanyakan tentang materi pendidikan agama yang
kita sampaikan sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sains
dan teknologi sebenarnya dapat dijadikan fakta empiris penguat kebenaran ajaran
agama Islam. Pengajaran yang awalnya lebih banyak bersifat dogmatis semakin
terasa mudah untuk dipahami. Integrasi ini tentunya dengan harapan untuk lebih
meningkatkan pemahaman peserta didik akan materi pelajaran agama Islam, dan sekaligus sebagai
pengguat keyakinan akan kebenaran al-Qur’an.
Dalam menentukan model pendidikan Islam berbasis integrasi
sains dan teknologi yang dapat diimplementasikan di Madrasah perlu juga
mengetahui beberapa komponen yang ada di lembaga pendidikan Islam tersebut,
apakah sudah memenuhi syarat untuk mengimplementasikan pendidikan Islam berbasis integrasi sains dan teknologi
ataukah belum. Komponen-komponen
itu berupa visi, misi, tujuan pendidikan, dan kurikulum pendidikan yang
diterapkan di tiap Madrasah sudah memuat unsur-unsur integrasi ilmu agama,
sains, dan teknologi atau belum, serta sudahkah dilengkapi
dengan sarana prasarana yang memadai dan mendukung dalam proses kegiatan implementasi
pendidikan Islam berbasis sains dan teknologi. Dilanjutkan proses berikutnya
berupa membuat kebijakan-kebijakan madrasah yang mengakomodir unsur-unsur
integrasi ilmu agama, sains, dan teknologi. Kemudian menyiapkan guru dengan
kemampuan dan kompetensi dalam mengimplementasikan kegiatan pembelajaran
berbasis integrasi ilmu agama, sains, dan teknologi yang tercermin dalam penggunaan
metode/model pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam
setiap proses pembelajaran dalam berbagai bidang mata pelajaran.
Agar lebih memahami tentang konsep Pendidikan Islam berbasis integrasi sains dan teknologi maka kita perlu
mengetahui hubungan, mekanisme/proses
terjadinya integrasi ilmu
agama, sains dan
teknologi serta tujuannya sebagai berikut:
1. Proses integrasi agama, sains, dan teknologi dapat
direalisasikan dengan cara satu/beberapa muatan keilmuan agama disisipi kepada muatan keilmuan
sains dan teknologi yang saling
berhubungan/relefan sehingga terjalin pemikiran yang utuh, saling menyambung,
melengkapi dan mengontrol.
Begitu juga sebaliknya dalam menyampaikan sains dan teknologi perlu diselingi nilai-nilai/muatan keagamaan yang relevan.
2. Mekanisme proses
terjadinya integrasi agama,
sains dan teknologi dilandasi hubungan simbiosis mutualisme
antara agama Islam, sains dan teknologi yaitu
saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain untuk mengisi kekosongan
materi keilmuan di masing-masing bidang kajian.
3. Tujuan dari integrasi
agama, sains dan teknologi adalah mampu
menciptakan karakter peserta didik yang berjiwa dan berbudi pekerti Islami serta memiliki motivasi dan
visi pengembangan sains dan
teknologi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi
berlandaskan asas Islam.
D.
Kesimpulan
Pengertian integrasi
sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan
sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat
duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ke
Tuhanan. Kesadaran ke Tuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan
dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian
merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama
menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan,
integrasi ilmu berarti adanya penguasaan
sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Mengintergikan sains,
teknologi, dan Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat penting, bahkan suatu
keharusan yang perlu di terapkan dan dijadikan basis utama dalam setiap proses pendidikan dan pembelajaran di lembaga-lembaga
pendidikan Islam seluruh
Indonesia. Karena
jika suatu pendidikan mengabaikan
nilai-nilai Agama dalam mengembangkan
sains dan teknologi akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa, tidak hanya
pada wilayah sosial-kemanusiaan, tetapi juga pada wilayah alam semesta ini.
Dampak negatif dari kecendurungan mengabaikan nilai-nilai (moral Agama) bisa
kita lihat secara emperik pada perilaku menyimpang, korup dan pengrusakan
lingkungan. Begitu juga sebaliknya jika dalam pendidikan Islam kita hanya
menekuni ilmu-ilmu agama tanpa mau melihat realitas lingkungan sekitar dan
kemajuan peradaban dunia, hal ini akan menjadikan umat Islam semakin tertinggal
jauh dan tertindas dalam berbagai segi kehidupan.
Daftar Pustaka
Abdullah,
Amin, dkk, 2004, Integrasi Sains – Islam
Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, Yogyakarta: Pilar Religia.
Abdullah, M. Amin, 2006, Islamic
Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Faruqi, Ismail Raji, 1984, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, Bandung: Pustaka.
Anshori, Zaenal Abidin, 2014, ”Format Baru Hubungan Sains Modern dan Islam
(Studi Integrasi Keilmuan Atas UIN Yogyakarta dan Tiga Universitas Islam Swasta
Sebagai Upaya Membangun Sains Islam Seutuhnya Tahun 2007-2013)”, Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 1, Juni.
Arifin, M., 2006, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Daulay, Haidar Putra, 2012, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Echlos, John M., Hassan Shadily, 2003, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Fiteriani, Ida, 2014, “Analisis Model
Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan di
Sekolah Dasar Islam Bandar Lampung”, Jurnal Terampil,
Vol 2, Nomor 2, Januari.
Kuntowijoyo, 2005, Islam Sebagai Ilmu, Jakarta: Teraju.
Lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 24 th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
Mustansyir, Rizal, 2002, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Nata, Abuddin, dkk,
2005, Integrasi
Ilmu Agama dan Ilmu Umum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rifai, Nurlena, dkk, 2014, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum di UIN
se-Indonesia:
Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses
Pembelajaran”, Jurnal Tarbiya,
Vol. I, No.1, Juni.
Sari, Ramadhanita Mustika, “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan
Sains : Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap
Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference
Proceeding AICIS XII.
Subandiyah, 1996, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Supadie, Didiek Ahmad,
dkk, 2012, Pengantar
Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Jogyakarta: Absolut.
Yusuf, Ali Anwar, 2000, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai
Disiplin Ilmu, Bandung: Pustaka Setia.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.
http://madrasah.kemenag.go.id.
http://nasional.republika.co.id.
https://id.wikipedia.org.
[1] “Persentase umat
Islam Indonesia”, http://nasional.republika.co.id, Persentase Umat
Islam di Indonesia Jadi 85%, berita Nasional, dipublikasikan Sabtu, 09 Januari
2016, 21:26 WIB, diakses 7 Desember 2016.
[2] “Statistik
Pendidikan Islam 2014/2015”, http://pendis.kemenag.go.id, ebook data Statistik
Pendidikan Islam Tahun Pelajaran 2014/2015, diakses 7 Desember 2016.
[4] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006), hlm. 8-9.
[5] Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012), hlm. 178.
[7] Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.4.
[8] Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24, Th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
[9] Amin Abdullah, dkk, Integrasi
Sains–Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 11.
[10] Lajnah
Pentashihan Mushaf al-Qur’an Departemen Agama, al-Qur’an Mushaf Per Kata, (Bandung: Jabal, T.T), hlm. 304.
[11] Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 1-3.
[12] Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern; Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 279-280.
[13] John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2003),
hlm. 326
[15] Nurlena Rifai, dkk, “Integrasi
Keilmuan Dalam
Pengembangan Kurikulum di UIN se-Indonesia: Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN
dalam Kurikulum dan Proses Pembelajaran”, Jurnal
TARBIYA, (Vol. I, No.1, Juni 2014), hlm. 15.
[16] Ida Fiteriani, “Analisis Model
Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Dasar Islam
Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, (Vol 2, Nomor 2,
Januari 2014), hlm. 9.
[17] Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 55-96.
[18] Didiek Ahmad Supadie, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 246.
[20] M. Amin Abdullah, Islamic
Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif,
(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), hlm. viii.
[21] Nurlena Rifai, dkk, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum di UIN se-Indonesia ....., hlm. 27-29.
[23] Ramadhanita Mustika Sari,
“Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains; Studi Transformasi Konflik dan
Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference Proceeding AICIS XII, hlm.
2050-2051.
[24] Syahrullah Iskandar, “Studi Al-Qur’an dan
Integrasi Keilmuan; Studi Kasus UIN Sunan Gunung
Djati Bandung”, Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, (Vol. 1, No. 1, Januari 2016), hlm. 88.
[25] Loc.Cit.
[26] “World view”, https://www.al-islam.org/muhammad-in-the-mirror-of-islam-allamah-tabatabai/islamic-world-view, The Islamic World View , diakses 3 Desember 2016.
[27] Anshori, Zaenal Abidin, ”Format Baru Hubungan Sains Modern dan
Islam; Studi
Integrasi Keilmuan Atas UIN Yogyakarta dan Tiga Universitas Islam Swasta
Sebagai Upaya Membangun Sains Islam Seutuhnya Tahun 2007-2013”, Profetika, Jurnal Studi Islam, (Vol. 15, No. 1, Juni 2014), hlm. 93.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda