Selasa, 20 September 2016

REDESAIN PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS INTEGRASI ILMU



REDESAIN PENDIDIKAN ISLAM  BERBASIS INTEGRASI ILMU

Disusun oleh : Mohammad Saifuddin (2052115002)
Mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Pekalongan

A.      Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin majunya peradaban serta teknologi manusia, maka semakin berkembang pula ilmu pengetahuan (sains) di segala bidang keilmuan. Inilah yang sering membuat masyarakat modern dewasa ini lebih cenderung menyukai, mempelajari ilmu pengetahuan umum (sains) dari pada ilmu agama karena mereka memiliki kecenderungan rasionalistis, realistis, ilmiah dan bersifat materialistis, mereka juga sebagian besar beranggapan ilmu agama ketinggalan zaman. Begitu juga sebaliknya, sebagian besar umat Islam  juga enggan mempelajari Ilmu pengetahuan umum (sains) karena beranggapan sains modern dapat merusak aqidah dan banyak yang tidak sesuai syariat Islam  serta tidak berpahala mempelajarinya dan tidak ada manfaatnya kelak diakhirat. Sehingga bidang keilmuan umat Islam  untuk menciptakan peradaban Islam i yang modern tertinggal jauh dengan umat lain.
Pemahaman yang beragam inilah yang perlu dibenarkan. Sejatinya Islam  tidak pernah melarang adanya perkembangan ilmu pengetahuan umum (sains) dan tidak pula beranggapan haram mempelajarinya, bahkan Islam  menganjurkan umatnya untuk memikirkan dan mempelajari segala sesuatu fenomena yang ada di alam semesta ini dengan pembuktian kebenaran secara ilmiah apa yang telah tertuang didalam Al-Qur’an. Sehingga menjadikan umat Islam  cerdas pemikirannya, tinggi peradabannya dan kuat keimanannya. Begitu pula ketika masyarakat Islam  di dunia modern dewasa ini dalam mempelajari sains perlu juga di bekali dengan pengetahuan agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits supaya mereka tidak terlalu condong kepada sifat materialistis keduniawian serta memiliki filter alami berupa kepekaan batin terhadap situasi disekitarnya. Dalam hal ini peran dunia pendidikan sangat penting dalam merubah mainset masyarakat Islam  menuju masyarakat Islam  yang religius saintific untuk mendapatkan kembali kejayaan Islam  masa lampau.
Pendidikan sendiri dijelaskan dalam undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Pendidikan dalam arti yang lebih luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi 3 aspek kehidupan, yaitu pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.[2] Pendidikan sebagai pondasi pembangunan suatu bangsa memerlukan pembaharuan-pembaharuan sesuai dengan tuntutan zaman. Keberhasilan dalam pendidikan selalu berhubungan erat dengan kemajuan suatu bangsa yang berdampak meningkatnya kesejahteraan kehidupan masyarakat.
Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam  (mencapai lebih dari 85%)[3] memiliki sistem pendidikan khas berupa madrasah, yang dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan madrasah Aliyah. Madrasah Aliyah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional merupakan sekolah formal setingkat SLTA yang bernafaskan Islam  dan berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam  Kementerian Agama RI. Madrasah Aliyah sebagai sekolah menengah atas memiliki peran vital dalam membina dan mendidik remaja muslim berusia 17 – 20 tahun, dimana usia ini merupakan masa pencarian jati diri dengan gelora dan semangat menuju kedewasaan yang menentukan masa depan peserta didik. Madrasah Aliyah merupakan sekolah peralihan bagi peserta didik untuk memilih melanjutkan ke Perguruan Tinggi atau memilih mencari pekerjaan, disinilah kualitas Madrasah sangat menentukan yang diukur dari kualitas output lulusannya dengan seberapa banyak mampu terserap di dunia kerja atau mampu melanjutkan ke Perguruan Tinggi terkemuka. Menurut data BPS jumlah Madrasah Aliyah seluruh Indonesia tahun 2013/2014 sebanyak 7.260 dengan jumlah guru sebanyak 132.277 dan 1.099.366 siswa.[4] Dengan jumlah sebesar itu Madrasah Aliyah menjadi penopang dan masa depan bangsa Indonesia.
 Namun, Madrasah Aliyah selama ini dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat modern. Hal ini dikarenakan minimnya kontribusi keilmuan dan kualitas SDM yang direkrut dan di hasilkan oleh Madrasah Aliyah. Secara umum pandangan negatif masyarakat terhadap Madrasah terletak pada persepsi bahwa Madarasah Aliyah hanya terfokus pada pendidikan keilmuan agama dengan proses pendidikan masih sangat klasikal dan seadanya, sehingga lulusan dari Madrasah sulit bersaing di dunia global khususnya dalam hal lapangan pekerjaan dan kesempatan melanjutkan ke Perguruan Tinggi terkemuka.
Untuk menjawab keraguan masyarakat tentang kualitas Madrasah Aliyah, Kementerian Agama RI telah mengembangkan beberapa model Madrasah unggulan di Indonesia, seperti Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) yang memiliki tujuan mengembangkan pendidikan Madrasah yang istimewa dalam bidang sains dan teknologi yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan sosial dengan model pendidikan asrama (boarding school). Adapun salah satu misi utamanya adalah menyediakan model pendidikan yang mempraktekan pendekatan keterpaduan/integrasi antara ilmu agama, sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat dengan iklim belajar yang menyenangkan, inspiratif, saling mendukung dan saling menghargai.[5]
Di era kontemporer sekarang Madrasah Aliyah hendaknya bercermin pada MAN IC atau Madrasah – madrasah unggulan lainnya yang telah mampu menerapkan integrasi keilmuannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan menghasilkan output lulusan yang siap memenangkan berbagai kompetisi di segala bidang. Untuk lebih mengetahui seberapa jauh penerapan konsep integrasi ilmu dalam proses pendidikan Islam maka kita perlu tahu bagaimana sebenarnya konsep integrasi ilmu yang selama ini menggema di beberapa Universitas Islam  Negeri di Indonesia, seperti: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Syarif Qosim Riau, UIN Alauddin Makassar dan UIN Sunan  Gunung Jati Bandung. Gerakan integrasi ilmu bertujuan  untuk meningkatkan kualitas keilmuan dalam bidang akademik masyarakat muslim  serta mengikis dikhotomi keilmuan. Konsep integrasi ilmu ini mengikuti istilah Prof. Amin Abdullah, integrative dan interkoneksi. Sekalipun gerakan ini belum lama, yakni baru sekitar 10 tahun, tetapi telah memberikan gambaran yang lebih konkrit tentang Islam  yang seharusnya dipahami, tidak saja sebatas sebagai agama tetapi juga menyangkut peradaban yang luas.
Dari berbagai permaslahan diatas penulis ingin mengupas tentang konsep integrasi ilmu yang mampu di jadikan acuan dalam mendesain ulang model pendidikan Islam  di Indonesia khususnya Madrasah Aliyah untuk meningkatkan daya saing di era globalisasi dan pasar bebas dewasa ini.

B.       Pembahasan
1.    Konsep Pendidikan Islam
Konsep diartikan sebagai rancangan atau gambaran dari suatu ide.[6] Sedangkan pendidikan menurut  GBHN ialah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dalam undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I dijelaskan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[7]
Kemudian secara yuridis, di dalam rumusan muqadimah UUD 1945, Pasal 28 ayat 1 UUD 1945, Pasal 31 UUD 1945, dan Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dinyatakan dengan tegas bahwa pelaksanaan pendidikan berorientasi pada tujuan pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa konsep pendidikan merupakan rancangan atau gambaran dari hasil pemikiran atau ide seseorang tentang pemaknaan dan bagaimana pelaksanaan suatu pendidikan dapat berlangsung dengan semestinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Sedangkan dalam ranah pendidikan Islam, pendidikan diartikan sebagai suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia sebagai hamba Allah dan kholifah di muka bumi, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.  Pendidikan Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam harus dapat menanamkan dan membentuk sikap hidup manusia yang dijiwai oleh nilai tersebut, juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan yang sejalan dengan nilai islam dengan ruang lingkup kependidikan Islam yang mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia.[8]
2.    Komponen Pendidikan Islam
Dalam merespon hakekat dan tujuan pendidikan Islam, pendidikan Islam dibekali oleh beberapa komponen penting yang mempengaruhi keberlangsungan, keberhasilan dan kualitas suatu pendidikan, antara lain:
a.    Pendidik, hampir semua faktor pendidikan operasionalnya tergantung ditangan pendidik seperti, metode, bahan pelajaran dan alat pendidikan. Ditangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna, metode penyajian menjadi hidup dan menarik, alat pendidikan akan lebih bermanfaat.[9]
b. Peserta didik/siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan. Siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan sosial, psikologis, dan edukatif/pedagogis.[10]
c.   Kurikulum, berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan serta memiliki komponen yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan.[11]
d.   Sarana Prasarana, merupakan fasilitas yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Sarana pendidikan adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah. Prasarana pendidikan adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.[12]
3.    Agama Islam, Sains dan Teknologi
Pada dasarnya setiap cabang keilmuan memiliki beberapa konsep, karakteristik, metodologi, dan cara pengembangan serta penyampaian yang berbeda. Begitu juga dengan ilmu agama Islam, sains dan teknologi tentu dilandasi dengan dasar yang berbeda, dikarenakan ketiganya memiliki karakteristik dan para ahli yang menguasai bidangnya masing-masing. Meskipun sebenarnya diantara ketiganya memiliki hubungan dan mampu di integrasikan satu sama lain.
Untuk lebih memahami konsep dasar ke tiga cabang keilmuan diatas bisa di jelaskan dengan bagan berikut :
Kebutuhan manusia
Fenomena alam
Al-Qur’an, Hadits

SAINS

TEKNOLOGI
AGAMA ISLAM

Terapan, berkembang
Doktrin, mutlak
Ilmiah, fleksibel
 







Membentuk peradaban
Membentuk teori
Tuntunan hidup




















Makna dari bagan diatas sebagai berikut :
1.    Agama Islam, berfungsi mengatur hubungan timbal balik antara manusia dan Tuhan, manusia dengan sesama dan lingkungan hidup yang bersifat fisik, sosial maupun budaya. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk etika, moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat pula menjadi teologi ilmu serta grand theory ilmu.[13] Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Kahfi ayat 109.
2.    Sains, berarti ilmu pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik. Sains  diperoleh dari hasil observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki dan dipelajari. Sains yang berbasiskan pada penalaran akal dan data ilmiah mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan ilmu–ilmu agama Islam. Sains ini secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a.    Sains naturalis, berupa alam raya dan fisik seperti ilmu fisika, biologi, kedokteran, astronomi dan sebagainya.
b.    Sains sosiologis, berupa perilaku sosial manusia seperti sosiologi, politik, antropologi, pendidikan, komunikasi, psikologi dan sebagainya.
c.    Sains penalaran, berupa filosofis penalaran seperti filsafat, logika, seni.[14]
3.    Teknologi, didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang berasaskan kajian saintifik termaju, seperti menggunakan peralatan elektronik, proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih dan lain-lain. Teknologi merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.[15]
4.    Integrasi Ilmu
Integrasi berasal dari bahasa Inggris Integrate, Integration yang kemudian diadaptasi kedalam bahasa Indonesia menjadi integrasi yang berarti menyatu padukan, penggabungan.[16] Dalam bahasa Indonesia Integrasi diartikan sebagai pembauran, menggabungkan, menyatukan hingga menjadi kesatuan yg utuh atau bulat.[17] Integrasi ilmu juga dimaknai sebagai sebuah proses menyempurnakan atau menyatukan ilmu-ilmu yang selama ini dianggap dikotomis sehingga menghasilkan satu pola pemahaman integrative tentang konsep ilmu pengetahuan.[18] Sehingga Integrasi ilmu merupakan usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu umum dan agama pada kedua bidang tersebut.[19] Untuk lebih memahami makna integrasi, amatilah gambar dibawah ini :
Dalam perjalanannya, pemikiran tentang integrasi ilmu antara beberapa tokoh/ahli dan Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia maupun diseluruh dunia mengalami berbagai perbedaan paradigma mulai dari penamaan istilah (keragaman redaksional ), model integrasi hingga strategi implementasi integrasi keilmuan yang dipakai, namun memiliki konsep dan tujuan integrasi keilmuan yang sama, yakni menghilangkan dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Salah satu istilah yang paling populer dipakai dalam konteks integrasi ilmu agama dan ilmu umum adalah “Islamisasi” yang bermakna to bring within Islam. Makna yang lebih luas adalah menunjuk pada proses pengislaman, di mana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya.
Untuk lebih memahami mengenai konsep integrasi ilmu agama, sain dan teknologi marilah kita telaah beberapa pemikiran para tokoh/ahli yang pernah memperbincangkan tentang integrasi/islamisasi ilmu sebagai berikut:
1.    Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986), sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan, yang selanjutnya juga menghilangkan dualisme kehidupan, demi mencari solusi dari malise yang dihadapi umat, pengetahuan harus di islamisasikan, sambil menghindari perangkap dan kekurangan metodologi tradisional. Islamisasi pengetahuan itu harus mengamati sejumlah prinsip yang merupakan esensi Islam.[20]
2.    Kuntowijoyo, mengatakan inti dari integrasi adalah upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan manusia (ilmu-ilmu integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia (other worldly asceticisme).[21]
3.    Amin Abdullah, dengan konsepnya integrasi-interkoneksi yang menjadi trend baru bagi civitas akademika dalam mengembangkan disiplin keilmuan baik di tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Paradigma integrasi-interkoneksi ingin menunjukkan bahwa antar berbagai bidang keilmuan tersebut sebenarnya saling memiliki keterkaitan, karena memang yang dibidik oleh seluruh disiplin keilmuan itu adalah realitas alam semesta yang sama. Hanya saja, dimensi dan fokus yang dilihat oleh masing-masing disiplin keilmuan berbeda.[22]
Selain beberapa pendapat para ahli diatas, beberapa UIN di Indonesia juga memaknai integrasi keilmuan sesuai dengan karakteristik kelembagaan mereka masing-masing. Namun secara substansial sesungguhnya mengacu pada muara yang sama, yakni peniadaan dikotomi antara kebenaran wahyu dan kebenaran sains. Dengan kata lain, integrasi keilmuan sesungguhnya ingin memadukan kebenaran wahyu (agama) dengan kebenaran sains yang diimplementasikan dalam proses pendidikan. Namun demikian, konsep integrasi keilmuan di masing-masing UIN memiliki keragaman redaksional dan elaborasi yang sangat kontekstual dengan lingkungan masing-masing UIN. Berikut gambaran konsep integrasi keilmuan di 6 UIN se-Indonesia berdasarkan paradigma keilmuan yang dikembangkan:[23]
NO
NAMA UIN
KONSEP INTEGRASI KEILMUAN
1
UIN Sultan Syarif Kasim, Riau
Integrasi keilmuan merupakan penggabungan antara ilmu agama dan umum. Untuk mencapai ini, tidak cukup dengan memberikan justifikasi ayat al-Qur’an dan memberikan label Islam pada setiap penemuan sains, tetapi perlu ada perubahan paradigma pada basis keilmuan barat agar sesuai dengan khazanah keilmuan Islam yang berkaitan dengan realitas metafisik, religius dan teks suci.
2
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan intern ilmu agama dan intren ilmu umum. Perpaduan ini mencakup 3 aspek, yakni; integrasi ontologis, klasifikasi ilmu dan metodologis.
3
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Integrasi keilmuan merupakan integrasi ayat-ayat qauliyyah  dan kauniyyah yang mencakup aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Integrasi keilmuan mengikuti filosofi 3 komponen roda, yakni poros (as), jari-jari (velg) dan ban (tire). Ketiga komponen tersebut  bekerja secara simultan sesuai dengan fungsinya.
4
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Integrasi-interkoneksi merupakan bangunan keilmuan universal yang tidak memisahkan antara wilayah agama dan ilmu. Integrasi keilmuan adalah integrasi hadhârah al nash, al-ilm dan al-falsafah yang dilakukan melalui 2 model, yakni; integrasi-interkoneksi dalam wilayah internal ilmu-ilmu keislaman, dan integrasi-interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum.
5
UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang
Integrasi keilmuan merupakan penggabungan  ilmu agama dan ilmu umum dalam satu kesatuan. Kedua jenis ilmu yang berasal dari sumber yang berbeda itu harus dikaji secara bersama-sama dan simultan. Mendalami ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis hukumnya wajib ain, sedangkan mendalami ilmu yang bersumber dari manusia hukumnya wajib kifâyah.
6
UIN Alauddin, Makassar
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan antara ilmu-ilmu agama keislaman dengan ilmu-ilmu umum sains dan teknologi.
Adapun proses integrasi ilmu dalam penyelenggaraan pendidikan secara filosofis dapat dilakukan dengan bermacam model. Upaya pembendungan dikhotomi ilmu ini dapat dilakukan dengan upaya integrasi ilmu dalam Pendidikan Islam yang dimuat dalam tiga model islamisasi pengetahuan, yaitu: model purifikasi, modernisasi Islam dan Neo-Modernisme.[24] Islamisasi Model Purifikasi, bermakna pembersihan atau penyucian, yang mana proses Islamisasi berusaha menyelenggarakan ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma Islam secara kaffah. Islamisasi Model Modernisasi Islam, berarti proses perubahan menurut fitrah atau sunnatullah. Islamisasi model ini cenderung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial, perkembangan IPTEK, adaktif terhadap perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dan proses modernisasi. Islamisasi Model Neo-Modernisme, berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Hadits dengan mempertimbangkan khazanah intelektual Muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan IPTEK.[25]
Adapun secara umum model integrasi keilmuan dapat dikelompokkan ke dalam model-model berikut ini:
1.    Model integrasi keilmuan IFIAS (International Federation of Institutes of Advance Study) muncul pertama kali dalam seminar tentang "Knowledge and Values", di Stickholm pada September 1984. Pendekatan Islam pada sains dibangun di atas landasan moral dan etika yang absolut dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di atasnya. Akal dan objektivitas dianjurkan dalam rangka menggali ilmu pengetahuan ilmiah, di samping menempatkan upaya intelektual dalam batas etika dan nilai Islam.
2.    Model yang dikembangkan oleh Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI) pada Mei 1977. Yang berpandangan bahwa ilmu tidak terpisah dari prinsip-prinsip Islam. Model ASASI ingin mendukung dan mendorong pelibatan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kegiatan penelitian ilmiah, menggalakkan kajian keilmuan di kalangan masyarakat,  dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan keilmuan.
3.     Model Islamic Worldview, Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi epistemologi keilmuan Islam secara menyeluruh dan integral.
4.    Model Struktur Pengetahuan Islam (SPI), membangun SPI sebagai bagian dari upaya mengembangkan hubungan yang komprehensif antara ilmu dan agama, hanya mungkin dilakukan jika umat Islam mengakui kenyataan bahwa pengetahuan (knowledge) secara sistematik telah diorganisasikan dan dibagi ke dalam sejumlah disiplin akademik.
5.    Model Bucaillisme, mencari kesesuaian penemuan ilmiah dengan ayat Al-Qur’an.
6.    Model integrasi keilmuan berbasis Filsafat Klasik, berusaha menggali warisan filsafat Islam klasik. Salah seorang yang berpengaruh dalam gagasan ini adalah Seyyed Hossein Nasr. Menurutnya pemikir Muslim klasik berusaha memasukkan Tauhid ke dalam skema teori mereka.
7.    Model integrasi keilmuan berbasis Tasawuf, penggagasnya ialah Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang kemudian ia istilahkan dengan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization of Knowledge).
8.    Model integrasi keilmuan berbasis Fiqh, digagas oleh Ismail Raji al-Faruqi tahun 1982 ia menulis buku berjudul Islamization of Knowledge: General Principles and Work Plan diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thought, Washington.
9.    Model kelompok Ijmali (Ijmali Group), dipelopori oleh Ziauddin Sardar. Menurutnya tujuan sains Islam bukan untuk mencari kebenaran akan tetapi melakukan penyelidikan sains menurut kehendak masyarakat Muslim berdasarkan etos Islam yang digali dari Al-Qur’an.
10.      Model kelompok Aligargh (Aligargh Group), dipelopori oleh Zaki Kirmani Aligargh University, India. Model ini menyatakan bahwa sains Islam berkembang dalam suasana ‘ilm dan tasykir untuk menghasilkan gabungan ilmu dan etika. Pendek kata, sains Islam adalah sekaligus sains dan etika.
5.    Tujuan Integrasi Ilmu
Asumsi umat islam bahwa sains yang berasal dari negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler sehingga ilmu tersebut harus ditolak merupakan asumsi yang tidak tepat. Sains yang sebenarnya merupakan hasil pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah SWT, apabila sains kehilangan dimensi spiritualnya akan mengakibatkan malapetaka yang merugikan manusia.[26] Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan intern ilmu agama dan sains, upaya ini sudah dikembangkan oleh PTAI yang mulai mencoba inklusif menerapkan metode integrasi keilmuan dalam pembelajarannya. Sehingga tujuan dari integrasi ilmu agama, sains dan teknologi adalah mampu menciptakan karakter peserta didik yang berbudi pekerti Islami serta memiliki motivasi dan visi pengembangan sains dan teknologi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi berlandaskan asas Islam.
Integrasi antara ilmu agama, sains dan teknologi merupakan solusi yang dapat ditawarkan guna menjawab kemelut fenomena dikhotomi  pendidikan Islam saat ini. Dengan kata lain, integrasi ilmu merupakan solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, agar senantiasa dapat dikembangkan menembus waktu dan ruang tanpa adanya jerat dan aral yang menghadang langkah-langkah kemajuan manusia dalam mengaktualisasikan diri sebagai ‘abdun sekaligus khalifatullah  fil a’-Ardh.

C.      Solusi Penyelesain
Dalam bidang sains dan Teknologi, Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah sebuah paradigma terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Integrasi yang diharapkan antara ilmu agama Islam dengan sains dan teknologi bukan dipahami dengan memberikan materi pendidikan agama Islam yang diselingi dengan materi sains dan teknologi. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah adanya integrasi yang sebenarnya, di mana ketika kita menjelaskan tentang suatu materi agama Islam dapat didukung oleh fakta IPTEK. Sebab, di dunia yang demikian modern ini, peserta didik tidak mau hanya sekedar menerima secara dogmatis saja setiap materi pelajaran agama yang mereka terima. Secara kritis mereka juga mempertanyakan tentang materi pendidikan agama yang kita sampaikan sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sains dan teknologi sebenarnya dapat dijadikan fakta empiris penguat kebenaran ajaran agama Islam. Pengajaran yang awalnya lebih banyak bersifat dogmatis semakin terasa mudah untuk dipahami. Integrasi ini tentunya dengan harapan untuk lebih meningkatkan pemahaman peserta didik akan materi pelajaran pendidikan agama Islam, dan sekaligus sebagai pengguat keyakinan akan kebenaran Al-Qur’an. 
Adapun untuk lebih memahami tentang proses integrasi ilmu agama, sains dan teknologi dalam dunia pendidikan Islam dapat dijelaskan melalui bagan dibawah ini:
Agar lebih memahami tentang konsep Pendidikan Islam berbasis integrasi ilmu agama, sains dan teknologi maka kita perlu mengetahui hubungan, mekanisme / proses terjadinya integrasi ilmu agama, sains dan teknologi serta tujuan dari integrasi ilmu agama, sains dan teknologi sebagai berikut:
1.         Hubungan agama Islam, sains dan teknologi sebagai berikut:
a.    Agama Islam membutuhkan sains untuk membuktikan kebenaran Al-Qur’an secara ilmiah. Islam juga membutuhkan teknologi untuk mengembangkan peradaban umat Islam serta mempermudah aktivitas/kegiatan dan membantu kehidupan umat.
b.    Sains membutuhkan agama Islam agar memiliki kontrol dan etika yang baik sehingga tidak terjerumus kepada pengembangan sains yang merusak dan menyesatkan manusia. Sains membutuhkan teknologi untuk merealisasikan berbagai teori dan penemuan ilmiahnya sehingga lebih bermanfaat dan nyata dirasakan umat manusia.
c. Teknologi membutuhkan agama Islam sebagai kontrol dalam pembuatan dan pengembangan alat/mesin agar tidak menimbulkan kesengsaraan dan kemandorotan bagi manusia dan alam sekitar. Teknologi membutuhkan sains sebagai pondasi dalam menciptakan sesuatu agar lebih evisien dan efektif.
2.      Konsep integrasi agama, sains dan teknologi dengan cara satu / beberapa muatan keilmuan agama disisipi kepada muatan keilmuan sains dan teknologi yang saling berhubungan / relefan sehingga terjalin pemikiran yang utuh, saling menyambung, melengkapi dan mengontrol. Begitu juga sebaliknya dalam menyampaikan sains dan teknologi perlu diselingi muatan keagamaan yang relevan.
3.     Mekanisme proses terjadinya integrasi agama, sains dan teknologi dilandasi hubungan simbiosis mutualisme antara agama Islam, sains dan teknologi yaitu saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain untuk mengisi kekosongan materi keilmuan di masing-masing bidang kajian.
4.    Tujuan dari integrasi agama, sains dan teknologi adalah mampu menciptakan karakter peserta didik yang berbudi pekerti Islami serta memiliki motivasi dan visi pengembangan sains dan teknologi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi berlandaskan asas Islam.

D.      Kesimpulan
.Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ke Tuhanan. Kesadaran ke Tuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi  ilmu berarti adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Mengintergikan sains, teknologi dan Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat penting, bahkan keharusan, karena dengan mengabaikan nilai-nilai Agama dalam perkembangan sains dan teknologi akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa, tidak hanya pada orde sosial-kemanusiaan, tetapi juga pada orde kosmos atau alam semesta ini. Dampak negatif dari kecendurungan mengabaikan nilai-nilai (moral Agama) bisa kita lihat secara emperik pada perilaku menyimpang, korup dan pengrusakan lingkungan. Namun tampaknya dalam realitas kehidupan terjadi ketimpangan, dimana misi pertama lebih diutamakan Ilmu tanpa Agama sehingga mengakibatkan timbulnya krisis moral, kapitalis, materialistis hingga menjatuhkan harkat derajat atau kualitas "khairi ummah" yang kemudian menjadi penyebab krisis alam dan sumber daya manusia.

E.       Daftar Pustaka
Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005).
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004).
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo Lestari, 1994).
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012).
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.
http://madrasah.kemenag.go.id.
http://nasional.republika.co.id.
http://www.bps.go.id.
https://id.wikipedia.org.
Ida Fiteriani, “Analisis Model Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan  di Sekolah Dasar Islam  Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, Vol 2, Nomor 2, Januari  2014.
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984).
John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005).
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
Lifk Anis Mahsumah, Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, 2001).
M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006).
Nurlena Rifai, Fauzan, Wahdi Sayuti, Bahrissalim, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum  di UIN se-Indonesia:  Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses Pembelajaran”, Jurnal TARBIYA, Vol. I, No.1, Juni 2014.
Ramadhanita Mustika Sari, “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains : Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference Proceeding AICIS XII, hlm.
Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002).
Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996).
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, (Jogyakarta:  Absolut).
UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut).



[1] Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, (Jogyakarta:  Absolut) , hlm. 9.
                [2] Lifk Anis Mahsumah, Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, 2001), hlm. 139.
[6] Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo Lestari, 1994), hlm. 118.
[7] UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut), hlm. 9.
[8] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 8-9.
[9] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 178.
[11] Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.4.
[12] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
[13] Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 11.
[14] Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 1-3.
[15]  Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 279-280.
[16] John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 326
[18] Nurlena Rifai, Fauzan, Wahdi Sayuti, Bahrissalim, “Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum  di UIN se-Indonesia:  Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses Pembelajaran”, Jurnal TARBIYA, Vol. I, No.1, Juni 2014, hlm. 15.
[19] Ida Fiteriani, “Analisis Model Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan  di Sekolah Dasar Islam  Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, Vol 2, Nomor 2, Januari  2014, hlm. 9.
[20] Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 55-96.
[21] Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005), hlm. 57-58.
[22] M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. viii.
[23] Nurlena Rifai, Fauzan, Wahdi Sayuti, Bahrissalim, Op.Cit., hlm. 27-29.
[24] Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.143.
[25] Ramadhanita Mustika Sari, “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains : Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference Proceeding AICIS XII, hlm. 2050-2051.
[26] Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002), hlm. 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda