MANAJEMEN
INSTRUKSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PENDAHULUAN
Dewasa ini lembaga
pendidikan Islam berkembang sebagai lembaga yang semakin kompleks sehingga ia
membutuhkan organisasi yang tertata dengan baik dan benar. Kompleksitas lembaga
pendidikan Islam terutama terlihat dari kebutuhan akan pengelolaan pelaksanaan pendidikan
dengan pendekatan manajemen. Dalam dunia pendidikan banyak cabang ilmu
manajemen, diantaranya yang sering kita kenal ialah manajemen pendidikan,
manajemen kepemimpinan, manajemen kelas, manajemen instruksional, manajemen
kurikulum, dan manajemen konflik. Selain beberapa manajemen tersebut yang ada
juga manajemen instruksi / manajemen perintah yang masih asing di telinga kita.
Manajemen instruksi memiliki pengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran.
Proses belajar mengajar
tidak serta merta harus terjadi dalam sebuah urutan logis, sebaliknya proses
tersebut menghadirkan sebuah interaksi dan keputusan serta gangguan-gangguan.
Gangguan tersebut bisa muncul dalam sifat dasar sosial atau pendidikan, dan
sebuah gangguan bisa menyebabkan munculnya gangguan-gangguan lainnya. Apapun
yang timbul pada waktu dilakukannya instruksi para guru harus tetap
mempertahankan gambaran kompleks yang dihadirkan oleh instruksi tersebut. Guru
harus selalu mencoba mencegah timbulnya masalah dalam instruksi tersebut serta
mampu menyelesaikan masalah tersebut. Disinilah diperlukan suatu manajemen
instruksi dalam pendidikan.
A.
Makna Manajemen Instruksi PAI
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Manajemen bisa juga
diartikan sebagai suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan lainnya.[1]
Instruksi dalam kamus bahasa Indonesia berarti perintah atau arahan untuk
melakukan suatu pekerjaan atau melaksanakan suatu tugas.[2] Dalam
hal ini instruksi diartikan sebagai perintah dari atasan kepada bawahan untuk
mengerjakan atau tidak melakukan sesuatu, guna merealisasi tujuan. Kalau dalam suatu lembaga pendidikan kepala sekolah sebagai manajer /
pemimpin lembaga berhak memberikan instruksi kepada guru atau staf pendidikan
dalam menjalankan suatu pekerjaan, begitu juga guru berhak memberikan instruksi
kepada siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran inilah instruksi
bisa bermakna pengajaran yang lebih kita kenal dengan kata instruksional.
Jadi manajemen instruksi PAI merupakan
proses manajerial yang dilakukan oleh pengelola pendidikan maupun guru dalam
memberikan arahan dan perintah tertentu kepada bawahan maupun siswa untuk
mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran agama Islam yang sudah
direncanakan.
B.
Macam-Macam Gangguan
Gangguan merupakan hal yang menyebabkan ketidakwarasan, ketidaknormalan,
dan ketidaklancaran suatu pekerjaan.[3] Kalau
dalam bahasa komunikasi, gangguan merupakan suatu hal, getaran, atau gelombang
yang mendistorsi pengiriman pesan dalam proses komunikasi sehingga menyebabkan
perbedaan antara pesan yang diterima oleh penerima (receiver) dengan
pesan yang dikirimkan oleh sumber (source).[4]
Dalam bahasan pendidikan dan pembelajaran, gangguan bisa diartikan
sebagai segala hal yang berpotensi menyebabkan masalah, ketidaknormalan, dan
ketidaklancaran dari proses manajemen pendidikan dan pembelajaran. Gangguan
tersebut bisa berasal dari intern maupun ekstern dari suatu lembaga pendidikan,
serta gangguan tersebut bisa bersifat fisik maupun psikologis.
Gangguan-gangguan kecil yang ada di wilayah manajerial pendidikan maupun dalam
proses pembelajaran guru didalam kelas jika tidak segera mendapat penanganan
maka bisa menjadi konflik dan masalah yang lebih besar. Oleh karena itu kita
perlu mengantisipasi dan memetakan dengan memakai skala prioritas dari berbagai
gangguan yang ada sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap kelancaran suatu
program pendidikan dan pembelajaran.
Dalam pendidikan dan pembelajaran ada beberapa gangguan yang perlu kita
antisipasi antara lain:
1.
Konflik
Konflik merupakan percekcokan, perselisihan, pertentangan antara individu
maupun kelompok / lembaga. Konflik juga berarti adanya oposisi atau pertentangan
pendapat antara sesuatu, orang, kelompok / organisasi, atau segala macam
interaksi pertentangan / antagonistic antara dua atau lebih berbagai pihak. Konflik
tercipta karena tidak terpenuhinya berbagai macam keinginan, perbedaan
paradigma / pandangan, perbedaan sikap dan pendapat, ketidak inginan seseorang
untuk menerima orang lain, kesalahan komunikasi / pemahaman, bahkan adanya
persaingan yang berakibat menimbulkan perselisihan antara perorangan maupun
kelompok. Penyebab konflik pada umumnya sangat berkaitan dengan konflik yang
terjadi pada masa lalu.[5]
Dalam bidang pendidikan konflik juga sering terjadi antara masyarakat,
manajerial lembaga, guru, dan siswa dalam tataran kebijakan maupun proses
belajar mengajar. Untuk mencegah maupun mengatasi konflik maka diperlukan
kecakapan khusus berupa manajemen konflik yaitu kemampuan mengendalikan konflik
yang terjadi dan menuntut keterampilan manajemen tertentu.[6]
2.
Slow Learner
Anak lambat belajar (slow learner) merupakan salah satu gangguan
yang biasa terdapat pada kegiatan pembelajaran. Slow learner ialah
gangguan belajar berupa rendahnya prestasi belajar anak dibawah rata-rata anak pada umumnya pada
salah satu atau seluruh area akademik, tetapi anak ini tidak tergolong anak
terbelakang mental. Anak yang mempunyai
gangguang belajar slow learner kondisi kemampuan belajarnya lebih lambat
dibandingkan dengan teman sebayanya skor IQnya berkisar 70-90. Anak dengan
gangguan belajar ini memiliki cirri fisik normal akan tetapi dalam menangkap
suatu materi belajar mereka kesulitan, responnya lambat, kosakata yang dimiliki
kurang sehingga sulit diajak berbicara, serta kurang jelas / kurang nyambung
dalam memahami maksud pembicaraan. Factor yang menyebabkan gangguang ini bisa
dari internal anak berupa genetic/hereditas maupun eksternal berupa pengaruh
lingkungan seperti (nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional
keluarga, dan sebagainya.[7]
3. Learning Disability
Learning disability (ketidakmampuan belajar), istilah lain yaitu disfungsi otak minimal /
gangguan neurologist. Learning disability merupakan beragam
gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor
internal siswa itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Learning disability
bukan disebabkan oleh faktor eksternal seperti lingkungan, sosial, budaya,
fasilitas belajar dan lain-lain. Learning disability tidak seperti cacat
fisik dan tidak terlihat dengan jelas yang sering disebut hidden handicap.
Terkadang gangguan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya anak
yang mengalami gangguan ketidakmampuan belajar sering diidentifikasi sebagai
anak yang underachiever, pemalas, atau aneh. Siswa ini bisa mengalami
frustasi, marah, depresi, cemas, dan merasa tidak diperlukan.[8]
4.
Gangguan emosi dan prilaku
Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat
pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku
memiliki karakteristik yang komplek dan seringkali ciri-ciri perilakunya juga
dilakukan oleh anak-anak sebaya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman
sepermainan, perilaku melawan, dan adakalanya perilaku menyendiri.[9]
Dari ke empat uraian gangguan belajar yang disebutkan diatas pada umumnya
merupakan faktor yang sering muncul dan berpengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran.
Seperti contoh, konflik yang sering muncul diantara siswa berasal dari
keinginan siswa membentuk kelompok-kelompok pertemanan sesuai kehendak
masing-masing dalam mencari jati dirinya, sehingga sering terjadi pertentangan
diantara kelompok siswa yang berakhir dengan berbagai konflik baik fisik maupun
non fisik dan pada akhirnya akan mengganggu kelancaran pembelajaran. Kemudian
di era pasca modern ini dimana kebutuhan dan kemudahan akses akan sarana
informasi dan komunikasi sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap perubahan
gaya dan kemampuan belajar siswa. Ditambah lagi kesibukan orang tua dalam
merespon persaingan kerja yang berpengaruh terhadap minimnya perhatian dan
kasih sayang kepada anaknya sedikit banyak berpengaruh pada mentalitas, emosional,
dan sikap siswa dalam belajar.
C.
Mencegah Gangguan
Pada beberapa tingkatan manajemen yang baik, sebaiknya mampu mencegah
masalah sebelum masalah tersebut muncul. Berikut beberapa strategi pencegahan
terhadap berbagai gangguan dalam proses instruksi (pengajaran):
1. Tata ruang, sebagian kondisi fisik ruang kelas memiliki pengaruh terhadap
kemungkinan munculnya gangguan. Tata ruang tersebut meliputi temperatur
ruangan, pencahayaan, ventilasi, penempatan perabot kelas, sarana prasarana
kelas, instalasi listrik, dan sebagainya.
2. Distribusi tanggungjawab, guru bisa mencegah munculnya gangguan dengan
mendistribusikan tanggungjawab tertentu kepada siswa yang bisa dirotasi
sepanjang tahun sehingga semua siswa memiliki peluang sama. Distribusi tersebut
seperti pembagian tugas organisasi kelas, kelompok belajar, tugas materi
pelajaran, dan piket kebersihan harian.
3. Pendidikan antar teman, dalam hal ini guru mengarahkan kepada siswa untuk
saling membantu / menolong siswa lainnya yang kesulitan dalam belajar, maupun
memberikan tugas yang dikerjakan secara kelompok. Seperti contoh anak yang
pandai membantu belajar anak yang kurang pandai.
4. Gaya kepemimpinan dan suasana kelompok, guru dapat membentuk beberapa
kelompok dan setiap kelompok dipimpin oleh ketua yang ditunjuk secara
demokratis dalam suatu kelompok tersebut. Para ketua tersebut dilatih untuk
memimpin kelompoknya secara demokratis, dan toleran sehingga tercipta kelompok
yang solid.
5. Teknik kepemimpinan dalam kelas, dalam hal ini guru perlu belajar
mengenai manajemen kelas. Teknik ini mengharuskan para guru memiliki
keterampilan dalam membagi perhatian mereka terhadap beberapa individu maupun
kelompok dalam kelas, sehingga membantu guru dalam mengimplementasikan
kegiatan-kegiatan selanjutnya.
6.
Hubungan pertemanan, dalam hal ini guru mengajarkan kepada siswa
pentingnya kerjasama antar siswa dalam hal-hal tertentu, saling berkompetisi,
dan saling bekerja mandiri. Dalam hal ini para siswa umumnya lebih senang
dengan pola bekerjasama antar teman dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, karena
dengan bekerja sama para siswa mampu belajar lebih banyak dari teman lainnya. [10]
Dengan mengetahui berbagai strategi pencegahan terhadap berbagai gangguan dalam proses
instruksi pembelajaran diatas, dapat memberikan wawasan kepada guru bagaimana
bersikap dan berbuat dalam mengelola instruksi dan pembelajaran yang akan
dilangsungkan, sehingga kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan dapat
berjalan lebih efektif, efisien, aman, dan terkendali.
D.
Merespon Gangguan
Setelah
kita mengidentifikasi dan mencegah berbagai gangguan yang ada dalam pendidikan
maupun pembelajaran maka kita perlu memberikan tanggapan maupun respon terhadap
gangguan-gangguan tersebut. Dalam
hal merespon gangguan ada tujuh strategi khusus yang dapat digunakan guru dalam
hal instruksi, sebagai berikut:
1. Pengawasan Visual, dengan melihat guru bisa menangkap gambaran utuh dari
sebuah gangguan sehingga diharapkan mampu memberikan penyelesaikan yang tepat
dan obyektif.
2. Pernyataan bukan perintah, dalam hal ini guru perlu menyatakan secara
verbal peristiwa apa yang sedang mereka lihat sebagai gangguan dengan bahasa
menyatakan bukan perintah.
3. Pertanyaan, apabila terjadi suatu gangguan dari siswa guru perlu
menanyakan secara langsung terhadap siswa tersebut apa yang sedang dia
kerjakan.
4. Pernyataan perintah, guru seringkali akan memperbaiki suatu perilaku yang
buruk dari siswa dengan memberitahukan tentang bagaimana cara berperilaku baik.
Strategi ini lebih mirip dengan sebuah permintaan.
5. Mencontohkan perilaku baik, ketimbang bicara sebaiknya guru merespon
suatu gangguan dengan mengarahkan siswa pada perilaku yang diharapkan. Seperti
contoh guru memindah tempat duduk siswa yang mengganggu atau guru menunjuk
siswa yang mengganggu untuk melakukan suatu pekerjaan.
6. Pujian dan pengabaian, daripada memberikan respon secara langsung
terhadap perilaku siswa yang mengganggu guru bisa mencoba mengabaikan gangguan
tersebut dan sebaliknya memuji / memberikan penghargaan terhadap perilaku yang
baik.
7. Intervensi fisik dan isolasi, guru melakukan intervensi dengan mengeluarkan
siswa dari ruangan kelas atau memasukkan mereka ke dalam bagian terisolasi dari
ruangan kelas.[11]
Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam merespon gangguan sebagai
berikut:
1. Pendekatan humanis, sikap ini menekankan keyakinan dalam rasionalitas
siswa serta kesediaan mereka untuk memperbaiki perilaku dan mengatasi masalah
mereka sendiri tanpa harus merugikan pihak lain.
2. Pendekatan negosiasi, sikap ini mengharapkan para siswa bertanggungjawab
terhadap perilaku buruk mereka dan bertanggungjawab untuk memperbaikinya, guru
juga diharapkan mampu mengarahkan usaha siswa dalam cara-cara tertentu.
3. Modifikasi prilaku, pendekatan ini menekankan pentingnya konsekuensi
positif dan negatif dalam mengendalikan prilaku. Guru akan memanfaatkan semua
strategi pendisiplinan melalui dampak dari usaha mereka dalam menguatkan
motivasi siswa. Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
perilaku antara lain: mengawasi dan memperhitungkan masalah prilaku, memberikan
penguatan motivasi terhadap perilaku yang diharapkan, menghentikan perilaku
yang tidak diharapkan, membuat perjanjian perilaku dengan siswa, dan memberikan
waktu jeda.[12]
Dari pemaparan diatas guru diharapkan lebih bijak dan cerdas dalam
merespon berbagai gangguan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung,
guru bisa memakai strategi maupun pendekatan
yang telah dibahas diatas. Guru juga dapat berimprofisasi diri dalam
merespon berbagai gangguan yang muncul dengan belajar dari berbagai pengalaman
pribadi selama mengajar.
E.
Sistem-Sistem Lain Dalam Mengelola Instruksi
Berikut ini beberapa sistem yang digunakan dalam mengelola instruksi:
1. Sistem instruksi pribadi (SIP), disebut juga perencanaan keller yang
bergantung pada pembagian proses pembelajaran ke dalam beberapa unit pelajaran
yang masing-masing akan dipelajari oleh para siswa dimana mereka mendapatkan
tes terhadap masing-masing unit tersebut berdasarkan kepada kemampuan mereka
masing-masing. Tes pelajaran disesuaikan berdasarkan standar yang mutlak, bukan
berdasarkan standar yang kompetitif. Siswa dianjurkan untuk mempelajari materi
pelajaran bukan persaingan antar teman sekelas. Sistem ini ini akan berhasil
jika mampu mengkombinasikan usaha-usaha dari semua individu.
2. Instruksi sesuai kebutuhan individu (ISKI), disebut juga pendidikan adaptif yang
bergantung pada upaya menganalisa sebuah kurikulum kedalam unit-unit atau
tujuan-tujuan instruksional yang spesifik. ISKI menyusun unit dan tujuan yang
lebih detail sesuai kebutuhan anak. ISKI menggunakan tes yang dievaluasi
berdasarkan standar mutlak bukan berdasarkan standar kompetitif. Pada sistem
ini guru harus mencurahkan lebih banyak waktu dalam mendiaknosa kebutuhan
pembelajaran dari siswa-siswa tertentu dan dalam menentukan tugas-tugas bagi
mereka berdasarkan diagnose yang didapatkan.[13]
3. Sistem instruksi CSI (Cognitive Strategy Instruction), sistem
instruksi ini dikembangkan oleh DLD (Division for Learning Disabilities)
dan DR (Division for Research) yang berdiri sejak tahun 1983, berpusat
di Boston Amerika Serikat. CSI menggunakan prosedur yang terkait dengan
instruksi eksplisit termasuk proses pemodelan, latihan verbal, praktek distribusi,
self-monitoring, siswa belajar, menerapkan, dan internalisasi sebuah kognitif
rutin dan mengembangkan kemampuan untuk menggunakannya secara otomatis dan fleksibel.[14]
Selain beberapa sistem mengelola instruksi diatas, sebenarnya masih
banyak sekali sistem pengelolaan instruksi yang dikembangkan di barat
sebagaimana yang termuat dalam kumpulan hasil penelitian National
Reading Technical Assistance Center (NRTAC) dengan judul A Review of the
Current Research on Comprehension Instruction terbitan tahun 2010 yang
ditulis oleh Shari Butler, Kelsi Urrutia, Anneta Buenger, dan Marla
Hunt. Beberapa sistem tersebut antara lain, concept-oriented reading instruction (CORI), Instruction in text structure, dan Technology-assisted instruction. [15]
Beberapa sistem
manajemen instruksi di atas bisa dijadikan referensi bagi guru dalam
mengimplementasikan pengelolaan instruksi agar lebih efektif selama proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Meski demikian tidak menutup kemungkinan guru mengembangkan sendiri
sistem / model dalam mengimplementasikan instruksi sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi serta keterampilan dan pengalaman pribadi guru.
F.
Strategi Implementasi Instruksi
Dalam upaya mengimplementasikan instruksi yang baik maka diperlukan
beberapa strategi / langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jane Bluestein memberikan strategi pengelolaan implementasi instruksi dengan
cara mengubah ekspektasi menjadi instruksi, adapun ketentuannya sebagai
berikut:
a. Ekspektasi / harapan merupakan bayangan yang kita harapkan bakal menjadi
kenyataan, dan biasanya ini sangat bertolak belakang dengan realita yang ada.[16] Agar
ekspektasi guru menjadi kenyataan maka perlu di instruksikan apa yang di
harapkan guru kepada siswa.
b. Siswa memerlukan instruksi yang jelas untuk mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan guru.
c. Dalam memberikan instruksi guru menggunakan bahasa yang mudah di pahami
siswa dan memberikan petunjuk yang mudah dimengerti oleh siswa.
d. Guru dapat memperjelas apa yang di inginkan kemudian menyusun instruksi /
perintah tahap demi tahap dengan menggunakan bahasa yang bisa dipahami dan
tidak disalah artikan oleh siswa.
e. Dalam memberikan instruksi bisa menggunakan bermacam cara baik secara
verbal maupun tulisan.
f. Instruksi yang baik menyediakan konstruksi / landasan untuk memulai
pekerjaan.[17]
Kemudian Jane Bluestein memberikan saran-saran agar guru tidak perlu mengulangi
instruksi kepada siswa sebagai berikut:
a. Pastikan guru sudah mendapatkan perhatian siswa, tunggu hingga siswa
selesai bicara, menulis, atau berbenah sebelum guru mulai bicara, kemudian
gunakan sinyal auditori (seperti bunyi lonceng / bel / kata-kata “lihat saya,
harap tenang”) untuk membantu mengalihkan perhatian siswa.
b. Berikan instruksi secara verbal sesingkat dan sejelas mungkin.
c. Pastikan instruksi tersebut tersedia dalam bentuk tulisan, misalnya pada
papan tulis / kertas.
d. Ijinkan siswa saling bertanya untuk mengklarifikasi.
e. Beritahu orang tua siswa apa saja kebijakan guru dalam memberikan tugas
dan petunjuk sebelum mengimplementasikannya serta pilihan-pilihan apa saja yang
diberikan kepada siswa.[18]
2. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Barak Rosenshine dalam American
Educator, dikemukakan 17 prinsip efektif dalam memberikan instruksi.
Diantaranya sebagai berikut:
a.
Begin a lesson with a short review of previous learning.
b.
Present new material in small steps with student practice after each
step.
c.
Ask a large number of questions and check the responses of all student.
d.
Provide model; providing student with models and worked examples can help
them learn to solve problem faster.
e.
Guide student as the begin to practice.
f.
Give clear and detailed instructions and explanations.
g.
Think aloud and model steps.
h.
Monitor students when they begin independent practice.
i.
Use more time to provide explanations.
j.
Check the responses of all students
k.
Provide many examples
G.
Hubungan Manajemen Instruksi Dengan Pembelajaran
Manajemen instruksi
dengan sendirinya bukan merupakan bagian dari pembelajaran, akan tetapi
memungkinkan terjadinya pembelajaran dengan mencegah munculnya
gangguan-gangguan terhadap pembelajaran dan meminimalisir pengaruh negatif dari
gangguan yang terlanjur terjadi. Perbedaan antara manajemen dan pembelajaran merupakan hal yang sangat
penting untuk diingat serta hal yang mudah pula dilupakan. Manajemen instruksi
yang baik memang merupakan hal yang penting bagi pembelajaran, akan tetapi
tidak serta merta cukup untuk menimbulkan pembelajaran tersebut. Untuk
memastikan munculnya sebuah pembelajaran yang sesungguhnya, para guru harus
menjaga berbagai segi pendidikan diantaranya perkembangan para siswa, sifat
dasar pengetahuan, motivasi, evaluasi, dan lain sebagainya.[20]
Dapat dikatakan bahwa manajemen instruksi memiliki peran penting dalam
memperlancar jalannya pembelajaran dengan memberikan keterampilan khusus kepada
guru dalam mengelola perintah-perintah belajar yang secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada kondisi psikologis siswa dalam menerima pelajaran.
Keterampilan itu berupa strategi dalam memberikan perintah untuk mengatasi dan
mencegah berbagai gangguan yang muncul dari diri siswa maupun lingkungan
sekitar. Di Indonesia makna instruksi yang berarti perintah menjadi bias dengan
kata instruksional yang berarti pembelajaran, meskipun memang kegiatan
instruksional guru tidak bisa lepas dari instruksi-instruksi dari guru tersebut
dalam memberikan pembelajaran kepada siswa.
KESIMPULAN
Manajemen instruksi adalah koordinasi dari tugas-tugas pengajaran
dan pembelajaran yang bertujuan menjadikan instruksi lebih efektif dan efisien
serta mengharuskan pencegahan terhadap gangguan dan memberikan respon yang
konstruktif terhadap gangguan yang terlanjur muncul. Untuk mencegah munculnya gangguan bisa
dilakukan dengan tata ruang kelas, distribusi tanggungjawab, pendidikan antar
teman, gaya kepemimpinan dan suasana kelompok, teknik kepemimpinan dalam kelas,
serta hubungan pertemanan. Kemudian dalam merespon berbagai gangguan dapat
dilakukan dengan tujuh strategi khusus, dan cara merespon gangguan bisa melalui
pendekatan humanis, negosiasi, dan modifikasi prilaku.
Dalam mengimplementasikan manajemen
instruksi ada beberapa sistem yang sudah
kita kenal yaitu sistem instruksi pribadi (SIP), sistem Instruksi sesuai
kebutuhan individu (ISKI), dan CSI (Cognitive Strategy Instruction).
Sedangkan strategi yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan instruksi
yaitu dengan mengubah ekspektasi menjadi instruksi. Meski ada banyak sistem
yang ditawarkan, guru juga memiliki wewenang dalam memodifikasi / mengembangkan
sistem-sistem lain dalam manajemen instruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Mubiar, Permasalahan
Belajar dan Inovasi Pembelajaran, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011.
Bluestein, Jane, Manajemen Kelas, Jakarta: PT. Indeks,
2013.
Butler, Shari,
Kelsi Urrutia, dkk, A Review of the Current
Research on Comprehension Instruction, National Reading Technical Assistance
Center (NRTA), U.S. Department of
Education 2010.
Hasibuan, Dasar-dasar
manajemen, Jakarta : Bumi Aksara, 2005.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id
http://s3.amazonaws.com,
http://teachingld.org/, Cognitive
Strategy Instruction, Issue
19, Spring 2012.
http://www.artikata.com
https://id.wikipedia.org
Mahabbati, Aini, ” Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi
dan Perilaku di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Khusus (JPK), Vol.2
No.2 Nopember 2006.
Rosenshine, Barak, Principles of Instruction; Research Based
Strategies that All Teachers Should Know, Article American Educator, Spring
2012.
Seifert, Kelvin, Manajemen Pembelajaran
dan Instruksi Pendidikan, Jogjakarta: Ircisod, 2007.
Suryani,
Yulinda Erma, “Kesulitan Belajar”, Jurnal Magistra, No. 73 Th. XXII September 2010.
Syukur, Fatah, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada
Madrasah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013.
[1] Hasibuan, Dasar-dasar manajemen,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2005). hlm. 2.
[5] Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 159-162.
[6] Ibid., hlm. 163.
[7] Mubiar Agustin, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran, (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 37-39.
[8] Yulinda Erma Suryani, “Kesulitan Belajar”, Jurnal Magistra, No. 73 Th.
XXII September 2010, hlm. 34.
[9] Aini Mahabbati, ” Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan
Perilaku di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Khusus (JPK), Vol.2
No.2 Nopember 2006, hlm. 1-4
[10] Kelvin Seifert, Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan,
(Jogjakarta: Ircisod, 2007), hlm. 225-233.
[11] Ibid., hlm. 237-240.
[12] Ibid., hlm. 241-250
[13] Ibid., hlm. 258-264.
[14] http://s3.amazonaws.com, http://teachingld.org/, Cognitive Strategy
Instruction, Issue 19, Spring 2012, diakses 10 Desember 2016.
[15] Shari Butler, Kelsi Urrutia, dkk, A Review of the Current Research on Comprehension Instruction, National Reading Technical
Assistance Center (NRTA), U.S.
Department of Education 2010, hlm.
1-20.
[17] Jane Bluestein, Manajemen Kelas,(Jakarta: PT. Indeks, 2013),
hlm. 4-8.
[18] Ibid., hlm. 8.
[19] Barak Rosenshine, Principles of Instruction;
Research Based Strategies that All Teachers Should Know, Article American
Educator, Spring 2012. hlm. 19.
[20] Kelvin Seifert Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, hlm.
265-266.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda