EVALUASI
KURIKULUM DI MADRASAH IBTIDAIYAH
A.
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting
terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya
kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Kurikulum
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada
berbagai jenis dan tingkat pendidikan. Dewasa ini, pendidikan nasional
sudah menyadari begitu pentingnya peranan dan fungsi kurikulum. Kurikulum
merupakan sebuah alat yang krusial bagi
pendidikan, baik itu secara formal, maupun nonformal,
sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum
tersebut. Pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang
sangat fundamental mendasari pendidikan
selanjutnya, yaitu pendidikan
menengah dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar dimanifestasikan
dalam bentuk sekolah dasar
(SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) serta
sekolah menengah pertama (SMP)
dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs).
Fungsi
pendidikan dasar secara umum
diarahkan pada penanaman
nilai, sikap dan
rasa keindahan, memberikan dasar-dasar
pengetahuan, kemampuan dan
kecakapan dalam membaca, menulis
dan berhitung dalam
kapasitas siswa untuk
melanjutkan pendidikannya ke pendidikan
menengah dan atau
hidup di masyarakat, sebagaimana menjadi sasaran
pendidikan nasional. Sejalan dengan
tuntutan zaman, perkembangan
masyarakat serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi,
dunia pendidikan sudah menginjakkan kakinya
kedalam dunia inovasi.
Inovasi
dapat berjalan dan mencapai
sasarannya, jika program
pendidikan tersebut direncanakan
dan dilaksanakan sesuai dengan
kondisi dan tuntutan
zaman. Kurikulum
memegang kedudukan kunci
dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan
penentuan arah, isi
dan proses pendidikan,
yang pada akhirnya menentukan
macam dan kualifikasi
lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum mempunyai andil
yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Setiap
program kegiatan yang direncanakan seharusnya diakhiri dengan evaluasi begitu juga dengan kurikulum. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program
atau kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang diharapkan.
Dari kegiatan evaluasi tersebut akan diketahui hal-hal yang telah dicapai,
apakah suatu program akan diteruskan atau direvisi, bahkan diganti sama sekali.[1] Evaluasi
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan. Sehingga untuk mengetahui seberapa
efektifnya kurikulum suatu lembaga pendidikan maka kita perlu melakukan
evaluasi. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai evaluasi
kurikulum di Madrasah Ibtidaiyah.
B. EVALUASI KURIKULUM
1. Konsep Evaluasi
Evaluasi
adalah penilaian yang dalam bahasa Inggris disebut evaluation, yang
mengandung arti menilai tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu.[2]
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa
evaluasi merupakan kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap proses serta
hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkesinambungan, berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai
pencapaian standar nasional pendidikan.[3]
Secara prinsipil evaluasi merupakan suatu kegiatan penilaian yang bertujuan
untuk mengukur tingkat efektifitas kegiatan dalam mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karenaanya, kegiatan evaluasi harus dilaksanakan melalui
perencanaan, pengumpulan informasi, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang
hasil belajar siswa.[4]
Tujuan
utama dari suatu kegiatan evaluasi adalah untuk membuat keputusan sebagaimana
yang dikemukakan oleh Taylor yang dikutip oleh Sudaryono bahwa tujuan evaluasi
adalah untuk mengembangkan suatu kebijakan yang bertanggungjawab mengenai
pendidikan.[5]
Dalam
Bukunya Ngalim Purwanto, di dapatkan
beberapa fungsi evaluasi dalam bidang pendidikan sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami
atau melakukan kegiatan belajar mengajar selama
jangka waktu tertentu.
b.
Untuk
mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c.
Untuk
keperluan bimbingan dan konseling
e.
Untuk
mengetahui aspek- aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajar.
f.
Sebagai
sarana umpan balik bagi seorang guru yang bersumber dari siswa.
2. Konsep Kurikulum
Dalam bahasa arab, kurikulum sering
disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan terang yang dilalui
manusia dalam kehidupannya. Istilah tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan,
berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[8] Menurut UU Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[9]
Pengertian kurikulum berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam pandangan lama
(tradisional), kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus
disampaikan guru dan dipelajari siswa. Dari pengertian ini dapat dikatakan
bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan guru kepada siswa
untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Pengertian kurikulum ini, sama
dengan rencana pelajaran di sekolah (RPP dan Silabus), yang disajikan guru
kepada murid. Kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar singkat mengenai
sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan di sekolah atau program silabus atau
pokok bahasan yang akan diajarkan.[10] Dalam pandangan yang
muncul kemudian (modern), penekanan terletak pada pengalaman belajar. Dengan titik
tekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman yang disajikan
kepada para siswa dibawah pengawasan atau pengarahan sekolah.[11] Sejumlah ahli teori kurikulum berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya
meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa
yang terjadi dibawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang
formal juga kegiatan kurikuler yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak
formal ini sering disebut ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.[12]
Kurikulum memiliki
kedudukan
sentral (pusat) dalam seluruh proses pendidikan, serta
memiliki kedudukan strategis dalam mengarahkan segala bentuk aktivitas
pendidikan di sekolah/madrasah demi tercapainya tujuan pendidikan. Berkaitan
dengan hal itu, kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah:
a. Kurikulum
merupakan sesuatu yang sangat strategis untuk mengendalikan jalannya proses
pendidikan. Hal ini menunjukkan kurikulum menjadi tempat kembali dari semua
kebijakan-kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pihak manajemen sekolah atau
pemerintah.
b. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu
rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan
urutan isi, serta proses pendidikan.[13]
Adapun fungsi Kurikulum, berkenaan dengan pemanfaatan dan
kegunaan kurikulum untuk semua pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan. Pada dasarnya
kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan untuk mencapai tujuan pendidikan
sesuai yang dicita-citakan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah, kurikulum
berfungsi untuk menyusun perencanaan dan program sekolah. Bagi pengawas sekolah, kurikulum berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi.[14] Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam
membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses
pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kurikulum berfungsi sebagai suatu
pedoman belajar.
Sedangkan peran kurikulum,
berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab kurikulum sebagai salah satu komponen
dalam pendidikan yang memuat tentang arah dan tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis
mengemban peranan sebagai berikut :
a. Peranan Konservatif, adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan
sosial kepada generasi muda.
b. Peranan Kritis / Evaluatif, kebudayaan senantiasa berubah dan sekolah
tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai, memilih
unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan.
c. Peran Kreatif, kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam arti mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan
kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang dalam masyarakat.[15]
Kurikulum memiliki
beberapa komponen, disinilah para pemikir pendidikan mempunyai perbedaan ragam dalam menentukan jumlah
komponen kurikulum. Subandijah membagi komponen kurikulum menjadi lima yaitu: tujuan, isi, strategi,
media, dam proses. Sedangkan menurut Nasution komponen kurikulum ada empat yaitu: tujuan, bahan pelajaran,
proses, dan penilaian. Berikut ini akan di uraikan secara singkat mengenai
komponen-komponen tersebut.[16]
a. Komponen tujuan, merupakan hal paling penting dalam
proses pendidikan.yaitu hal yang ingin dicapai secara keseluruhan, yang
meliputi tujuan domain kognitif, afektif, dan domain psikomotor.
b. Komponen isi dan struktur progam
atau materi, merupakan bahan yang diprogamkan guna
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Uraian bahan pelajaran inilah
yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap belajar mengajar dikelas
oleh pihak guru. Isi atau materi berupa materi-materi bidang studi, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA,
IPS, dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang
maupun jalur pendidikan yang ada. Bidang-bidang tersebut biasanya telah
dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang bersangkutan.[17]
c. Komponen media atau sarana dan
prasarana, merupakan alat bantu untuk memudahkan
pendidik dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh
peserta didik dalam proses belajar mengajar. Ketepatan memilih alat media
merupakan suatu hal yang penting dikarenakan akan
mempengaruhi daya tangkap peserta didik.[18]
d. Komponen strategi belajar mengajar, dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memahami
suatu strategi pembelajaran. Dengan menggunakan strategi yang
tepat dan akurat proses belajar mengajar dapat memuaskan pendidik dan peserta
didik khususnya pada proses transfer ilmu yang dapat ditangkap para peserta
didik. Akan tetapi penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan
oleh tingkat kompetensi pendidik.[19]
e. Komponen proses belajar mengajar, komponen ini erat kaitannya
dengaan suasana belajar di dalam ruangan kelas maupun di luar kelas. Upaya seorang pendidik untuk
menumbuhkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar merupakan langkah yang
tepat. Komponen proses ini juga berkaitan dengan kemampuan pendidik dalam
menciptakan suasana pengajaran yang kondusif agar efektivitas
tercipta dalam proses pembelajaran. Pada intinya guru harus mengoptimalkan
perannya sebagai educator, motivator, manager, dan fasilitator.[20]
f. Komponen evaluasi atau penilaian, komponen
ini untuk melihat sejauh mana tingkat
keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum. Dengan evaluasi atau penilaian
akan diketahui tingkat keberhasilan dari semua komponen. Evaluasi yang signifikan dan
berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya suatu pengembangan
kurikulum secara efektif dan bermakna. Dengan evaluasi juga dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan
tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan
yang perlu dilakukan. Evaluasi kurikulum membutuhkan pengumpulan, pemrosesan, dan interpretasi mengenai
data terhadap program pendidikan.[21]
3. Konsep Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan suatu aktivitas ilmiah yang memiliki keterkaitan erat dengan
proses pengembangan kurikulum. Keduanya tidak terpisahkan dan hubungan antar
keduanya digambarkan seperti gigi roda. Kurikulum adalah gigi utama yang ditopang oleh gigi evaluasi kurikulum.
Evaluasi kurikulum tanpa kurikulum tidak punya arti, sebaliknya kurikulum tanpa
evaluasi tidak akan mendapatkan hasil maksimal baik dalam proses kontruksi
kurikulum maupun dalam proses pelaksanaan kurikulum. Dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a tahun 2013
Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Evaluasi Kurikulum dijelaskan bahwa evaluasi kurikulum adalah serangkaian
tindakan sistematis dalam mengumpulkan informasi, pemberian pertimbangan dan
keputusan mengenai nilai dan makna kurikulum. Evaluasi Kurikulum berfokus pada empat
dimensi kurikulum yaitu ide, dokumen, implementasi, dan hasil.
Evaluasi Kurikulum dimaksudkan untuk
meneliti kembali, apakah suatu proses atau kegiatan yang terdapat dalam kurikulum itu
telah dan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang diharapkan.
Luas dan
sempitnya program evaluasi
kurikulum, ditentukan oleh tujuannya. Apakah evaluasi tersebut
ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan komponen-komponen dalam sistem
kurikulum atau hanya komponen tertentu dalam sistem kurikulum tersebut. Dalam
konteks evaluasi kurikulum, kegiatan evaluasi dilakukan pada semua komponen, yang
meliputi:
a. Evaluasi penjajakan kebutuhan dan kelayakan kurikulum,
b. Evaluasi pengembangan kurikulum,
c. Evaluasi proses belajar-mengajar,
d. Evaluasi bahan pembelajaran,
e. Evaluasi keberhasilan (produk) kurikulum,
f. Penelitian kurikulum atau riset evaluasi Kurikulum.[22]
C. DIMENSI DAN KRITERIA EVALUASI KURIKULUM
Meskipun evaluasi kurikulum adalah bagian
dari totalitas sistem penilaian sekolah, pelaksanaan evaluasi kurikulum secara
fungsional merupakan bagian dari sistem kurikulum dan subjek untuk rekayasa
kurikulum. Ada empat dimensi dari evaluasi kurikulum yaitu:
a. Evaluasi guru dalam menggunakan kurikulum. Evaluasi
guru dalam penggunaan kurikulum secara logis adalah hal pertama untuk
dilakukan. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengamatan data-data penggunaan
guru terhadap kurikulum. Ketika guru tidak menggunakan kurikulum dalam pengembangan
strategi pembelajarannya, maka evaluasipun dihentikan.
b. Evaluasi desain kurikulum adalah evaluasi yang paling
sulit dilakukan karena ketiadaan kriteria dalam pelaksanaannya. Desain yang
berbeda tentu tidak dapat dibandingkan dan disesuaikan dengan kreteria yang
umum. Untuk memastikan kesuksesan seorang guru dalam menggunakan kurikulum,
maka kecukupan desain perlu diperhatikan.
c. Evaluasi lulusan, adalah penilaian kurikulum sebagai
instrument untuk.memprediksi lulusan. Hal ini juga sangat sulit untuk dilakukan,
karena beberapa variabel sistem pembelajaran awal sekolah telah terjadi
percampuran antara waktu perencanaan kurikulum dengan ketaatan pembelajaran
siswa.
d. Evaluasi sistem kurikulum Setiap aspek kurikulum harus
di bawah pengawasan evaluasi. Pemilihan arena, pemilihan orang yang terlibat,
pengorganisasian orang-orang untuk bekerja, prosedur kerja, tugas-tugas yang
diperankan oleh kepemimpinan personal adalah keseluruhan subjek yang harus
dievaluasi baik kelebihan maupun kekurangannya. Hal inilah yang membuat sistem
kurikulum bekerja. Umpan balik dari evaluasi itu dapat membantu untuk
memperbaiki sistem dan menyediakan keberlanjutan dan perkembangan sistem
kurikulum dari tahun ke tahun.
Adapun kriteria pelaksanaan evaluasi
kurikulum yang baik adalah sebagai berikut:
a. Continuity yaitu evaluasi harus dilakukan
berkesinambungan dan merupakan bagian terpadu disetiap bagian pembelajaran dan
pengajaran.
b. Scope yaitu prosedur evaluasi harus bervariasi sebagai
cakupan dari tujuan.
c. Compatibility yaitu evaluasi harus kompatibel dengan rumusan tujuan.
d. Validity yaitu prosedur evaluasi harus mengukur
apa yang seharusnya diukur.
e. Objectivity yaitu evaluasi harus
didasarkan pada objektivitas, dan hindari yang mengarah pada subjektivitas.
f. Diagnostic value yaitu evaluasi harus mengenal
tingkatan performa siswa dan proses yang diperlukan untuk mencapai performa tersebut.
g. Participation yaitu prosedur evaluasi
dimungkinkan untuk ditingkatkan oleh para siswa itu sendiri.[23]
D.
TUJUAN EVALUASI KURIKULUM
Tujuan evaluasi adalah penyempurnaan kurikulum dengan
cara menyempurnakan proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan
ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kerja yang dievaluasi adalah
efektivitas, efisiensi,
relevansi, dan kelayakan program.
Menurut Zaenal Arifin tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk mengetahui
keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum, baik yang menyangkut tentang
tujuan, isi/materi, strategi,
media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan
evaluasi kurikulum berbeda-beda tergantung dari konsep atau pengertian
seseorang tentang
evaluasi. Tujuan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menyediakan
informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan pelaksanaan suatu kurikulum
sebagai masukan bagi pengambil keputusan.
2. Menentukan tingkat
keberhasilan dan kegagalan suatu kurikulum serta faktor-faktor
yang berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu.
3. Mengembangkan
berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan
dalam upaya perbaikan kurikulum.
4.
Memahami dan
menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaaan kurikulum.
Tujuan evaluasi
yang komprehensif dapat ditinjau dari tiga dimensi, yakni:
1. Dimensi formatif-sumatif, formatif: evaluasi dilakukan sepanjang pelaksanaan
kurikulum. Sumatif: proses
evaluasi dilakukan pada akhir jangka waktu
tertentu (misalnya pada akhir semester, tahun pelajaran atau setelah lima
tahun) untuk mengetahui efektivitas kurikulum dengan menggunakan semua data
yang dikumpulkan
selama pelaksanaan dan akhir proses implementasi kurikulum.
2. Dimensi proses-produk, proses yang dievaluasi ialah metode
dan proses dalam pelaksanaan kurikulum. Tujuannya ialah untuk mengetahui metode
dan proses yang digunakan dalam implementasi kurikulum. Produk yang
dievaluasi ialah hasil-hasil yang nyata yang
dapat dilihat seperti silabus, satuan pelajaran dan alat-alat pelajaran yang dihasilkan
oleh guru dan hasil-hasil siswa yang berupa hasil test.
E.
MODEL-MODEL EVALUASI KURIKULUM
Dalam
studi tentang evaluasi,
banyak sekali dijumpai
model-model evaluasi dengan format
atau sistematika yang
berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama.
Zainal Arifin (2009) membagi model-model evaluasi sebagai
berikut:
1. Model Tyler, model ini
dibangun atas dua
dasar pemikiran. Pertama,
evaluasi ditujukan pada tingkah
laku peserta didik.
Kedua, evaluasi harus dilakukan pada
tingkah laku awal
peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah melaksanakan
(hasil). Dasar pemikiran kedua ini
menunjukkan bahwa seseorang
evaluator kurikulum harus dapat menentukan perubahan
tingkah laku apa
yang terjadi setelah
peserta didik mengikuti pengalaman
belajar tertentu, dan menegaskan
bahwa perubahan yang terjadi
merupakan perubahan yang
disebabkan oleh kegiatan
kurikulum.[25]
2. Model yang Berorientasi pada
tujuan (Goal Oriented Evaluation Model), Model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana
pelaksanaan kegiatan suatu kurikulum dengan
proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang
ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan
kurikulum berdasarkan kriteria tertentu. Kelebihan model
ini terletak pada
hubungan antara tujuan dan
kegiatan yang menekankan pada peserta
didik sebagai aspek penting
dalam kurikulum. Kekurangannya
adalah memungkinkan terjadinya
proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
3. Model Pengukuran “measurement
model” (R.Thorndike
dan R.Lebel), Model ini sangat
menitik beratkan pada
kegiatan pengukuran. Pengukuran
digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang
dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu.
Dalam pengembangan model kurikulum, model
ini telah diterapkan untuk
mengungkap
perbedaan-perbedaan individual
maupun kelompok dalam hal kemampuan, dan sikap.[26]
4. Model Kesesuaian “congruence
model”
(Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach), Model ini
memamdang evaluasi sebagai
suatu kegiatan untuk melihat
kesesuaian (congruence) antara
tujuan dan hasil
belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi
digunakan untuk
menyempurnakan sistem bimbingan peserta
didik dan untuk memberikan informasi
kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Objek evaluasi adalah
tingkah laku pesertadidik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behavior) pada
akhir pendidikan, baik yang menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotor.[27]
5. Model Evaluasi
Sistem Pendidikan “Educational System
Evaluation Model” (Daniel L.
Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake, dan Malcolm M. Provus), Evaluasi berarti membandingkan
performance dari berbagai dimensi (tidak
hanya hasil dimensi saja)
dengan sejumlah kriteria,
baik yang bersifat mutlak/intern
maupun relatif/ekstern. Model
ini menekankan sistem sebagai
suatu keseluruhan dan
merupakan penggabungan dari beberapa model.[28]
6. Model Alkin (Marvin Alkin, 1969), Evaluasi adalah suatu proses
untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi
sehingga dapat disusun
laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa
alternatif.
7. Model Brienkerhoff, Mengemukakan ada
tiga jenis evaluasi
yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang
sama diantaranya yaitu: (a). fixed vs emergent evaluation design, (b). formative vs summative evaluation,
(c). desain experimental dan desain quasi eksperimental vs natural
inquiri. h) Model Illuminatif (Molcom Parlett dan Hamilton), model ini lebih menekankan pada
evaluasi kualitataif-terbuka (open-ended).[29] Kegiatan
evaluasi dihubungkan dengan
learning milieu, yaitu lingkungan sekolah sebagai lingkungan
material dan psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menganalisis
pelaksanaan sistem, faktor-faktor
yang mempengaruhinya, kelebihan
dan kekurangan sistem,
dan pengaruh sistem
terhadap pengalaman peserta didik.
hasil evaluasi lebih
bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan
prediksi.
8. Model Responsif (Reponsive
Model), Model
ini menekankan pada
pendekatan kualitataif-naturalistik. Evaluasi diartikan sebagai pemberian
makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai prespektif
orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi
adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
9. Model Studi Kasus, Model ini memiliki
beberapa karakteristik, antara
lain: (a) terfokus pada
kegiatan kurikulum di
suatu sekolah, di
kelas atau bahkan
hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru, (b) tidak mempersoalkan pemilihan sampel, (c) hasil
evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi dilakukan, (d)
tidak ada hasil
evaluasi, (e) data
yang dikumpulkan terutama data
kualitatif, dan (f)
adanya realitas yang
tidak sepihak (multiple
realities).
F.
EVALUASI KURIKULUM
DI MADRASAH IBTIDAIYAH
Dari beberapa model evaluasi kurikulum diatas, menurut yang paling tepat digunakan di Madrasah
Ibtidaiyah adalah model studi kasus karena dengan model ini pelaksanaan
evaluasi kurikulum dapat berjalan secara maksimal. Untuk menggunakan model ini dengan
mendekatkan dan mengakrabkan dirinya terhadap kurikulum yang akan dievaluasi
sehingga evaluator tidak kaku dalam mengumpulkan data. Kekakuan evaluator dapat berakibat kegagalan dalam
evaluasi. Artinya, pada langkah ini, evaluator harus mempelajari
kurikulum, baik dalam dimensi ide maupun dimensi rencana. Evaluator juga harus
beradaptasi di lapangan dengan berbagi persoalan dan kebiasaan yang ada
sehingga dia tidak merasa sebagai orang asing di tempat tersebut.
Setelah evaluator mempelajari tentang
kurikulum dan beradaptasi dengan lingkungan, barulah ia mengembangkan
instrumen. Prosedur standarisasi instrumen terutama reliabilitas tidak terlalu
dipersoalkan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data terutama adalah observasi. Meskipun demikian,
evaluator dapat juga menggunakan wawancara, kuisioner, dan dokumentasi untuk
menggumpulkan data-data kualitatif. Hal terpenting bagi evaluator adalah
instrument yang dikembangkan harus bersumber dari masalah-masalah yang timbul dari hasil pra-survei di
lapangan dengan bentuk pertanyaan terbuka. Analisis data dilakukan ketika
evaluator masih berada di lapangan dan masih dalam proses pengumpulan data.
Keberhasilan suatu evaluasi kurikulum secara keseluruhan bukan hanya dipengaruhi
penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi, melainkan juga dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain:
a)
Tujuan kurikulum, baik tujuan umum maupun
tujuan khusus. Seringkali kedua tujuan kurikulum
ini saling bertentangan satu sama lain dilihat dari kebutuhan dan
komponen-komponen kurikulum lainnya. Bahkan, kadang-kadang evaluator sendiri
mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Semuanya harus dipertimbangkan agar terdapat
keseimbangan dan keserasian.
b) Sistem sekolah, mengingat kompleksnya sistem
sekolah, maka fungsi
sekolah juga menjadi ganda. Disatu pihak sekolah ingin mewariskan kebudayaan masa lampau dengan
sistem normal, nilai, dan adat yang dianggap terbaik untuk generasi muda.
Dipihak lain, madrasah berkewajiban mempersiapkan peserta didik
menghadapi masa depan, memperoleh kemampuan dan keterampilan berinovasi, bahkan
menghasilkan perubahan. Jadi, madrasah sekaligus bersikap konservatif-radikal
serta reaksioner-progresif. Peranan evaluasi menjadi sangat penting
untuk melihat dan mempertimbangkan hal-hal apa yang perlu
diberikan di madrasah. Begitu juga bentuk kurikulum dan silabus mata pelajaran
sangat bergantung pada evaluasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di madrasah,
sehingga timbul masalah lainnya yaitu teknik evaluasi apa yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan itu.
c) Program pembinaan, banyak program pembinaan yang belum
menyentuh secara langsung tentang evaluasi. Program pembinaan guru misalnya,
lebih banyak difokuskan pada pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran. Hal ini
pula yang menyebabkan perbaikan sistem evaluasi menjadi kurang efektif. Guru juga
sering dihadapkan dengan beragam kegiatan, seperti membuat persiapan mengajar,
mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, penyesuaian diri dan kegiatan
administratif lainnya. Artinya,bagaimana mungkin kualitas sistem evaluasi
kurikulum di madrasah dapat ditingkatkan, bila fokus pembinaan guru hanya
menyentuh domain-domain tertentu saja, ditambah lagi dengan kesibukan-kesibukan
guru diluar pokoknya sebagai pengajar.
G.
KESIMPULAN
Evaluasi merupakan bagian dari sistem menejemen, yaitu perencanaan organisasi,
pelaksanaan, dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan,
organisasi, kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Evaluasi
bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data untuk bahan
penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti.
Evaluasi kurikulum sangat penting dilakukan karena evaluasi kurikulum dapat
menyajikan informasi mengenai kesesuain, efektivitas, dan efisiensi kurikulum tersebut
terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana
informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan, tetapi perlu
direvisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan penyesuaian perkembangan
ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan pasar yang berubah. Evaluasi kurikulum
dapat menyajikan bahan informasi mengenai area-area kelemahan kurikulum
sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan
menuju lebih baik. Adapun model evaluasi yang tepat digunakan di madrasah
adalah model studi kasus karena dengan model ini pelaksanaan evaluasi kurikulum
di madrasah dapat berjalan secara maksimal.
H.
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013).
Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor
20 Tahun 2003, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, 2003).
Supriadi, Gito, Kemampuan Guru Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar Pendidikan
Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Se-Kota Palangka Raya, Jurnal Studi Agama
dan Masyarakat, Volume 1, Nomor 1, Juni 2007.
Haryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1999).
Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999).
Muslich, Masnur, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangnnnya, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005).
Nasir, Muhammad, Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah, Jurnal
Penelitian Vol.10 No.2 Oktober 2009.
Sukmadinata, Nana
Syaodih, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2009).
Nasution, Kurikulum dan
Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006).
Purwanto, Ngalim, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2015).
Ahid, Nur, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica,
Vol. 1, No. 1, September 2006.
Sariono, Kurikulum 2013: Kurikulum
Generasi Emas, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume 3.
Subandijah, Pengembangan dan
Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996).
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi
Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012).
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007).
Sukardi, Evaluasi Pendidikan
Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksra, 2012).
Sukardi, Evaluasi Pendidikan
Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012).
UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut).
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja
Rosdakarya), 2011.
[1] Gito
Supriadi, Kemampuan Guru Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama
Islam Di Madrasah Tsanawiyah Se-Kota Palangka Raya, Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat, Volume 1, Nomor 1, Juni 2007, hlm. 64.
[2]
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 3.
[3]
Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Biro Hukum
dan Organisasi, 2003), hlm. 51.
[4] Masnur
Muslich, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangnnnya, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), hlm. 80
[5]
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012), hlm. 50.
[6] Ngalim
Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2015), hlm. 5-6
[7]Sukardi,
Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksra,
2012), hlm. 4
[8] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), hlm. 1.
[10] Nur Ahid, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica,
Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 18.
[11] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos,
1999), hlm. 162.
[12] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hlm. 5.
[13] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan
Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 3-4.
[14] Sariono, Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas, E-Jurnal Dinas
Pendidikan Kota Surabaya; Volume 3, hlm.
4-5.
[15] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
(Bandung : Remaja Rosdakarya), 2011, hlm. 17
[16] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 53-54.
[17] Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 5.
[18] Abdullah Idi, Op.Cit., hlm. 57-58.
[19] Ibid., hlm. 58
[20] Ibid., hlm. 59.
[21] Ibid., hlm. 59-60.
[22] Nur Ahid, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica,
Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 26-27.
[23] Muhammad Nasir, Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah, Jurnal
Penelitian Vol.10 No.2 Oktober 2009, hlm. 20-21.
[25] Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2012), hlm. 56-57.
[26] Haryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1999), hlm. 72-77.
[27] Ibid., hlm. 77-83.
[28] Ibid., hlm. 84-93
[29] Ibid., hlm. 94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda