Selasa, 20 September 2016

IMPLEMENTASI STRATEGI EKSTRAKURIKULER BERBASIS AKHLAK



IMPLEMENTASI STRATEGI EKSTRAKURIKULER
BERBASIS AKHLAK
Disusun oleh : Mohammad Saifuddin (2052115002)
Mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Pekalongan

Abstrak
Keberhasilan pendidikan dalam membentuk skill, dan kepribadian siswa tidak seutuhnya ditentukan oleh proses pembelajaran yang diajarkan didalam kelas, akan tetapi ditentukan juga oleh kegiatan-kegiatan positif diluar kelas. Kegiatan positif itu diantaranya berupa kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola sekolah untuk mengakomodir minat dan bakat siswa serta dapat diarahkan sebagai penunjang materi kurikulum yang ada. Untuk dapat membentuk skill dan kepribadian islami siswa, kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan pihak sekolah / madrasah hendaknya memperhatikan juga komponen pendidikan nilai berupa penerapan konsep akhlak siswa sesuai dengan ajaran Islam.
Kata kunci : Ekstrakurikuler, Akhlak.
PENDAHULUAN
Bagi siswa, menekuni kegiatan ekstrakurikuler merupakan hal yang penting di samping aktivitas akademis. Pasalnya kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan berbagai manfaat bagi siswa. Beberapa ahli sepakat kalau ekstrakurikuler penting untuk mendukung kemajuan anak di bidang akademis. Jadi, meskipun orang tua ingin fokus pada kemajuan pendidikan anak, sebaiknya anak memiliki kegiatan sampingan yang positif untuk menyeimbangkan kehidupannya. Sebab belajar terus-menerus tanpa diselingi kegiatan lain yang sifatnya merilekskan pikiran, justru akan memberikan beban secara psikologis kepada anak.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan rutin sekolah dalam setiap tahun pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler ini terlahir sebagai respon terhadap perkembangan dan perubahan  kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kegiatan ini memberikan dasar–dasar pengetahuan, ketrampilan, keahlian, serta pengalaman belajar yang akan membangun integritas sosial serta mewujudkan karakter pembelajaran yang sejalan dengan prinsip belajar seumur hidup dan pengalaman belajar sepanjang hayat (learning to life) yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal,  yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together).[1]
Sekolah / madrasah sebagai institusi pendidikan, tidak hanya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan siswa dalam hal yang sifatnya akademis, tetapi juga berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam hal yang sifatnya non-akademis. Pada tataran non-akademis inilah, sekolah harus memberikan tempat bagi tumbuh-kembangnya beragam bakat dan kreativitas siswa  dengan mengadakan kegiatan ekstrakurikuler. Hal itu bertujuan untuk menjadikan siswa bukan hanya sebagai manusia yang memiliki kebebasan berkreasi, tetapi juga memiliki moral, etik dan akhlak yang baik. Untuk mengimplementasikan hal itu sekolah wajib membentuk, memfasilitasi dan mengelola kegiatan ekstrakulikuler dengan sebaik-sebaiknya agar mampu mengakomodir kebutuhan siswa akan peningkatan potensi dan bakat masing-masing. Oleh sebab itu dalam makalah ini saya akan memberikan gagasan strategi kegiatan ekstrakulikuler yang berbasis akhlak seperti pramuka, PMR dan pecinta alam.
PEMBAHASAN
Salah satu wadah pembinaan siswa di sekolah adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan yang diadakan dalam program ekstrakurikuler didasari atas tujuan dari pada kurikulum sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, siswa dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Ekstrakurikuler yang di selenggarakan pihak sekolah / madrasah hendaknya memperhatikan aspek akhlak siswa yang sejalan dengan ajaran agama Islam, sehingga diharapkan dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang berbakat, terampil, kreatif dan berakhlak. Untuk lebih memahami tema ini, maka akan dibahas sebagai berikut :
A.  Pengertian Ekstrakurikuler dan Akhlak
1.    Perbedaan dan persamaan moral, etik dan akhlak
Dalam kamus bahasa Indonesia moral di definisikan sebagai baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban seseorang. Etika ialah ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang hak dan kewajiban. Akhlak adalah budi pekerti dan kelakuan.[2] Dari segi bahasa moral berasal dari bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sehingga moral didefinisikan sebagai suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Sedangkan etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat, jadi etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia, terutama mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan serta perasaan mengenai perbuatan. Adapun akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sehingga akhlak didefinisikan sebagai tingkah laku manusia yang dilakukan secara terus menerus hingga membentuk kepribadian yang positif.[3]
Jika dipandang dari sumber objek kajian terdapat perbedaan antara moral, etik dan akhlak. Sumber moral adalah norma-norma yang tumbuh, berkembang dan berlangsung dimasyarakat. Sedangkan sumber etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk adalah akal pikiran / rasio. Adapun sumber akhlak yang menjadi ukuran baik dan buruk, mulia dan tercela yaitu Al-Qur’an dan sunah. Disinilah letak perbedaan istilah akhlak, etika dan moral, dimana akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan sesama manusia, sedangkan etika dan moral hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlak sifatnya teosentris, meskipun akhlak itu ada yang tertuju kepada manusia dan makhluk-makhluk lain. Sedangkan etika dan moral bersifat antroposentris (kemanusiaan saja).
Meskipun jika dipandang dari sumber obyek kajian terdapat perbedaan antara akhlak, etika, dan moral, ketiganya juga memiliki beberapa persamaan antara lain:
a.    Mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
b.    Merupakan prinsip / aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harkat kemanusiaannya.
c.    Akhlak, etika, moral  seseorang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus menerus, berkesinambungan, dan konsisten.
2.    Definisi ekstrakurikuler
Pada Surat Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor 226/C/Kep/O/1992, dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa dan pada waktu libur sekolah yang dilakukan baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Kemudian dalam Surat Keputusan Mendikbud Nomor 060/U/1993 dan Surat Keputusan Mendikbud Nomor 080/U/1993, dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah, dan dirancang secara khusus agar sesuai dengan faktor minat dan bakat siswa.[4]
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Fred C. Lunenburg dikatakan bahwa “extracurricular activities are voluntary, are approved and sponsored by school officials, and carry no academic credit toward graduation”. Ekstrakurikuler memiliki tujuan “The  development  of  skill  in working in groups, the cultivation of hobbies and interests, the production of yearbooks, newspapers, and plays, and participation in interscholastic athletics and intramural sports present many opportunities to students for discovering and developing talents that approximate life in the adult community”. Dalam jurnal ini juga menyebutkan beberapa fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler yaitu : “reinforcing learning, supplementing the required and elective curriculum (formal courses of study), integrating knowledge, and carrying out the objectives of democratic life”.[5]
Dari definisi dan pemahaman ekstrakurikuler diatas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kegiatan kurikuler adalah upaya untuk mempersiapkan siswa agar memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial. Melalui pengembangan aspek-aspek tersebut diharapkan siswa dapat menghadapi dan mengatasi berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan baik lingkup lokal, nasional, regional, bahkan global. Karena sasaran kompetensi yang diharapkan meliputi jangkauan kompetensi yang amat luas, berupa aspek intelektual, sikap emosional, dan keterampilan, maka pada akhirnya kegiatan ekstrakurikuler menjadi tidak terbatas pada program untuk membantu ketercapaian tujuan kurikuler saja, tetapi juga mencakup pemantapan dan pembentukan kepribadian yang utuh termasuk di dalamnya pengembangan minat dan bakat siswa disertai akhlak yang mulia.
Dengan adanya kegiatan ekskul, sekolah menyediakan wadah bagi siswa untuk berkreasi, berinovasi, mengembangkan bakat, dan berprestasi. Beberapa jenis ekskul yang biasa dimiliki disetiap sekolah, seperti Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pramuka, PMR (Palang Merah Remaja), KIR (Karya Ilmiah Remaja), Pecinta Alam, Rohis (Rohani Islam), Paduan Suara, Klub Bahasa, Band Musik, Drumband, Bola basket, Voli, Futsal, Sepakbola, Bulutangkis, dan sebagainya. Dengan adanya kegiatan ekskul ini dapat mengajarkan siswa dalam berorganisasi, sehingga ilmu yang mereka peroleh dapat digunakan dalam kehidupan bermasyarakat untuk bergaul dan bersosialisasi, serta membentuk perilaku dan budi pekerti yang baik dalam diri siswa tersebut.[6]
B.  Strategi Pembelajaran Ekstrakurikuler Berbasis Akhlak
Sebelum kita membahas strategi pembelajaran dalam kegiatan ekstrakulikuler, kita perlu mengetahui tujuan pelaksanaan suatu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sebagai panduan dalam merancang dan menetapkan proses pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan kegiatan ekstrakulikuler tersebut. Adapun tujuan ekstrakulikuler secara umum menurut Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1987) sebagai berikut:
1.        Kegiatan ekstrakurikuler harus meningkatkan kemampuan siswa beraspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.        Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif.
3.        Dapat mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran dengan pelajaran lainnya.[7]
Adapun tujuan khusus ekstrakulikuler disesuaikan dengan kegiatan dari masing-masing ekstrakulikuler tersebut. Dari tujuan ekstrakurikuler di atas dapat diambil kesimpulan bahwa melalui kegiatan ekstrakurikuler siswa dapat menambah wawasan mengenai mata pelajaran yang erat kaitannya dengan pelajaran di ruang kelas. Melalui kegiatan ekstrakurikuler pula, siswa dapat menyalurkan bakat, minat dan potensi yang dimiliki. Karena salah satu ciri kegiatan ekstrakurikuler adalah keanekaragamannya, hampir semua minat remaja dapat digunakan sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan-kegiatan siswa di sekolah khususnya kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang terkoordinasi terarah dan terpadu dengan kegiatan lain di sekolah, guna menunjang pencapaian tujuan kurikulum.[8] Yang dimaksud dengan kegiatan terkoordinasi di sini adalah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan program yang telah ditentukan. Oleh karena itu diperlukan beberapa strategi dalam mengembangkan suatu kegiatan ekstrakulikuler yang berlandaskan akhlak Islam, sebagai berikut :
1.    Dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler hendaknya dibimbing oleh guru, sehingga waktu pelaksanaan berjalan dengan baik.
2.    Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah hendaknya dirancang dan disinkronkan dengan materi pelajaran yang ada.[9]
3.    Mengajak siswa agar aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga menjadikan terampil dalam berorganisasi, mengelola, memecahkan masalah sesuai karakteristik ekskul yang digeluti.
C.  Implementasi Ekstrakulikuler Berbasis Akhlak
Untuk merealisasikan strategi kegiatan ekstrakurikuler yang berbasis akhlak, maka kita perlu mengetahui hubungan dari komponen utamanya berupa guru dan siswa. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Gareth Sutton dijelaskan beberapa hubungan antara guru dan siswa sebagai salah satu strategi dalam pembelajaran ekstrakurikuler sebagai berikut: ” Teachers who engage in extracurricular activities and promote them to their students have strong relationships within student work; students feel like they belong to a community and are therefore more likely to open up and engage with their teachers. Higher engagement has been correlated to having higher academic achievement. It could be suggested that if students are engaging in these extracurricular activities, then teachers who equally engage will also benefit because, like all educational relationships the process is a reciprocal learning process. There are three key findings that have come from the critical literature review. Students and teachers, both benefit from time spent in extracurricular activities. There are positive impacts on student learning and the relationships between the students and teachers. However, teachers are facing increased time pressures in their jobs. The more crammed teacher schedules become, the less time teachers have to engage in educational relationship building. Teacher burnout is recognised as a risk in expectations for extracurricular engagement”.[10]
Setelah kita mengetahui hubungan antara guru dan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler maka kita akan mudah dalam merancang strategi pembelajaran dan mengimplementasikannya dalam suatu kegiatan. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada disekolah tergolong banyak jumlahnya, namun ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang dalam penerapannya sesuai dengan nilai–nilai Islam dan berprinsip pada akhlakul karimah meskipun kegiatan itu pertama kali dirintis oleh umat non Islam dan sekarang berkembang sangat pesat. Kegiatan ekstrakurikuler itu antara lain :
1.        Pramuka
Pramuka adalah gerakan yang semula bernama kepanduan, secara umum pramuka didirikan dengan tujuan mengembangkan akhlak dan kewarganegaraan yang baik pada anak.[11] Kata "Pramuka" merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Orang Muda yang Suka Berkarya. Munculnya gerakan pramuka diprakarsai oleh Robert Stephenson Smyth Baden-Powell (22 Februari 1857 - 8 Januari 1941) yang notabennya seorang Letnan Jenderal Inggris. Gerakan Pramuka di Indonesia resmi berdiri tanggal 14 Agustus 1961setelah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia. Tahun 2011 anggota pramuka Indonesia berjumlah 17.103.793 orang dan menjadi organisasi kepanduan terbesar di dunia.
Dalam Gerakan Pramuka Indonesia dikenal Kode kehormatan pramuka yang terdiri dari Tiga Janji yang disebut "Trisatya" dan Sepuluh Moral yang disebut "Dasadarma". Khusus untuk siaga kode kehormatan terdiri dari Dua Janji yang disebut "Dwi Satya" dan Dua Moral yang disebut "Dwi Darma". Adapun isi dari kode kehormatan pramuka tersebut, sebagai berikut :
a.         Trisatya Pramuka
Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh:
1)   Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila.
2)   Menolong Sesama Hidup, dan Mempersiapkan diri/ikut serta membangun masyarakat.
3)   Menepati dasa darma pramuka. [12]
b.        Dasadarma Pramuka
1)        Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)        Cinta Alam, dan kasih sayang sesama manusia.
3)        Patriot yang sopan, dan kesatria.
4)        Patuh, dan suka bermusyawarah.
5)        Rela menolong, dan tabah.
6)        Rajin, terampil, dan gembira.
7)        Hemat, cermat, dan bersahaja.
8)        Disiplin, berani, dan setia.
9)        Bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.
10)    Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.[13]
Isi dari Trisatya dan Dasadarma Pramuka diatas selaras dan mencerminkan nilai-nilai keislaman serta memiliki konsep akhlak kepada Allah, sesama manusia dan lingkungan sekitar / alam. Sehingga kegiatan pramuka perlu dibina dengan sebaik-baiknya agar prinsip-prinsip yang tercermin dalam kegiatan tersebut mampu diaplikasikan dan menjadi prinsip hidup anggota pramuka.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa strategi pembelajaran yang sesuai dengan kode etik kepramukaan. Adapun strategi pembelajaran yang dikembangkan di kepramukaan menggunakan metode pembelajaran kepramukaan yang merupakan cara belajar interaktif progresif melalui:

  1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka.
  2. Belajar sambil melakukan.
  3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi.
  4. Kegiatan yang menarik, dan menantang.
  5. Kegiatan di alam terbuka.
  6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan.
  7. Penghargaan berupa tanda kecakapan.
  8. Satuan terpisah antara putra, dan putri.[14]

Kemudian dalam pemberian beban materi kepramukaan disesuaikan dengan tingkatan kepramukaan yang di ukur dari usia anggotanya, karena menurut teori psikologi usia anak mempengaruhi kemampuan dan keterampilan. Oleh karena itu Anggota Gerakan Pramuka dibagi menjadi Anggota Muda, dan Anggota Dewasa. Anggota Muda adalah Peserta Didik Gerakan Pramuka yang dibagi menjadi beberapa golongan di antaranya:
Ø Golongan Siaga merupakan anggota yang berusia 7 s.d. 10 tahun
Ø Golongan Penggalang merupakan anggota yang berusia 11 s.d. 15 tahun
Ø Golongan Penegak merupakan anggota yang berusia 16 s.d. 20 tahun
Ø Golongan Pandega merupakan anggota yang berusia 21 s.d. 25 tahun.[15]
Sedangkan anggota dewasa adalah anggota yang berusia di atas 25 tahun, anggota dewasa Gerakan Pramuka terdiri atas: Tenaga Pendidik, Pembina Pramuka, Pelatih Pembina, Pembantu Pembina, Pamong Saka, Instruktur Saka, dan Fungsionaris.

2.        Pecinta alam
Kegiatan ekstrakurikuler ini menjadi praktik pendidikan karakter yang paling bernafas dan berkelanjutan, ekskul ini mendidik karakter murid menjadi disiplin, tangguh fisik dan psikis, bersahaja, mengetahui batas kekuatan dan kelemahan diri yang berujung pada kerendahan hati dan penghargaan kepada orang lain, mengajarkan rasionalitas dan kejujuran bersikap, kerjasama, faham tentang keberagaman, kesetaraan manusia dan tentu kreatifitas dalam mencipta, disinilah integritas pribadi tumbuh dan matang.[16] Kegiatan pecinta alam juga menanamkan akhlak terhadap lingkungan / alam sekitar agar murid mampu melestarikan dan memahami hakekat alam sekitar yang pada akhirnya mampu menumbuhkan rasa syukur dan keimanan atas kekuasaan Allah SWT.
Kegiatan pecinta alam di Indonesia memiliki Kode etik yang dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974. Adapun bunyi dari kode etik pecinta alam Indonesia adalah sebagai berikut:
a.         Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
b.       Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, bangsa, dan tanah air.
c.        Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagian dari makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah yang Mahakuasa.
Kemudian dari isi kode etik diatas peserta kegiatan ekstrakurikuler pecinta alam juga memiliki tugas sebagai berikut :
a.         Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.        Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya
c.         Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
d.        Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya
e.         Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam
f.         Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air.[17]
Agar kegiatan ekstrakurikuler pecinta alam menjadi maksimal maka diperlukan beberapa strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.         Siswa diajak langsung berinteraksi dengan alam.
b.        Siswa dipandu menghayati dan memikirkan peran alam bagi kehidupan.
c.         Siswa diajak memikirkan siapa yang menciptakan alam
d.        Siswa diajak memeliharan kelestarian lingkungan.
 
3.        Palang Merah Remaja (PMR)
Palang Merah Remaja adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja PMI, yang selanjutnya disebut PMR, anggota PMR di seluruh Indonesia lebih dari 5 juta orang. Kegiatan PMR berpusat di sekolah-sekolah ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang bertujuan membangun dan mengembangkan karakter kepalangmerahan agar siap menjadi relawan PMI pada masa depan. Anggota PMR menjadi salah satu kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dibidang kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan prinsip-prinsip dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional, serta mengembangkan kapasitas organisasi PMI.[18] Kegiatan PMR memang di peruntukkan khusus kepada anak usia remaja atau menginjak remaja, sehingga dibutuhkan kebijakan PMI tentang pembinaan Remaja sebagai berikut:
a.      Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan.
b.        Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan.
c.   Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI.
d.        Remaja adalah kader relawan.
e.         Remaja calon pemimpin PMI pada masa depan.
Usia remaja atau menjelang remaja dianggap sebagai usia emas yang perlu dibina dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan positif yang membangun dan mendidik mental, kepribadian dan budi pekerti anak. Kegiatan PMR di Indonesia sangat memperhatikan tingkatan usia anggotanya untuk memaksimalkan dan menyesuaikan strategi pembelajaran dan dalam penyampainan materi. Adapun tingkatan PMR yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
Ø  PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Dasar (10-12 tahun), berfungsi sebagai peer leadership, yaitu dapat menjadi contoh/model ketrampilan hidup sehat bagi teman sebaya.
Ø  PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Menengah Pertama (12-15 tahun), berfungsi sebagai peer support, yaitu memberikan dukungan, bantuan, semangat kepada teman sebaya agar meningkatkan ketrampilan hidup sehat.
Ø  PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Menengah Atas (15-17 tahun), berfungsi sebagai peer educator, yaitu pendidik sebaya keterampilan hidup sehat.
Kemudian dalam kegiatan PMR dikenalkan 7 Prinsip Dasar yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Prinsip ini dikenal dengan nama "7 Prinsip Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional" yaitu:

  1. Kemanusiaan, bermakna gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah lahir dari keinginan untuk memberikan pertolongan kepada korban yang terluka tanpa membeda-bedakan dan untuk mencegah serta mengatasi penderitaan sesama. Tujuannya ialah melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghormatan terhadap umat manusia.
  2. Kesamaan, bermakna gerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial, atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang lain sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
  3. Kenetralan, bermakna gerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
  4. Kemandirian, bermakna gerakan bersifat mandiri, setiap perhimpunan Nasional sekalipun merupakan pendukung bagi pemerintah di bidang kemanusiaan dan harus menaati peraturan hukum yang berlaku di negara masing-masing, namun gerakan bersifat otonom dan harus menjaga tindakannya agar sejalan dengan prinsip dasar gerakan.
  5. Kesukarelaan, bermakna gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
  6. Kesatuan, bermakana di dalam satu Negara hanya boleh ada satu perhimpunan nasional dan hanya boleh memilih salah satu lambang yang digunakan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Gerakan bersifat terbuka dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah negara bersangkutan.
  7. Kesemestaan, bermakna gerakan hadir di seluruh dunia. Setiap perhimpunan nasional mempunyai status yang sederajat, serta memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam membantu sama lain.[19]

Adapun ruang lingkup dan strategi kegiatan PMR dikenal dengan nama Tri Bakti Remaja yang mengandung arti:
·         Berbakti kepada masyarakat, seperti mengadakan kunjungan berkala ke panti jompo, menjadi donor darah.
·         Mempertinggi keterampilan serta memelihara kebersihan dan kesehatan, misalnya mempraktikkan kebersihan dan kesehatan di lingkungan sekitar.
·         Mempererat persahabatan nasional dan internasional, contohnya melakukan latihan gabungan PMR dengan kelompok PMR lain, saling bertukar album persahabatan.[20]
Sedangkan strategi pembelajaran sebagai wujud realisasi dari Kegiatan PMR yang ada di Indonesia antara lain:

  1. Pengumpulan bantuan di sekolah untuk korban bencana
  2. Bakti sosial dengan kunjungan ke rumah sakit atau panti jompo/panti asuhan untuk perawatan keluarga, gerakan kebersihan lingkungan, dsb
  3. Mengikuti gerakan kakek/nenek angkat asuh
  4. Mengikuti pelatihan remaja sebaya di bidang kesehatan remaja dan HIV/AIDS
  5. Donor darah siswa
  6.  Seni (majalah dinding, lomba-lomba)
  7. Program persahabatan remaja palang merah regional/internasional
  8.   Jumbara (Jumpa Bakti Gembira) PMR.

KESIMPULAN
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah, dan dirancang secara khusus agar sesuai dengan faktor minat dan bakat siswa. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, siswa dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya serta dapat diarahkan dan membina akhlaknya. Strategi dalam pembelajaran ekstrakurikuler disesuaikan dengan jenis dan komponen dari ekstrakurikuler tersebut. Beberapa contoh kegiatan ekstrakurikuler yang mengandung unsur kepribadian akhlak Islam yaitu kegiatan pramuka, pecinta alam dan PMR.

PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Tentunya dalam makalah ini kami masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan maupun penjelasan. Untuk itu sudilah kiranya samudera maaf dari pembaca buka untuk kami. Saran dan kritik yang membangun demi kesempurnan makalah ini sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua. Amin…………….

DAFTAR PUSTAKA
Agus Widodo HS, Ramuan Lengkap Bagi Pramuka Penggalang, Pramuka Penegak, dan Pembina Pramuka, Kwartir Daerah XII DIY, Yogyakarta, 2003.
Amal A.A, Mengembangkan Kreatifitas Anak, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis Tata Cara Berorganisasi Siswa, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Kesiswaan, Jakarta, 1985.
Fred C. Lunenburg, “Extracurricular Activities” SCHOOLING, Vol 1, No 1, 2010.
Gareth Sutton, “Extracurricular engagement and the effects on teacherstudent educational relationship”, Journal of Initial Teacher Inquiry, Vol 1, 2015.
M. Djauhari, Pembinaan Latihan Penggalang, CV. Sahabat, Klaten, 1995.
Melania Fandika, dkk, “Pengaruh Keterlibatan Siswa dalam Organisasi Ekstrakurikuler terhadap Budi Pekerti Siswa SMA N 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran  2012/2013”, Jurnal Penelitian Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bandar Lampung  2013.
Moh. Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Diva Press, Jogjakarta, 2012.
Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta 1997.
Thoifuri, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, STAIN Kudus Press, Kudus, 2006.
Tim Penulis, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1990.
Tri Ani Hastuti, “Kontribusi Ekstrakurikuler  Bola Basket Terhadap  Pembibitan Atlet dan Peningkatan Kesegaran Jasmani”, JPJI UNY, Volume 5, Nomor 1, April 2008.
http://www.pmi.or.id


[1] Moh. Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Diva Press, Jogjakarta, 2012, hlm. 160-161.
[3] Thoifuri, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, STAIN Kudus Press, Kudus, 2006, hlm. 56.
[4] Tri Ani Hastuti, “Kontribusi Ekstrakurikuler  Bola Basket Terhadap  Pembibitan Atlet dan Peningkatan Kesegaran Jasmani”, JPJI UNY, Volume 5, Nomor 1, April 2008, hlm. 46.
[5] Fred C. Lunenburg, “Extracurricular Activities” SCHOOLING, Volume 1, Number 1, 2010.
[6] Melania Fandika, dkk, Pengaruh Keterlibatan Siswa dalam Organisasi Ekstrakurikuler terhadap Budi Pekerti Siswa SMA N 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran  2012/2013, Jurnal Penelitian Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bandar Lampung  2013, hlm. 4
[7] Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta 1997, hlm. 272.
[8] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis Tata Cara Berorganisasi Siswa, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Kesiswaan, Jakarta, 1985, hlm. 1.
[9] Amal A.A, Mengembangkan Kreatifitas Anak, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005, hal. 378.
[10] Gareth Sutton, “Extracurricular engagement and the effects on teacherstudent educational relationship”, Journal of Initial Teacher Inquiry, Volume 1, 2015. hlm. 52.
[11] Tim Penulis, Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13, Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 615.
[12] M. Djauhari, Pembinaan Latihan Penggalang, CV. Sahabat, Klaten, 1995, hlm. 51.
[13] Agus Widodo HS, Ramuan Lengkap Bagi Pramuka Penggalang, Pramuka Penegak, dan Pembina Pramuka, Kwartir Daerah XII DIY, Yogyakarta, 2003, hlm. 73.
[15] M. Djauhari, Op.Cit., hlm. 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda