KONSEP
DASAR KURIKULUM
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting
terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum
akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Kurikulum
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai
jenis dan tingkat pendidikan. Kurikulum menjadi dasar dan cermin
falsafah pandangan hidup suatu bangsa, akan diarahkan kemana dan bagaimana
bentuk kehidupan bangsa ini di masa depan, semua itu ditentukan dan digambarkan
dalam suatu kurikulum pendidikan. Kurikulum haruslah dinamis dan terus
berkembang untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi pada
masyarakat dunia dan haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan.
Dalam kaitannya dengan usaha membenahi
masalah-masalah pendidikan aspek kurikulum mendapat sentuhan terlebih dahulu.
Hal ini bukan berarti aspek yang lain tidak mendesak untuk ditinjau ulang. Yang
menjadi pertanyaan di sini mengapa
kurikulum? Karena kurikulum dipandang sebagai perangkat pendidikan yang akan
membawa arah pendidikan itu sendiri. Kurikulum bagaikan jarum kompas di tengah
gelombang yang menimbulkan ketidakpastian seorang guru dan peserta didik di
tengah samudra pendidikan yang sangat luas.
A. KONSEP KURIKULUM
1. Hakekat kurikulum
Secara historis,
istilah kurikulum pertama kalinya diketahui dalam kamus Webster (Webster
Dictionary) tahun 1856. Pada mulanya istilah kurikulum digunakan dalam
dunia olah raga, yakni suatu alat yang membawa orang dari start sampai
ke finish. Kemudian pada tahun 1955, istilah kurikulum dipakai dalam
bidang pendidikan, dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan.[1] Dalam bahasa arab,
kurikulum sering disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan terang
yang dilalui manusia dalam kehidupannya. Istilah tersebut jika dikaitkan dengan
pendidikan, berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
nilai-nilai.[2] Menurut UU Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.[3]
Pengertian kurikulum
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam
pandangan lama (tradisional), kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata
pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Pandangan
ini menekankan pengertian kurikulum pada segi isi. Dari pengertian ini dapat
dikatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan guru
kepada siswa untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Pengertian kurikulum
ini, sama dengan rencana pelajaran di sekolah, yang disajikan guru kepada murid.
Kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar singkat mengenai sasaran dan isi
pendidikan yang diajarkan di sekolah atau program silabus atau pokok bahasan
yang akan diajarkan.[4] Dalam pandangan yang
muncul kemudian (modern), penekanan terletak pada pengalaman belajar. Dengan
titik tekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman yang
disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau pengarahan sekolah.[5]
Ada sejumlah ahli teori
kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan
yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah
pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan kurikuler
yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak formal ini sering disebut
ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.[6] Berikut
ini beberapa pengertian kurikulum menurut para pakar, yaitu:
a.
John franklin Bobbit
(1918), menjelaskan kurikulum sebagai mata pelajaran.
b.
Caswell dan Campbell
(1935), kurikulum merupakan seluruh pengalaman dari anak yang berada dalam
pengawasan guru.
c.
Edward A. Krug
(1957), kurikulum terdiri dari cara yang digunakan untuk mencapai /
melaksanakan tujuan yang diberikan sekolah.
d.
Menururt Hilda Taba
(1962), kurikulum adalah rencana pembelajaran.[7]
e.
Schubert (1986),
kurikulum merupakan mata pelajaran, program kegiatan pembelajaran yang
direncanakan, hasil pembelajaran yang diharapkan, agenda rekonstruksi sosial,
dan reproduksi kebudayaan.
f.
Layton (1989),
kurikulum dipengaruhi oleh sistem sosial politik, ekonomi, rasional, teknologi,
moral, keagamaan, dan keindahan.[8]
Dari sejumlah pendapat
di atas dapat disimpulkan, kurikulum adalah semua pengalaman, kegiatan, dan
pengetahuan murid di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau guru.
Pengertian kurikulum ini memberikan implikasi pada program sekolah bahwa semua
kegiatan yang dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar. Kegiatan-kegiatan
tersebut dapat meliputi kegiatan di dalam kelas, seperti kegiatan dalam mengikuti
proses belajar mengajar (tatap muka), praktek keterampilan, dan sejenisnya, atau
kegiatan di luar kelas, seperti kegiatan pramuka, wisata karya, kunjungan ke
tempat-tempat wisata/sejarah, peringatan hari-hari besar nasional dan
keagamaan, dan sejenisnya. Bahkan, semua kegiatan yang berhubungan dengan
pergaulan antara murid dengan guru, murid dengan murid, murid dengan petugas
sekolah, dan pengalaman hidup murid sendiri. Tegasnya, pengertian kurikulum ini
mengandung cakupan yang luas, karena meliputi semua kegiatan murid, pengalaman
murid, dan semua pengaruh baik fisik maupun non fisik terhadap pertumbuhan dan
perkembangan murid.
2. Macam Kurikulum
Berikut akan kami sajikan tiga macam bentuk kurikulum
sebagai berikut:
a.
Ideal
Curriculum berarti kurikulum yang ideal
artinya kurikulum mengarah dan mendekati kesempurnaan suatu kurikulum yang
nantinya akan diterapkan. Di dalam ideal curriculum berisi bahan ajar
dan pengalaman belajar yang diprogramkan dan direncanakan serta dirancangkan
secara sistematik untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti SKL, standar isi,
silabus, dan RPP.
b.
Actual
Curriculum berarti kurikulum yang nyata
artinya kurikulum dalam pelaksanaannya bersumber dari kurikulum yang ideal agar
tidak jauh dari tujuan yang diinginkan dari ideal curriculum, contohnya dalam
pembelajaran.
c.
Hidden
Curriculum berarti kurikulum yang
tersembunyi tetapi tidak berarti hilang atau tidak ada melainkan kurikulum yang
tidak direncanakan dan tidak termasuk kedalam kurikulum sekolah. Kurikulum tersembunyi
dapat dipandang sebagai
tujuan yang tidak tertulis, dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu
yang terjadi tanpa direncanakan terlebih
dahulu yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hidden curriculum sebagai
hal yang berhubungan dengan pendidikan moral dan peran guru dalam
mentransformasikan standar nilai moral,
contohnya ketika ada siswa yang terlambat secara langsung guru memberikan
teguran didepan siswa lain sebagai pembelajaran moral dalam disiplin.[9]
3. Kedudukan kurikulum
Kedudukan kurikulum adalah sebagai sentral
(pusat) dalam seluruh proses
pendidikan, serta
memiliki kedudukan strategis dalam mengarahkan segala bentuk aktivitas
pendidikan di sekolah/madrasah demi tercapainya tujuan pendidikan. Berkaitan
dengan hal itu, kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah:
a.
Kurikulum merupakan
sesuatu yang sangat strategis untuk mengendalikan jalannya proses pendidikan. Hal
ini menunjukkan kurikulum menjadi tempat kembali dari semua kebijakan-kebijakan
pendidikan yang dilakukan oleh pihak manajemen sekolah atau pemerintah. Jika
batasan yang seperti ini digunakan, maka dengan sendirinya kedudukan atau
posisi kurikulum di dalam keseluruhan proses pendidikan menempati posisi yang
sangat sentral.
b.
Kurikulum mengarahkan
segala bentuk aktivitas pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana
pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan
isi, serta proses pendidikan.
c.
Kurikulum juga
merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni para ahli atau spesialis kurikulum,
yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis
bagi pengembang kurikulum berbagai institusi pendidikan.[10]
4. Fungsi kurikulum
Fungsi Kurikulum,
berkenaan dengan pemanfaatan dan kegunaan kurikulum untuk semua pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan. Pada
dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan untuk
mencapai tujuan pendidikan sesuai yang dicita-citakan. Bagi guru, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala
sekolah, kurikulum berfungsi untuk menyusun perencanaan dan program sekolah. Bagi
pengawas sekolah, kurikulum berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi.[11] Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman
dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses
pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kurikulum berfungsi sebagai suatu
pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik,
terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu:
a.
Fungsi Penyesuaian, mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis.
b.
Fungsi Integrasi, mengandung makna bahwa kurikulum sebagi alat pendidikan harus
mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan
anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus
memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan
masyarakatnya.
c.
Fungsi Diferensiasi, mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu siswa, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan
dilayani dengan baik.
d.
Fungsi Persiapan, mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi
ke jenjang pendidikan berikutnya dan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat
hidup dalam masyarakat.
e.
Fungsi Pemilihan, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar
yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
f.
Fungsi Diagnostik, mengandung makna bahwa kurikulum
sebagi alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.[12]
5. Peran Kurikulum
Peran kurikulum,
berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab kurikulum sebagai salah satu komponen
dalam pendidikan yang memuat tentang arah dan tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban
peranan sebagai berikut :
a.
Peranan Konservatif, salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan
dan menafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Dengan demikian, sekolah
sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para
siswa dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan
peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Karena pendidikan itu sendiri
pada hakekatnya berfungsi pula menjembatani antara siswa dengan orang dewasa di
dalam proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih kompleks, dan
disinilah peranan kurikulum turut membantu proses tersebut.
b.
Peranan Kritis / Evaluatif, kebudayaan senantiasa berubah dan sekolah
tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai, memilih
unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut
aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan pada unsur berpikir
kritis. Niali–nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan masa mendatang
dihilangkan dan diadakan modifikasi dan perbaikan, sehingga kurikulum perlu
mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
c.
Peran Kreatif, kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam arti mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan
kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang dalam masyarakat. Guna
membantu setiap individu mengembangkan semua potensi yang ada padanya, maka
kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan dan
keterampilan yang baru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.[13]
6. Komponen kurikulum
Para pemikir pendidikan mempunyai perbedaan ragam dalam menentukan jumlah komponen
kurikulum. Subandijah membagi komponen kurikulum menjadi lima yaitu: tujuan, isi, strategi,
media, dam proses. Sedangkan menurut Nasution komponen kurikulum ada empat yaitu : tujuan, bahan pelajaran,
proses, dan penilaian. Berikut ini akan di uraikan secara singkat mengenai komponen-komponen
tersebut.[14]
1. Komponen tujuan
Tujuan merupakan hal paling penting dalam
proses pendidikan.yaitu hal yang ingin dicapai secara keseluruhan, yang
meliputi :
·
Tujuan domain kognitif yaitu
tujuan yang mengarah pada pengembangan akal dan intelektual peserta didik.
·
Tujuan domain afektif yaitu tujuan
yang mengarah pada penggerakan hati nurani para peserta didik.
·
Tujuan domain psikomotor yaitu
tujuan yang menngarah pada pengembangan ketrampilan jasmani peserta didik.
2. Komponen isi dan struktur progam atau materi
Komponen isi dan struktur progam atau materi merupakan bahan
yang diprogamkan guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Uraian
bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap
belajar mengajar dikelas oleh pihak guru. Isi atau materi berupa materi-materi
bidang studi, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA,
IPS, dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang
maupun jalur pendidikan yang ada. Bidang-bidang tersebut biasanya telah
dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang bersangkutan.[15]
3. Komponen media atau sarana dan prasarana
Media merupakan sarana perantara dalam
mengajar. Sarana dan prasarana atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan
pendidik dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh
peserta didik dalam proses belajar mengajar. Ketepatan memilih alat media
merupakn suatu hal yang penting dikarenakan akan mempengaruhi daya tangkap
peserta didik.[16]
4. Komponen strategi belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memahami
suatu Strategi. Strategi menujuk pada sesuatu pendekatan (approach),
metode (method), dan peralatan mengajar yang diperlukan. Strategi mempunyai arti komprehensif
yang mesti dipahami dan diupayakan untuk pengaplikasiannya oleh seorang
pendidik sejak dari mempersiapkan pengajaran sampai proses evaluasi. Dengan menggunakan strategi yang
tepat dan akurat proses belajar mengajar dapat memuaskan pendidik dan peserta didik
khususnya pada proses transfer ilmu yang dapat ditangkap para peserta didik.
Akan tetapi penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh
tingkat kompetensi pendidik.[17]
5. Komponen proses belajar mengajar
Komponen ini sangatlah penting dalam suatu
proses pendidikan. Tujuan akhir proses mengajar adalah terjadinya perubahn
tingkah laku peserta didik menjadi manusia yang lebih baik. Komponen ini erat
kaitannya dengaan suasana belajar di dalam ruangan kelas maupun di luar kelas. Upaya seorang pendidik untuk
menumbuhkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar merupakan langkah yang
tepat. Komponen proses ini juga berkaitan dengan kemampuan pendidik dalam
menciptakan suasana pengajaran yang
kondusif agar efektivitas tercipta dalam proses pembelajaran. Pada intinya guru
harus mengoptimalkan perannya sebagai educator, motivator, manager, dan
fasilitator.[18]
6. Komponen Evaluasi atau Penilaian
Untuk melihat sejauh mana tingkat
keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, maka diperlukan evaluasi. Dengan
evaluasi atau penilaian akan diketahui tingkat keberhasilan dari semua
komponen. Komponen evaluasi ini tidak hanya
memperlihatkan sejauhmana prestasi peserta didik saja, tetapi juga sebagai
sumber input bagi sekolah sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan suatu
kurikulum. Evaluasi yang signifikan dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk
mendukung terwujudnya suatu pengembangan kurikulum secara efektif dan bermakna. Dengan evaluasi juga dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan
tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan
yang perlu dilakukan. Evaluasi kurikulum membutuhkan pengumpulan, pemrosesan, dan interpretasi mengenai
data terhadap program pendidikan.[19]
B. KURIKULUM SEBAGAI
PROGRAM
Kurikulum
dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[20]
Pada hakekatnya kurikulum menjadi suatu program kegiatan terencana dan memiliki
rentang yang cukup luas hingga membentuk suatu pandangan yang menyeluruh.
Disatu pihak kurikulum dipandang sebagai suatu dokumen tertulis, dan dilain
pihak kurikulum dipandang sebagai rencana tidak tertulis.[21]
Kurikulum merupakan
sebuah program yang didesain, direncanakan, dikembangkan, dan dilaksanakan
dalam situasi belajar mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah. Kurikulum sebagai sebuah program /
rencana pembelajaran, tidaklah hanya berisi tentang program kegiatan, tetapi
juga berisi tentang tujuan yang harus ditempuh beserta alat evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, disamping itu juga berisi tentang
alat atau media yang diharapkan mampu menunjang pencapaian tujuan tersebut. Kurikulum
sebagai suatu rencana pendidikan disusun untuk melancarkan proses
belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.[22] Jadi kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan
berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang
diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma
yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga
kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.[23]
C.
KURIKULUM
SEBAGAI TUJUAN
Kurikulum sebagai tujuan memiliki arti bahwa kurikulum didesain
sebagai usaha / alat dalam mencapai tujuan pendidikan yang disusun secara
hierarki mulai dari tingkat nasional hingga instruksional. Kurikulum pada suatu
sekolah merupakan suatu alat atau usaha dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang diinginkan oleh sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial
untuk dicapai.
Tujuan selalu berkaitan dengan hasil, tetapi tujuan lebih merupakan
kegiatan yang mengandung proses. Tujuan
menampilkan aktivitas yang teratur dan pada akhirnya tujuan akan berdampak pada
hasil.[24]
Dalam merumusan tujuan harus meliputi:
1. Proses mental
2. Produk, bahan yang berkaitan dengan itu.
3. Tujuan yang kompleks harus dispesifikkan
sehingga lebih jelas bentuk kelakuan yang di harapkan.
4. Tujuan harus di nyatakan dalam bentuk
kelakuan yang di harapkan dari kegiatan belajar itu.
5. Tujuan yang sering bersifat ”development”
yaitu tidak dapat di capai sekaligus akan tetapi harus di kembangkan secara
berkala.
6. Tujuan hedaknya realistis atau dapat di
capai siswa pada tingkat dan usia tertntu.
7. Tujuan harus meliputi segala aspek
perkembangan anak yang menjadi tanggung jawab sekolah / madrasah yang biasanya
meliputi aspek kognitif, afektif, serta keterampilan psikomotorik.[25]
Di Indonesia dapat diketahui ada empat tujuan pendidikan yang
secara hierarkis dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum sebagai
berikut;
1.
Tujuan Nasional / Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat
dengan muatan filosofis, yang di rumuskan oleh pemerintah dalam bentuk
undang-undang.
2.
Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus di capai oleh setiap
lembaga pendidikan.
3.
Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus di capai oleh
setiap bidang studi atau mata pelajaran.
4.
Tujuan Pembelajaran atau Instruksional (TP), adalah kemampuan atau keterampilan yang
di harapkan dapat di miliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses
merupakan syarat mutlak bagi guru.[26]
Keempat tujuan pendidikan
diatas bersumber dari tujuan berbangsa dan bernegara yang termuat dalam pembukaan
UUD 1945 sebagai berikut:
1.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia
2.
Untuk memajukan kesejahteraan umum,
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4.
Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
D.
KURIKULUM SEBAGAI REKONSTRUKSI SOSIAL
Masyarakat senantiasa berubah dan akan terus berubah. Masyarakat sekarang jauh
berbeda dengan masyarakat pada masa lalu, dan akan berbeda dengan masyarakat
yang akan datang. Perubahan itu sedikit banyak akan mempengaruhi cara
hidup dan cara berpikir manusia. Masyarakat memiliki ciri dinamis, kedinamisannya
menuntut terus berkembangnya peradaban. Dengan demikian kurikulum harus elastis
dan fleksibel mengikuti detik demi detik perkembangan yang terus diusahakan
oleh manusia. Kurikulum yang fleksibel penting untuk menjaga kelangsungan
manusia.
Membicarakan kurikulum sama halnya membincangkan konsensus (kesepakatan)
sosial, produk kesepakatan berbentuk tulisan atau lisan yang akan dijalankan
bersama guna mencapai tujuan. Konsensus lahir karena sebuah keinginan bersama
untuk melakukan sesuatu hal. Konsensus berisikan nilai-nilai yang berasal dari
seluruh kelompok masyarakat yang sangat mendalam dan substansial yang kemudian
menjadi konstruksi berfikir, bersikap, dan bertindak untuk dilaksanakan oleh
siapa pun yang telah menyepakati.[27]
Kurikulum
sebagai rekonstruksi sosial,
merupakan model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problem-problem
yang dihadapi dalam masyarakat. Pendidikan bukan upaya sendiri
melainkan kegiatan bersama, kerjasama, dan interaksi. Melalui interaksi dan kerjasama, siswa berusaha memecahkan
problem-problem yang dihadapi masyarakat. Percepatan
kurikulum rekonstruksi sosial dapat terjadi ketika para orangtua dan masyarakat
terlibat dalam mengajar dan berperan dalam pelayanan sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial
bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia
dan kemanusiaan.[28]
Ciri-ciri kurikulum yang berorientasi pada rekonstruksi sosial meliputi :
1.
Asumsi tujuan utama kurikulum rekontruksi sosial adalah menghadapkan para
siswa pada tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang dihadapi manusia.
2.
Masalah-masalah sosial yang mendesak bahwa kegiatan belajar dipusatkan
pada masalah-masalah sosial yang mendesak
3.
Pola-pola organisasi pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi
kurikulum disusun seperti sebuah roda, ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih
sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.[29]
KESIMPULAN
Pada hakekatnya kurikulum bisa dipandang sebagai undang-undang
pembelajaran karena didalam rancangan kurikulum termuat berbagai peraturan / pedoman berbagai aspek / komponen yang berkaitan dengan proses pendidikan. Komponen – komponen itu meliputi tujuan,
isi dan materi, media / sarana prasarana, strategi belajar mengajar, proses
pembelajaran, dan evaluasi. Kurikulum
memiliki kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses pendidikan, untuk mengarahkan segala bentuk
aktivitas pendidikan di sekolah/madrasah demi tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum juga berfungsi sebagai pedoman
atau acuan kerja bagi guru, siswa, kepala sekolah, pengawas, orang tua dan
masyarakat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan sesuai yang dicita-citakan
Kurikulum merupakan sebuah program
yang didesain, direncanakan, dikembangkan, dan dilaksanakan dalam situasi belajar
mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah yang berisikan berbagai bahan ajar
dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik
atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran
bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai tujuan berarti kurikulum diarahkan sebagai
pedoman dalam mencapai tujuan pendidikan yang dirumuskan secara nasional, institusional,
kurikuler dan pembelajaran / intruksional. Kurikulum sebagai rekonstruksi
social karena perkembangan dan perubahan kurikulum senantiasa bersifat fleksibel
dan dinamis menyesuaikan kebutuhan, keadaan dan perubahan masyarakat serta
perkembangan zaman / peradaban manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Hery
Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Arifin, Zainal, Konsep dan Pengembangan Kurikulum,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014.
Arifin, Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu
Kurikulum Pendidikan Islam, Jogjakarta: Diva press, 2012.
Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 2014.
Hamalik,
Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2013.
Hanun
Asrohah, Anas Amin Alamansyah, Buku Ajar Pengembangan Kurikulum, Surabaya:
Kopertais IV Press, 2010.
Hikmatul Mustaghfroh,
Hidden Curriculum dalam Pembelajarn
PAI, Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 9, No. 1,
Februari 2014
Idi,
Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013.
Imas Kurinasih,
Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan, Surabaya:
Kata Pena, 2014.
Mudlofir,
Ali, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Rajawali Press, 2012.
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Nur Ahid,
Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1, No.
1, September 2006.
Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara,
2008.
Nasution, Kurikulum
dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Sanjaya,
Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Krikulum Tingkat
satuan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada, 2009.
Sariono,
Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota
Surabaya; Volume 3.
Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum :
Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Tafsir,
Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1994.
Tim
pengembangan MKDP, Kurikulum dan pembelajaran, Jakarta: Rajawali Pers,
2011 .
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Th. 2003, Jogyakarta: Absolut.
Yamin, Moh, Panduan
Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Jogjakarta: Diva Press, 2012.
[1]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 53.
[2]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
1.
[4]
Nur Ahid, Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica,
Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 18.
[5]
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 162.
[6]
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm.
5.
[7]
Imas Kurinasih, Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan
Penerapan, (Surabaya: Kata Pena, 2014), hlm. 5.
[8]
Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta:
Diva press, 2012), hlm. 40-41.
[9]
Hikmatul Mustaghfroh, Hidden Curriculum dalam Pembelajarn PAI, Edukasia: Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 9, No. 1, Februari 2014, hlm. 150-152.
[10]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 3-4.
[11]
Sariono, Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas, E-Jurnal Dinas Pendidikan
Kota Surabaya; Volume 3, hlm. 4-5.
[12]
Tim pengembangan MKDP, Kurikulum dan pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011) hal. 9-10.
[13]
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung :
Remaja Rosdakarya), 2011, hal : 17
[14]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 53-54.
[15]
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 5.
[16]
Abdullah Idi, Op.Cit., hlm. 57-58.
[17]
Ibid., hlm. 58
[18]
Ibid., hlm. 59.
[19]
Ibid., hlm. 59-60.
[20]
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),
hlm.122.
[21]
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm. 5.
[22]
Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Rajawali
Press, 2012) hlm. 3.
[23] Zainal Arifin, Konsep dan Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 18-21.
[24]
Hanun Asrohah, Anas Amin Alamansyah, Buku Ajar Pengembangan Kurikulum,
(Surabaya: Kopertais IV Press, 2010), hal. 124.
[25]
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal.
47-48.
[26]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan
Krikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada,
2009), hal. 106-117.
[27]
Moh Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Jogjakarta:
Diva Press, 2012), hlm. 55.
[28]
Oemar Hamalik, Op.Cit., hlm. 146.
[29]
Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., hlm. 92.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda