REDESAIN PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS INTEGRASI ILMU
Disusun oleh : Mohammad
Saifuddin (2052115002)
Mahasiswa Pasca Sarjana
STAIN Pekalongan
A. Latar Belakang Masalah
Seiring
dengan berkembangnya zaman dan semakin
majunya peradaban serta teknologi manusia, maka semakin berkembang pula ilmu
pengetahuan (sains) di segala bidang keilmuan. Inilah yang sering membuat
masyarakat modern dewasa ini lebih cenderung menyukai, mempelajari ilmu
pengetahuan umum (sains) dari pada ilmu agama karena mereka memiliki kecenderungan
rasionalistis, realistis, ilmiah dan bersifat materialistis, mereka juga sebagian besar beranggapan ilmu agama ketinggalan
zaman. Begitu juga sebaliknya, sebagian besar umat Islam juga enggan mempelajari Ilmu pengetahuan umum
(sains) karena beranggapan sains modern dapat merusak aqidah dan banyak yang
tidak sesuai syariat Islam serta tidak
berpahala mempelajarinya dan tidak ada manfaatnya kelak diakhirat. Sehingga bidang keilmuan umat Islam untuk menciptakan peradaban Islam i yang modern tertinggal jauh dengan umat lain.
Pemahaman
yang beragam inilah yang
perlu dibenarkan. Sejatinya Islam tidak
pernah melarang adanya perkembangan ilmu pengetahuan umum (sains) dan tidak
pula beranggapan haram mempelajarinya, bahkan Islam menganjurkan umatnya untuk memikirkan dan
mempelajari segala sesuatu fenomena yang ada di alam semesta ini dengan
pembuktian kebenaran secara ilmiah apa yang telah tertuang didalam Al-Qur’an. Sehingga
menjadikan umat Islam cerdas
pemikirannya, tinggi peradabannya dan kuat keimanannya. Begitu pula ketika
masyarakat Islam di dunia modern dewasa
ini dalam mempelajari sains perlu juga di bekali dengan pengetahuan agama yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits supaya
mereka tidak terlalu condong kepada sifat materialistis keduniawian serta memiliki filter alami berupa kepekaan batin terhadap
situasi disekitarnya. Dalam hal ini peran dunia pendidikan sangat penting dalam
merubah mainset masyarakat Islam menuju masyarakat Islam yang religius
saintific untuk mendapatkan kembali kejayaan Islam masa lampau.
Pendidikan
sendiri dijelaskan dalam undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal
I sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Pendidikan dalam arti yang lebih luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya
untuk mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi 3 aspek
kehidupan, yaitu pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.[2]
Pendidikan sebagai pondasi pembangunan suatu bangsa memerlukan pembaharuan-pembaharuan sesuai
dengan tuntutan zaman. Keberhasilan dalam pendidikan selalu berhubungan erat
dengan kemajuan suatu bangsa yang berdampak meningkatnya kesejahteraan
kehidupan masyarakat.
Indonesia sebagai
bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam (mencapai lebih dari 85%)[3]
memiliki sistem pendidikan khas berupa madrasah, yang dimulai dari Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan madrasah Aliyah. Madrasah Aliyah sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional merupakan sekolah formal setingkat SLTA yang
bernafaskan Islam dan berada di bawah
naungan Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Madrasah Aliyah sebagai
sekolah menengah atas memiliki peran vital dalam membina dan mendidik remaja
muslim berusia 17 – 20 tahun, dimana usia ini merupakan masa pencarian jati
diri dengan gelora dan semangat menuju kedewasaan yang menentukan masa depan
peserta didik. Madrasah Aliyah merupakan sekolah peralihan bagi peserta didik
untuk memilih melanjutkan ke Perguruan Tinggi atau memilih mencari pekerjaan,
disinilah kualitas Madrasah sangat menentukan yang diukur dari kualitas output lulusannya dengan seberapa banyak
mampu terserap di dunia kerja atau mampu melanjutkan ke Perguruan Tinggi
terkemuka. Menurut data BPS jumlah Madrasah Aliyah seluruh Indonesia tahun
2013/2014 sebanyak 7.260 dengan jumlah guru sebanyak 132.277 dan 1.099.366
siswa.[4]
Dengan jumlah sebesar itu Madrasah Aliyah menjadi penopang dan masa depan
bangsa Indonesia.
Namun, Madrasah Aliyah selama ini dipandang
sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat modern. Hal ini dikarenakan
minimnya kontribusi keilmuan dan kualitas SDM yang direkrut dan di hasilkan
oleh Madrasah Aliyah. Secara umum pandangan negatif masyarakat terhadap
Madrasah terletak pada persepsi bahwa Madarasah Aliyah hanya terfokus pada
pendidikan keilmuan agama dengan proses pendidikan masih sangat klasikal dan
seadanya, sehingga lulusan dari Madrasah sulit bersaing di dunia global
khususnya dalam hal lapangan pekerjaan dan kesempatan melanjutkan ke Perguruan
Tinggi terkemuka.
Untuk menjawab
keraguan masyarakat tentang kualitas Madrasah Aliyah, Kementerian Agama RI
telah mengembangkan beberapa model Madrasah unggulan di Indonesia, seperti
Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) yang memiliki tujuan
mengembangkan pendidikan Madrasah yang istimewa dalam bidang sains dan
teknologi yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan sosial
dengan model pendidikan asrama (boarding
school). Adapun salah satu misi utamanya adalah menyediakan model
pendidikan yang mempraktekan pendekatan keterpaduan/integrasi antara ilmu
agama, sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat dengan iklim belajar yang
menyenangkan, inspiratif, saling mendukung dan saling menghargai.[5]
Di era
kontemporer sekarang Madrasah Aliyah hendaknya bercermin pada MAN IC atau
Madrasah – madrasah unggulan lainnya yang telah mampu menerapkan integrasi
keilmuannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan menghasilkan output lulusan yang siap memenangkan
berbagai kompetisi di segala bidang. Untuk lebih mengetahui seberapa jauh
penerapan konsep integrasi ilmu dalam proses pendidikan Islam maka kita perlu
tahu bagaimana sebenarnya konsep integrasi ilmu yang selama ini menggema di
beberapa Universitas Islam Negeri di
Indonesia, seperti: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, UIN Syarif Qosim Riau, UIN Alauddin Makassar dan UIN Sunan Gunung
Jati Bandung. Gerakan integrasi ilmu bertujuan
untuk meningkatkan kualitas keilmuan dalam bidang akademik masyarakat
muslim serta mengikis dikhotomi
keilmuan. Konsep integrasi ilmu ini
mengikuti istilah Prof. Amin Abdullah, integrative
dan interkoneksi. Sekalipun gerakan ini belum lama, yakni baru sekitar 10
tahun, tetapi telah memberikan gambaran yang lebih konkrit tentang Islam yang seharusnya dipahami, tidak saja sebatas
sebagai agama tetapi juga menyangkut peradaban yang luas.
Dari berbagai permaslahan diatas penulis ingin mengupas
tentang konsep integrasi ilmu yang mampu di jadikan acuan dalam mendesain ulang
model pendidikan Islam di Indonesia
khususnya Madrasah Aliyah untuk meningkatkan daya saing di era globalisasi dan
pasar bebas dewasa ini.
B. Pembahasan
1.
Konsep Pendidikan Islam
Konsep diartikan
sebagai rancangan atau gambaran dari suatu ide.[6]
Sedangkan pendidikan menurut GBHN ialah
usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Dalam undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I dijelaskan
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[7]
Kemudian secara
yuridis, di dalam rumusan muqadimah UUD 1945, Pasal 28 ayat 1 UUD 1945, Pasal
31 UUD 1945, dan Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003 dinyatakan dengan tegas bahwa pelaksanaan pendidikan berorientasi pada
tujuan pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung
jawab. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa konsep pendidikan merupakan
rancangan atau gambaran dari hasil pemikiran atau ide seseorang tentang
pemaknaan dan bagaimana pelaksanaan suatu pendidikan dapat berlangsung dengan semestinya
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Sedangkan dalam
ranah pendidikan Islam, pendidikan diartikan sebagai suatu sistem kependidikan
yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia sebagai
hamba Allah dan kholifah di muka bumi, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman
bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Pendidikan Islam yang bersumber dari
nilai-nilai ajaran Islam harus dapat menanamkan dan membentuk sikap hidup
manusia yang dijiwai oleh nilai tersebut, juga mengembangkan kemampuan berilmu
pengetahuan yang sejalan dengan nilai islam dengan ruang lingkup kependidikan
Islam yang mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia.[8]
2.
Komponen Pendidikan Islam
Dalam merespon hakekat dan tujuan
pendidikan Islam, pendidikan Islam dibekali oleh beberapa komponen penting yang
mempengaruhi keberlangsungan, keberhasilan dan kualitas suatu pendidikan,
antara lain:
a.
Pendidik, hampir semua faktor pendidikan
operasionalnya tergantung ditangan pendidik seperti, metode, bahan pelajaran
dan alat pendidikan. Ditangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna,
metode penyajian menjadi hidup dan menarik, alat pendidikan akan lebih
bermanfaat.[9]
b. Peserta didik/siswa adalah komponen masukan
dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses sehingga menjadi manusia
yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan. Siswa dapat ditinjau dari
berbagai pendekatan sosial, psikologis, dan edukatif/pedagogis.[10]
c. Kurikulum, berfungsi
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan serta memiliki komponen yang
saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan.[11]
d.
Sarana Prasarana, merupakan fasilitas yang
secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau
pengajaran. Sarana pendidikan adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat
dipindah-pindah. Prasarana pendidikan adalah fasilitas dasar untuk menjalankan
fungsi sekolah/madrasah.[12]
3.
Agama Islam, Sains dan Teknologi
Pada dasarnya setiap cabang keilmuan memiliki
beberapa konsep, karakteristik, metodologi, dan cara pengembangan serta
penyampaian yang berbeda. Begitu juga dengan ilmu agama Islam, sains dan teknologi tentu dilandasi dengan dasar yang berbeda,
dikarenakan ketiganya memiliki karakteristik dan para ahli yang menguasai
bidangnya masing-masing. Meskipun sebenarnya diantara ketiganya memiliki
hubungan dan mampu di integrasikan satu sama lain.
Untuk lebih memahami konsep dasar ke tiga cabang
keilmuan diatas bisa di jelaskan dengan bagan berikut :
|
Makna dari bagan diatas sebagai berikut :
1.
Agama Islam, berfungsi mengatur hubungan timbal balik antara manusia dan
Tuhan, manusia dengan sesama dan lingkungan hidup yang bersifat fisik, sosial
maupun budaya. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk etika,
moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat pula menjadi teologi ilmu serta grand theory ilmu.[13]
Sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Kahfi ayat 109.
2.
Sains, berarti ilmu pengetahuan yang sistematis tentang
alam dan dunia fisik. Sains diperoleh
dari hasil observasi, penelitian, dan uji coba yg mengarah pada penentuan sifat
dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki dan dipelajari. Sains yang berbasiskan pada penalaran akal dan data ilmiah mengalami perkembangan
yang lebih pesat dibandingkan ilmu–ilmu agama Islam. Sains ini secara garis besar
dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Sains naturalis, berupa alam raya dan fisik seperti ilmu fisika, biologi, kedokteran, astronomi dan sebagainya.
b. Sains sosiologis, berupa perilaku sosial manusia seperti sosiologi, politik, antropologi, pendidikan, komunikasi, psikologi dan
sebagainya.
3. Teknologi, didefinisikan sebagai kaedah atau proses
menangani suatu masalah teknis yang berasaskan kajian saintifik termaju,
seperti menggunakan peralatan elektronik, proses kimia, manufaktur, permesinan
yang canggih dan lain-lain. Teknologi merupakan bagian dari sains yang
berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi
tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka sains dan
teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.[15]
4.
Integrasi Ilmu
Integrasi berasal dari
bahasa Inggris Integrate, Integration yang kemudian diadaptasi kedalam
bahasa Indonesia menjadi integrasi yang berarti menyatu padukan, penggabungan.[16] Dalam
bahasa Indonesia Integrasi diartikan sebagai pembauran, menggabungkan,
menyatukan hingga menjadi kesatuan yg utuh atau bulat.[17]
Integrasi ilmu juga dimaknai sebagai sebuah proses menyempurnakan atau
menyatukan ilmu-ilmu yang selama ini dianggap dikotomis sehingga menghasilkan
satu pola pemahaman integrative
tentang konsep ilmu pengetahuan.[18]
Sehingga Integrasi ilmu merupakan usaha menggabungkan atau menyatupadukan
ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu umum dan agama pada kedua bidang
tersebut.[19]
Untuk lebih memahami makna integrasi, amatilah gambar dibawah ini :
Dalam
perjalanannya, pemikiran tentang integrasi ilmu antara beberapa tokoh/ahli dan
Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia maupun diseluruh dunia mengalami
berbagai perbedaan paradigma mulai dari penamaan istilah (keragaman redaksional
), model integrasi hingga strategi implementasi integrasi keilmuan yang
dipakai, namun memiliki konsep dan tujuan integrasi keilmuan yang sama, yakni
menghilangkan dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Salah satu
istilah yang paling populer dipakai dalam konteks integrasi ilmu agama dan ilmu
umum adalah “Islamisasi” yang bermakna to
bring within Islam. Makna yang lebih luas adalah menunjuk pada proses
pengislaman, di mana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan
maupun objek lainnya.
Untuk lebih
memahami mengenai konsep integrasi ilmu agama, sain dan teknologi marilah kita
telaah beberapa pemikiran para tokoh/ahli yang pernah memperbincangkan tentang
integrasi/islamisasi ilmu sebagai berikut:
1. Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986),
sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan, yang
selanjutnya juga menghilangkan dualisme kehidupan, demi mencari solusi dari
malise yang dihadapi umat, pengetahuan harus di islamisasikan, sambil
menghindari perangkap dan kekurangan metodologi tradisional. Islamisasi pengetahuan
itu harus mengamati sejumlah prinsip yang merupakan esensi Islam.[20]
2. Kuntowijoyo, mengatakan inti dari
integrasi adalah upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan
temuan manusia (ilmu-ilmu integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekularisme)
atau mengucilkan manusia (other worldly
asceticisme).[21]
3. Amin Abdullah, dengan konsepnya integrasi-interkoneksi yang menjadi
trend baru bagi civitas akademika dalam mengembangkan disiplin keilmuan baik di
tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Paradigma integrasi-interkoneksi ingin menunjukkan
bahwa antar berbagai bidang keilmuan tersebut sebenarnya saling memiliki
keterkaitan, karena memang yang dibidik oleh seluruh disiplin keilmuan itu
adalah realitas alam semesta yang sama. Hanya saja, dimensi dan fokus yang
dilihat oleh masing-masing disiplin keilmuan berbeda.[22]
Selain beberapa
pendapat para ahli diatas, beberapa UIN di Indonesia juga memaknai integrasi
keilmuan sesuai dengan karakteristik kelembagaan mereka masing-masing. Namun secara
substansial sesungguhnya mengacu pada muara yang sama, yakni peniadaan dikotomi
antara kebenaran wahyu dan kebenaran sains. Dengan kata lain, integrasi
keilmuan sesungguhnya ingin memadukan kebenaran wahyu (agama) dengan kebenaran
sains yang diimplementasikan dalam proses pendidikan. Namun demikian, konsep
integrasi keilmuan di masing-masing UIN memiliki keragaman redaksional dan
elaborasi yang sangat kontekstual dengan lingkungan masing-masing UIN. Berikut
gambaran konsep integrasi keilmuan di 6 UIN se-Indonesia berdasarkan paradigma
keilmuan yang dikembangkan:[23]
NO
|
NAMA
UIN
|
KONSEP
INTEGRASI KEILMUAN
|
1
|
UIN Sultan Syarif
Kasim, Riau
|
Integrasi keilmuan merupakan
penggabungan antara ilmu agama dan umum. Untuk mencapai ini, tidak cukup
dengan memberikan justifikasi ayat al-Qur’an dan memberikan label Islam pada
setiap penemuan sains, tetapi perlu ada perubahan paradigma pada basis keilmuan
barat agar sesuai dengan khazanah keilmuan Islam yang berkaitan dengan
realitas metafisik, religius dan teks suci.
|
2
|
UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta
|
Integrasi keilmuan merupakan
perpaduan intern ilmu agama dan intren ilmu umum. Perpaduan ini mencakup 3
aspek, yakni; integrasi ontologis, klasifikasi ilmu dan metodologis.
|
3
|
UIN Sunan Gunung
Djati, Bandung
|
Integrasi keilmuan merupakan
integrasi ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah
yang mencakup aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Integrasi keilmuan
mengikuti filosofi 3 komponen roda, yakni poros (as), jari-jari (velg) dan
ban (tire). Ketiga komponen tersebut
bekerja secara simultan sesuai dengan fungsinya.
|
4
|
UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta
|
Integrasi-interkoneksi merupakan
bangunan keilmuan universal yang tidak memisahkan antara wilayah agama dan
ilmu. Integrasi keilmuan adalah integrasi hadhârah
al nash, al-ilm dan al-falsafah yang dilakukan melalui 2
model, yakni; integrasi-interkoneksi dalam wilayah internal ilmu-ilmu
keislaman, dan integrasi-interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu
umum.
|
5
|
UIN Maulana Malik
Ibrahim, Malang
|
Integrasi keilmuan merupakan
penggabungan ilmu agama dan ilmu umum
dalam satu kesatuan. Kedua jenis ilmu yang berasal dari sumber yang berbeda
itu harus dikaji secara bersama-sama dan simultan. Mendalami ilmu yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadis hukumnya wajib ain, sedangkan mendalami
ilmu yang bersumber dari manusia hukumnya wajib kifâyah.
|
6
|
UIN Alauddin,
Makassar
|
Integrasi keilmuan merupakan
perpaduan antara ilmu-ilmu agama keislaman dengan ilmu-ilmu umum sains dan
teknologi.
|
Adapun proses
integrasi ilmu dalam penyelenggaraan pendidikan secara filosofis dapat
dilakukan dengan bermacam model. Upaya pembendungan dikhotomi ilmu ini dapat
dilakukan dengan upaya integrasi ilmu dalam Pendidikan Islam yang dimuat dalam
tiga model islamisasi pengetahuan, yaitu: model purifikasi, modernisasi Islam
dan Neo-Modernisme.[24]
Islamisasi Model Purifikasi, bermakna pembersihan atau penyucian, yang mana proses
Islamisasi berusaha menyelenggarakan ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai
dan norma Islam secara kaffah.
Islamisasi Model Modernisasi Islam, berarti proses perubahan menurut fitrah
atau sunnatullah. Islamisasi model
ini cenderung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial,
perkembangan IPTEK, adaktif terhadap perkembangan zaman tanpa harus
meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dan proses modernisasi.
Islamisasi Model Neo-Modernisme, berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Hadits dengan mempertimbangkan
khazanah intelektual Muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan
kemudahan-kemudahan yang ditawarkan IPTEK.[25]
Adapun secara
umum model integrasi keilmuan dapat dikelompokkan ke dalam model-model berikut
ini:
1. Model integrasi keilmuan IFIAS (International Federation of Institutes of
Advance Study) muncul pertama kali dalam seminar tentang "Knowledge and Values", di Stickholm
pada September 1984. Pendekatan Islam pada sains dibangun di atas landasan
moral dan etika yang absolut dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di
atasnya. Akal dan objektivitas dianjurkan dalam rangka menggali ilmu
pengetahuan ilmiah, di samping menempatkan upaya intelektual dalam batas etika
dan nilai Islam.
2. Model yang dikembangkan oleh Akademi
Sains Islam Malaysia (ASASI) pada Mei 1977. Yang berpandangan bahwa ilmu tidak
terpisah dari prinsip-prinsip Islam. Model ASASI ingin mendukung dan mendorong
pelibatan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kegiatan penelitian ilmiah,
menggalakkan kajian keilmuan di kalangan masyarakat, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber
inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan keilmuan.
3. Model Islamic
Worldview, Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi
epistemologi keilmuan Islam secara menyeluruh dan integral.
4. Model Struktur Pengetahuan Islam (SPI),
membangun SPI sebagai bagian dari upaya mengembangkan hubungan yang
komprehensif antara ilmu dan agama, hanya mungkin dilakukan jika umat Islam
mengakui kenyataan bahwa pengetahuan (knowledge)
secara sistematik telah diorganisasikan dan dibagi ke dalam sejumlah disiplin
akademik.
5. Model Bucaillisme, mencari kesesuaian penemuan ilmiah dengan ayat Al-Qur’an.
6. Model integrasi keilmuan berbasis
Filsafat Klasik, berusaha menggali warisan filsafat Islam klasik. Salah seorang
yang berpengaruh dalam gagasan ini adalah Seyyed Hossein Nasr. Menurutnya pemikir
Muslim klasik berusaha memasukkan Tauhid ke dalam skema teori mereka.
7. Model integrasi keilmuan berbasis Tasawuf,
penggagasnya ialah Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang kemudian ia istilahkan
dengan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization
of Knowledge).
8. Model integrasi keilmuan berbasis Fiqh,
digagas oleh Ismail Raji al-Faruqi tahun 1982 ia menulis buku berjudul Islamization of Knowledge: General
Principles and Work Plan diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thought, Washington.
9. Model kelompok Ijmali (Ijmali Group), dipelopori oleh Ziauddin
Sardar. Menurutnya tujuan sains Islam bukan untuk mencari kebenaran akan tetapi
melakukan penyelidikan sains menurut kehendak masyarakat Muslim berdasarkan
etos Islam yang digali dari Al-Qur’an.
10. Model
kelompok Aligargh (Aligargh Group),
dipelopori oleh Zaki Kirmani Aligargh University, India. Model ini menyatakan
bahwa sains Islam berkembang dalam suasana ‘ilm
dan tasykir untuk menghasilkan
gabungan ilmu dan etika. Pendek kata, sains Islam adalah sekaligus sains dan
etika.
5.
Tujuan Integrasi Ilmu
Asumsi umat islam bahwa sains yang berasal dari
negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler sehingga ilmu tersebut
harus ditolak merupakan asumsi yang tidak tepat.
Sains yang sebenarnya merupakan hasil pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah
SWT, apabila sains kehilangan dimensi spiritualnya akan mengakibatkan
malapetaka yang merugikan manusia.[26] Salah satu upaya
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan intern
ilmu agama dan sains, upaya ini sudah dikembangkan oleh PTAI yang mulai mencoba
inklusif menerapkan metode integrasi keilmuan dalam pembelajarannya. Sehingga tujuan dari integrasi ilmu agama, sains dan teknologi adalah mampu
menciptakan karakter peserta didik yang berbudi pekerti Islami serta memiliki motivasi dan visi
pengembangan sains dan teknologi demi peningkatan kualitas hidup
masyarakat Islam menuju peradaban
yang tinggi berlandaskan asas Islam.
Integrasi antara
ilmu agama, sains dan teknologi merupakan solusi yang dapat ditawarkan guna
menjawab kemelut fenomena dikhotomi
pendidikan Islam saat ini. Dengan kata lain, integrasi ilmu merupakan
solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, agar senantiasa
dapat dikembangkan menembus waktu dan ruang tanpa adanya jerat dan aral yang
menghadang langkah-langkah kemajuan manusia dalam mengaktualisasikan diri
sebagai ‘abdun sekaligus khalifatullah fil a’-Ardh.
C.
Solusi
Penyelesain
Dalam bidang sains
dan Teknologi, Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah sebuah
paradigma terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Integrasi yang
diharapkan antara ilmu agama Islam dengan sains dan teknologi bukan dipahami
dengan memberikan materi pendidikan agama Islam yang diselingi dengan materi sains
dan teknologi. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah adanya integrasi yang
sebenarnya, di mana ketika kita menjelaskan tentang suatu materi agama Islam
dapat didukung oleh fakta IPTEK. Sebab, di dunia yang demikian modern ini,
peserta didik tidak mau hanya sekedar menerima secara dogmatis saja setiap materi
pelajaran agama yang mereka terima. Secara kritis mereka juga mempertanyakan
tentang materi pendidikan agama yang kita sampaikan sesuai dengan kenyataan
dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sains dan teknologi sebenarnya dapat
dijadikan fakta empiris penguat kebenaran ajaran agama Islam. Pengajaran yang
awalnya lebih banyak bersifat dogmatis semakin terasa mudah untuk dipahami.
Integrasi ini tentunya dengan harapan untuk lebih meningkatkan pemahaman
peserta didik akan materi pelajaran pendidikan agama Islam, dan sekaligus
sebagai pengguat keyakinan akan kebenaran Al-Qur’an.
Adapun untuk
lebih memahami tentang proses integrasi ilmu agama, sains dan teknologi dalam
dunia pendidikan Islam dapat dijelaskan melalui bagan dibawah ini:
Agar lebih memahami tentang konsep Pendidikan Islam berbasis integrasi ilmu agama, sains dan teknologi maka kita perlu mengetahui hubungan, mekanisme / proses terjadinya integrasi ilmu agama, sains dan teknologi serta tujuan dari integrasi ilmu agama, sains dan teknologi sebagai berikut:
1.
Hubungan agama Islam, sains dan teknologi sebagai berikut:
a. Agama
Islam membutuhkan sains
untuk membuktikan
kebenaran Al-Qur’an secara ilmiah. Islam juga membutuhkan teknologi untuk
mengembangkan peradaban umat Islam serta mempermudah aktivitas/kegiatan dan
membantu kehidupan umat.
b. Sains
membutuhkan agama Islam agar memiliki kontrol dan etika yang baik sehingga
tidak terjerumus kepada pengembangan sains yang merusak dan menyesatkan manusia. Sains membutuhkan teknologi untuk merealisasikan
berbagai teori dan penemuan ilmiahnya sehingga lebih bermanfaat dan nyata
dirasakan umat manusia.
c. Teknologi
membutuhkan agama Islam sebagai kontrol dalam pembuatan dan pengembangan
alat/mesin agar tidak menimbulkan kesengsaraan dan kemandorotan bagi manusia
dan alam sekitar. Teknologi membutuhkan sains sebagai pondasi dalam menciptakan
sesuatu agar lebih evisien dan efektif.
2. Konsep integrasi agama, sains dan teknologi dengan cara satu /
beberapa muatan keilmuan agama disisipi kepada muatan keilmuan
sains dan teknologi yang saling
berhubungan / relefan sehingga terjalin pemikiran yang utuh, saling menyambung,
melengkapi dan mengontrol. Begitu juga sebaliknya dalam menyampaikan sains dan teknologi perlu
diselingi muatan keagamaan yang relevan.
3. Mekanisme proses terjadinya
integrasi agama,
sains dan teknologi dilandasi hubungan simbiosis mutualisme antara agama Islam, sains dan teknologi yaitu saling membutuhkan dan
melengkapi satu sama lain untuk mengisi kekosongan materi keilmuan di
masing-masing bidang kajian.
4. Tujuan dari integrasi agama, sains dan teknologi adalah mampu
menciptakan karakter peserta didik yang berbudi pekerti Islami serta memiliki motivasi dan visi
pengembangan sains dan
teknologi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Islam menuju peradaban yang tinggi berlandaskan
asas Islam.
D.
Kesimpulan
.Pengertian
integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa
dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang
bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi
kesadaran ke Tuhanan. Kesadaran ke Tuhanan tersebut akan muncul dengan adanya
pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan
kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara
bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa
disimpulkan, integrasi ilmu berarti
adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan
kepribadian Islam.
Mengintergikan
sains, teknologi dan Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat penting,
bahkan keharusan, karena dengan mengabaikan nilai-nilai Agama dalam
perkembangan sains dan teknologi akan melahirkan dampak negatif yang luar
biasa, tidak hanya pada orde sosial-kemanusiaan, tetapi juga pada orde kosmos
atau alam semesta ini. Dampak negatif dari kecendurungan mengabaikan
nilai-nilai (moral Agama) bisa kita lihat secara emperik pada perilaku
menyimpang, korup dan pengrusakan lingkungan. Namun tampaknya dalam realitas
kehidupan terjadi ketimpangan, dimana misi pertama lebih diutamakan Ilmu tanpa
Agama sehingga mengakibatkan timbulnya krisis moral, kapitalis, materialistis
hingga menjatuhkan harkat derajat atau kualitas "khairi ummah" yang kemudian menjadi penyebab krisis alam dan
sumber daya manusia.
E. Daftar Pustaka
Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama
dan Ilmu Umum, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2005).
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu,
(Bandung: Pustaka Setia, 2000).
Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains,
(Yogyakarta:
Pilar Religia, 2004).
Daryanto, Kamus
Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo Lestari, 1994).
Haidar
Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012).
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.
http://madrasah.kemenag.go.id.
http://nasional.republika.co.id.
http://www.bps.go.id.
https://id.wikipedia.org.
Ida Fiteriani,
“Analisis Model Integrasi Ilmu dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan di
Sekolah Dasar Islam Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, Vol 2, Nomor 2, Januari 2014.
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, Terj. A. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984).
John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005).
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 th. 2007 tanggal 28 Juni 2007.
Lifk Anis Mahsumah, Paradigma
Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, 2001).
M. Amin Abdullah, Islamic Studies
Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006).
Nurlena Rifai, Fauzan,
Wahdi Sayuti, Bahrissalim,
“Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum di UIN
se-Indonesia: Evaluasi
Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses Pembelajaran”, Jurnal
TARBIYA, Vol. I, No.1, Juni 2014.
Ramadhanita Mustika Sari, “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan
Sains : Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap
Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference
Proceeding AICIS XII, hlm.
Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002).
Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996).
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003, (Jogyakarta:
Absolut).
UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Th. 2003, (Jogyakarta: Absolut).
[1] Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003, (Jogyakarta:
Absolut) , hlm. 9.
[8]
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 8-9.
[9] Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012), hlm. 178.
[11] Subandiyah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.4.
[13]
Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains –
Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 11.
[14]
Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 1-3.
[15] Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu,
(Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm.
279-280.
[16]
John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 326
[18]
Nurlena Rifai, Fauzan, Wahdi
Sayuti, Bahrissalim, “Integrasi Keilmuan Dalam
Pengembangan Kurikulum di UIN se-Indonesia:
Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum dan Proses
Pembelajaran”, Jurnal TARBIYA, Vol. I, No.1, Juni 2014, hlm.
15.
[19] Ida Fiteriani, “Analisis Model
Integrasi Ilmu dan Agama
Dalam Pelaksanaan
Pendidikan di Sekolah Dasar Islam
Bandar Lampung”, Jurnal Terampil, Vol 2, Nomor 2, Januari 2014, hlm. 9.
[20]
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terj. A.
Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 55-96.
[21]
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005), hlm. 57-58.
[22]
M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di
Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. viii.
[24]
Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.143.
[25]
Ramadhanita Mustika Sari, “Ambivalensi
Integrasi Ilmu Agama dan Sains : Studi Transformasi Konflik dan Konsesus
Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern”, Conference Proceeding AICIS XII, hlm.
2050-2051.
[26]
Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2002),
hlm. 70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda