IMPLEMENTASI STRATEGI EKSTRAKURIKULER
BERBASIS AKHLAK
Disusun oleh : Mohammad
Saifuddin (2052115002)
Mahasiswa Pasca Sarjana
STAIN Pekalongan
Abstrak
Keberhasilan pendidikan dalam
membentuk skill, dan kepribadian siswa tidak seutuhnya ditentukan oleh proses
pembelajaran yang diajarkan didalam kelas, akan tetapi ditentukan juga oleh
kegiatan-kegiatan positif diluar kelas. Kegiatan positif itu diantaranya berupa
kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola sekolah untuk mengakomodir minat dan bakat
siswa serta dapat diarahkan sebagai penunjang materi kurikulum yang ada. Untuk
dapat membentuk skill dan kepribadian islami siswa, kegiatan ekstrakurikuler
yang diselenggarakan pihak sekolah / madrasah hendaknya memperhatikan juga
komponen pendidikan nilai berupa penerapan konsep akhlak siswa sesuai dengan
ajaran Islam.
Kata
kunci : Ekstrakurikuler, Akhlak.
PENDAHULUAN
Bagi siswa, menekuni kegiatan ekstrakurikuler merupakan hal
yang penting di samping aktivitas akademis. Pasalnya kegiatan ekstrakurikuler
dapat memberikan berbagai manfaat bagi siswa. Beberapa ahli sepakat kalau
ekstrakurikuler penting untuk mendukung kemajuan anak di bidang akademis. Jadi,
meskipun orang tua ingin fokus pada kemajuan pendidikan anak, sebaiknya anak
memiliki kegiatan sampingan yang positif untuk menyeimbangkan kehidupannya.
Sebab belajar terus-menerus tanpa diselingi kegiatan lain yang sifatnya merilekskan
pikiran, justru akan memberikan beban secara psikologis kepada anak.
Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan rutin sekolah dalam setiap tahun pelajaran.
Kegiatan ekstrakurikuler ini terlahir sebagai respon terhadap perkembangan dan
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kegiatan ini
memberikan dasar–dasar pengetahuan, ketrampilan, keahlian, serta pengalaman
belajar yang akan membangun integritas sosial serta mewujudkan karakter
pembelajaran yang sejalan dengan prinsip belajar seumur hidup dan pengalaman
belajar sepanjang hayat (learning to life) yang mengacu pada
empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar mengetahui (learning
to know), belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi
diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam
kebersamaan (learning to live together).[1]
Sekolah / madrasah sebagai institusi pendidikan, tidak
hanya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan siswa dalam hal yang sifatnya
akademis, tetapi juga berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
siswa dalam hal yang sifatnya non-akademis. Pada tataran non-akademis inilah,
sekolah harus memberikan tempat bagi tumbuh-kembangnya beragam bakat dan
kreativitas siswa dengan mengadakan
kegiatan ekstrakurikuler. Hal itu bertujuan untuk menjadikan siswa bukan hanya
sebagai manusia yang memiliki kebebasan berkreasi, tetapi juga memiliki moral,
etik dan akhlak yang baik. Untuk mengimplementasikan hal itu sekolah wajib membentuk,
memfasilitasi dan mengelola kegiatan ekstrakulikuler dengan sebaik-sebaiknya agar
mampu mengakomodir kebutuhan siswa akan peningkatan potensi dan bakat
masing-masing. Oleh sebab itu dalam makalah ini saya akan memberikan gagasan
strategi kegiatan ekstrakulikuler yang berbasis akhlak seperti pramuka, PMR dan
pecinta alam.
PEMBAHASAN
Salah satu wadah
pembinaan siswa di sekolah adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan yang
diadakan dalam program ekstrakurikuler didasari atas tujuan dari pada kurikulum
sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, siswa dapat mengembangkan bakat,
minat dan kemampuannya. Ekstrakurikuler yang di selenggarakan pihak sekolah /
madrasah hendaknya memperhatikan aspek akhlak siswa yang sejalan dengan ajaran
agama Islam, sehingga diharapkan dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang
berbakat, terampil, kreatif dan berakhlak. Untuk lebih memahami tema ini, maka
akan dibahas sebagai berikut :
A. Pengertian Ekstrakurikuler dan Akhlak
1. Perbedaan dan persamaan moral, etik dan akhlak
Dalam kamus bahasa Indonesia moral di definisikan
sebagai baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban
seseorang. Etika ialah ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang
hak dan kewajiban. Akhlak adalah budi pekerti dan kelakuan.[2] Dari segi bahasa moral
berasal dari bahasa latin mores yang merupakan
bentuk jamak dari mos yang berarti
adat kebiasaan. Sehingga moral didefinisikan sebagai suatu tindakan yang sesuai
dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan
tertentu. Sedangkan etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat, jadi etika adalah
ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia,
terutama mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan
serta perasaan mengenai perbuatan. Adapun akhlak berasal dari bahasa arab yakni
khuluqun yang diartikan budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Sehingga akhlak didefinisikan sebagai
tingkah laku manusia yang dilakukan secara terus menerus hingga membentuk
kepribadian yang positif.[3]
Jika dipandang dari sumber objek kajian terdapat
perbedaan antara moral, etik dan akhlak. Sumber moral adalah norma-norma yang
tumbuh, berkembang dan berlangsung dimasyarakat. Sedangkan sumber etika untuk menentukan
nilai perbuatan manusia baik atau buruk adalah akal pikiran / rasio. Adapun sumber
akhlak yang menjadi ukuran baik dan buruk, mulia dan tercela yaitu Al-Qur’an
dan sunah. Disinilah letak perbedaan istilah akhlak, etika dan moral, dimana
akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan sesama manusia,
sedangkan etika dan moral hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama
manusia saja. Maka istilah akhlak sifatnya teosentris,
meskipun akhlak itu ada yang tertuju kepada manusia dan makhluk-makhluk lain.
Sedangkan etika dan moral bersifat antroposentris (kemanusiaan saja).
Meskipun jika dipandang dari sumber obyek kajian
terdapat perbedaan antara akhlak, etika, dan moral, ketiganya juga memiliki
beberapa persamaan antara lain:
a. Mengacu kepada ajaran atau gambaran
tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
b. Merupakan prinsip / aturan hidup manusia
untuk menakar martabat dan harkat kemanusiaannya.
c. Akhlak, etika, moral seseorang
tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan
konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk
pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan,
pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus menerus, berkesinambungan, dan
konsisten.
2. Definisi ekstrakurikuler
Pada Surat Keputusan
Dirjen Dikdasmen Nomor 226/C/Kep/O/1992, dijelaskan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa dan pada waktu
libur sekolah yang dilakukan baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Kemudian
dalam Surat Keputusan Mendikbud Nomor 060/U/1993 dan Surat Keputusan Mendikbud
Nomor 080/U/1993, dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan
yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah, dan dirancang secara khusus agar
sesuai dengan faktor minat dan bakat siswa.[4]
Dalam
sebuah jurnal yang ditulis oleh Fred C. Lunenburg dikatakan bahwa “extracurricular activities are voluntary, are approved and sponsored by
school officials, and carry no academic credit toward graduation”.
Ekstrakurikuler memiliki tujuan “The development
of skill in working in groups, the cultivation of
hobbies and interests, the production of yearbooks, newspapers, and plays, and
participation in interscholastic athletics and intramural sports present many
opportunities to students for discovering and developing talents that
approximate life in the adult community”. Dalam jurnal ini juga menyebutkan
beberapa fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler yaitu : “reinforcing learning, supplementing the required and elective
curriculum (formal courses of study), integrating knowledge, and carrying out
the objectives of democratic life”.[5]
Dari
definisi dan pemahaman ekstrakurikuler diatas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa
kegiatan kurikuler adalah upaya untuk mempersiapkan siswa agar memiliki
kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial. Melalui pengembangan
aspek-aspek tersebut diharapkan siswa dapat menghadapi dan mengatasi berbagai
perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan baik lingkup lokal, nasional,
regional, bahkan global. Karena sasaran kompetensi yang diharapkan meliputi
jangkauan kompetensi yang amat luas, berupa aspek intelektual, sikap emosional,
dan keterampilan, maka pada akhirnya kegiatan ekstrakurikuler menjadi tidak
terbatas pada program untuk membantu ketercapaian tujuan kurikuler saja, tetapi
juga mencakup pemantapan dan pembentukan kepribadian yang utuh termasuk di
dalamnya pengembangan minat dan bakat siswa disertai akhlak yang mulia.
Dengan adanya kegiatan ekskul, sekolah
menyediakan wadah bagi siswa untuk berkreasi, berinovasi, mengembangkan bakat,
dan berprestasi. Beberapa jenis ekskul yang biasa dimiliki disetiap sekolah,
seperti Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pramuka, PMR (Palang Merah
Remaja), KIR (Karya Ilmiah Remaja), Pecinta Alam, Rohis (Rohani Islam), Paduan
Suara, Klub Bahasa, Band Musik, Drumband, Bola basket, Voli, Futsal, Sepakbola,
Bulutangkis, dan sebagainya. Dengan adanya kegiatan ekskul ini dapat mengajarkan
siswa dalam berorganisasi, sehingga ilmu yang mereka peroleh dapat digunakan
dalam kehidupan bermasyarakat untuk bergaul dan bersosialisasi, serta membentuk
perilaku dan budi pekerti yang baik dalam diri siswa tersebut.[6]
B. Strategi Pembelajaran Ekstrakurikuler
Berbasis Akhlak
Sebelum kita membahas strategi
pembelajaran dalam kegiatan ekstrakulikuler, kita perlu mengetahui tujuan
pelaksanaan suatu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sebagai panduan dalam
merancang dan menetapkan proses pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan
kegiatan ekstrakulikuler tersebut. Adapun tujuan ekstrakulikuler secara umum menurut
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1987) sebagai berikut:
1.
Kegiatan ekstrakurikuler harus meningkatkan kemampuan siswa beraspek
kognitif, afektif dan psikomotor.
2.
Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju
pembinaan manusia seutuhnya yang positif.
3.
Dapat mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran
dengan pelajaran lainnya.[7]
Adapun tujuan khusus ekstrakulikuler
disesuaikan dengan kegiatan dari masing-masing ekstrakulikuler tersebut. Dari
tujuan ekstrakurikuler di atas dapat diambil kesimpulan bahwa melalui kegiatan
ekstrakurikuler siswa dapat menambah wawasan mengenai mata pelajaran yang erat
kaitannya dengan pelajaran di ruang kelas. Melalui kegiatan ekstrakurikuler pula,
siswa dapat menyalurkan bakat, minat dan potensi yang dimiliki. Karena salah
satu ciri kegiatan ekstrakurikuler adalah keanekaragamannya, hampir semua minat
remaja dapat digunakan sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan-kegiatan siswa di sekolah
khususnya kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang terkoordinasi
terarah dan terpadu dengan kegiatan lain di sekolah, guna menunjang pencapaian
tujuan kurikulum.[8]
Yang dimaksud dengan kegiatan terkoordinasi di sini adalah kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan program yang telah ditentukan. Oleh karena itu
diperlukan beberapa strategi dalam mengembangkan suatu kegiatan ekstrakulikuler
yang berlandaskan akhlak Islam, sebagai berikut :
1.
Dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler hendaknya dibimbing oleh guru,
sehingga waktu pelaksanaan berjalan dengan baik.
2.
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah hendaknya dirancang dan disinkronkan
dengan materi pelajaran yang ada.[9]
3.
Mengajak siswa agar aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga
menjadikan terampil dalam berorganisasi, mengelola, memecahkan masalah sesuai
karakteristik ekskul yang digeluti.
C. Implementasi Ekstrakulikuler Berbasis Akhlak
Untuk merealisasikan strategi kegiatan
ekstrakurikuler yang berbasis akhlak, maka kita perlu mengetahui hubungan dari
komponen utamanya berupa guru dan siswa. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Gareth
Sutton dijelaskan beberapa hubungan antara guru dan siswa
sebagai salah satu strategi dalam pembelajaran ekstrakurikuler sebagai berikut:
” Teachers who engage in extracurricular
activities and promote them to their students have strong relationships within
student work; students feel like they belong to a community and are therefore
more likely to open up and engage with their teachers. Higher engagement has
been correlated to having higher academic achievement. It could be suggested
that if students are engaging in these extracurricular activities, then
teachers who equally engage will also benefit because, like all educational
relationships the process is a reciprocal learning process. There are three key
findings that have come from the critical literature review. Students and
teachers, both benefit from time spent in extracurricular activities. There are
positive impacts on student learning and the relationships between the students
and teachers. However, teachers are facing increased time pressures in their jobs.
The more crammed teacher schedules become, the less time teachers have to
engage in educational relationship building. Teacher burnout is recognised as a
risk in expectations for extracurricular engagement”.[10]
Setelah
kita mengetahui hubungan antara guru dan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler
maka kita akan mudah dalam merancang strategi pembelajaran dan
mengimplementasikannya dalam suatu kegiatan. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada
disekolah tergolong banyak jumlahnya, namun ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang
dalam penerapannya sesuai dengan nilai–nilai Islam dan berprinsip pada akhlakul karimah meskipun kegiatan itu
pertama kali dirintis oleh umat non Islam dan sekarang berkembang sangat pesat.
Kegiatan ekstrakurikuler itu antara lain :
1.
Pramuka
Pramuka
adalah gerakan yang semula bernama kepanduan, secara umum pramuka didirikan
dengan tujuan mengembangkan akhlak dan kewarganegaraan yang baik pada anak.[11]
Kata "Pramuka" merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang
memiliki arti Orang Muda yang Suka Berkarya. Munculnya gerakan pramuka
diprakarsai oleh Robert Stephenson Smyth Baden-Powell (22 Februari 1857 - 8
Januari 1941) yang notabennya seorang Letnan Jenderal Inggris. Gerakan Pramuka di
Indonesia resmi berdiri tanggal 14 Agustus 1961setelah diterbitkannya Keputusan
Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, yang menetapkan Gerakan
Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan
menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia. Tahun
2011 anggota pramuka Indonesia berjumlah 17.103.793 orang dan menjadi
organisasi kepanduan terbesar di dunia.
Dalam Gerakan
Pramuka Indonesia dikenal Kode kehormatan pramuka yang terdiri dari Tiga Janji
yang disebut "Trisatya" dan Sepuluh Moral yang disebut
"Dasadarma". Khusus untuk siaga kode kehormatan terdiri dari Dua
Janji yang disebut "Dwi Satya" dan Dua Moral yang disebut "Dwi
Darma". Adapun isi dari kode kehormatan pramuka tersebut, sebagai berikut
:
a.
Trisatya Pramuka
Demi
kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh:
1) Menjalankan
kewajibanku terhadap Tuhan, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan
Pancasila.
2) Menolong
Sesama Hidup, dan Mempersiapkan diri/ikut serta membangun masyarakat.
3) Menepati
dasa darma pramuka. [12]
b.
Dasadarma Pramuka
1)
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Cinta Alam, dan kasih sayang sesama manusia.
3)
Patriot yang sopan, dan kesatria.
4)
Patuh, dan suka bermusyawarah.
5)
Rela menolong, dan tabah.
6)
Rajin, terampil, dan gembira.
7)
Hemat, cermat, dan bersahaja.
8)
Disiplin, berani, dan setia.
9)
Bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.
10)
Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.[13]
Isi dari
Trisatya dan Dasadarma Pramuka diatas selaras dan mencerminkan nilai-nilai
keislaman serta memiliki konsep akhlak kepada Allah, sesama manusia dan lingkungan
sekitar / alam. Sehingga kegiatan pramuka perlu dibina dengan sebaik-baiknya
agar prinsip-prinsip yang tercermin dalam kegiatan tersebut mampu diaplikasikan
dan menjadi prinsip hidup anggota pramuka.
Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa strategi pembelajaran yang sesuai
dengan kode etik kepramukaan. Adapun strategi pembelajaran yang dikembangkan di
kepramukaan menggunakan metode pembelajaran kepramukaan yang merupakan cara
belajar interaktif progresif melalui:
- Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka.
- Belajar sambil melakukan.
- Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi.
- Kegiatan yang menarik, dan menantang.
- Kegiatan di alam terbuka.
- Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan.
- Penghargaan berupa tanda kecakapan.
- Satuan terpisah antara putra, dan putri.[14]
Kemudian
dalam pemberian beban materi kepramukaan disesuaikan dengan tingkatan
kepramukaan yang di ukur dari usia anggotanya, karena menurut teori psikologi
usia anak mempengaruhi kemampuan dan keterampilan. Oleh karena itu Anggota
Gerakan Pramuka dibagi menjadi Anggota Muda, dan Anggota Dewasa. Anggota Muda
adalah Peserta Didik Gerakan Pramuka yang dibagi menjadi beberapa golongan di
antaranya:
Ø
Golongan Siaga merupakan anggota yang berusia
7 s.d. 10 tahun
Ø
Golongan Penggalang merupakan anggota yang
berusia 11 s.d. 15 tahun
Ø
Golongan Penegak merupakan anggota yang
berusia 16 s.d. 20 tahun
Ø
Golongan Pandega merupakan anggota yang
berusia 21 s.d. 25 tahun.[15]
Sedangkan
anggota dewasa adalah anggota yang berusia di atas 25 tahun, anggota dewasa
Gerakan Pramuka terdiri atas: Tenaga Pendidik, Pembina Pramuka, Pelatih Pembina,
Pembantu Pembina, Pamong Saka, Instruktur Saka, dan Fungsionaris.
2.
Pecinta alam
Kegiatan
ekstrakurikuler ini menjadi praktik pendidikan karakter yang paling bernafas
dan berkelanjutan, ekskul ini mendidik karakter murid menjadi disiplin, tangguh
fisik dan psikis, bersahaja, mengetahui batas kekuatan dan kelemahan diri yang
berujung pada kerendahan hati dan penghargaan kepada orang lain, mengajarkan
rasionalitas dan kejujuran bersikap, kerjasama, faham tentang keberagaman,
kesetaraan manusia dan tentu kreatifitas dalam mencipta, disinilah integritas
pribadi tumbuh dan matang.[16]
Kegiatan pecinta alam juga menanamkan akhlak terhadap lingkungan / alam sekitar
agar murid mampu melestarikan dan memahami hakekat alam sekitar yang pada
akhirnya mampu menumbuhkan rasa syukur dan keimanan atas kekuasaan Allah SWT.
Kegiatan
pecinta alam di Indonesia memiliki Kode etik yang dicetuskan dalam kegiatan
Gladian Nasional Pecinta Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana
Toraja pada bulan Januari 1974. Adapun bunyi dari kode etik pecinta alam
Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam
beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari
masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, bangsa, dan tanah
air.
c. Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta
alam adalah sebagian dari makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah yang
Mahakuasa.
Kemudian
dari isi kode etik diatas peserta kegiatan ekstrakurikuler pecinta alam juga
memiliki tugas sebagai berikut :
a.
Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Memelihara alam beserta isinya serta
menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya
c.
Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
d.
Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada
masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya
e.
Berusaha mempererat tali persaudaraan antara
pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam
f.
Berusaha saling membantu serta menghargai
dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air.[17]
Agar
kegiatan ekstrakurikuler pecinta alam menjadi maksimal maka diperlukan beberapa
strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.
Siswa diajak langsung berinteraksi dengan
alam.
b.
Siswa dipandu menghayati dan memikirkan peran
alam bagi kehidupan.
c.
Siswa diajak memikirkan siapa yang
menciptakan alam
d.
Siswa diajak memeliharan kelestarian
lingkungan.
3.
Palang Merah Remaja
(PMR)
Palang
Merah Remaja adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja PMI, yang
selanjutnya disebut PMR, anggota PMR di seluruh Indonesia lebih dari 5 juta
orang. Kegiatan PMR berpusat di sekolah-sekolah ataupun kelompok-kelompok
masyarakat yang bertujuan membangun dan mengembangkan karakter kepalangmerahan
agar siap menjadi relawan PMI pada masa depan. Anggota PMR menjadi salah satu
kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dibidang
kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan prinsip-prinsip dasar gerakan palang
merah dan bulan sabit merah internasional, serta mengembangkan kapasitas
organisasi PMI.[18] Kegiatan
PMR memang di peruntukkan khusus kepada anak usia remaja atau menginjak remaja,
sehingga dibutuhkan kebijakan PMI tentang pembinaan Remaja sebagai berikut:
a. Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik
dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan.
b.
Remaja berperan penting dalam pengembangan
kegiatan kepalangmerahan.
c. Remaja berperan penting dalam perencanaan,
pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI.
d.
Remaja adalah kader relawan.
e.
Remaja calon pemimpin PMI pada masa depan.
Usia
remaja atau menjelang remaja dianggap sebagai usia emas yang perlu dibina dan
diarahkan kepada kegiatan-kegiatan positif yang membangun dan mendidik mental,
kepribadian dan budi pekerti anak. Kegiatan PMR di Indonesia sangat
memperhatikan tingkatan usia anggotanya untuk memaksimalkan dan menyesuaikan strategi
pembelajaran dan dalam penyampainan materi. Adapun tingkatan PMR yang berlaku
di Indonesia sebagai berikut:
Ø
PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara
pelajar Sekolah Dasar (10-12 tahun), berfungsi sebagai peer leadership, yaitu dapat menjadi contoh/model ketrampilan hidup
sehat bagi teman sebaya.
Ø
PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara
pelajar Sekolah Menengah Pertama (12-15 tahun), berfungsi sebagai peer support, yaitu memberikan dukungan,
bantuan, semangat kepada teman sebaya agar meningkatkan ketrampilan hidup
sehat.
Ø
PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara
pelajar Sekolah Menengah Atas (15-17 tahun), berfungsi sebagai peer educator, yaitu pendidik sebaya
keterampilan hidup sehat.
Kemudian
dalam kegiatan PMR dikenalkan 7 Prinsip Dasar yang harus diketahui dan
dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Prinsip ini dikenal dengan nama "7
Prinsip Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional" yaitu:
- Kemanusiaan, bermakna gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah lahir dari keinginan untuk memberikan pertolongan kepada korban yang terluka tanpa membeda-bedakan dan untuk mencegah serta mengatasi penderitaan sesama. Tujuannya ialah melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghormatan terhadap umat manusia.
- Kesamaan, bermakna gerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial, atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang lain sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
- Kenetralan, bermakna gerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
- Kemandirian, bermakna gerakan bersifat mandiri, setiap perhimpunan Nasional sekalipun merupakan pendukung bagi pemerintah di bidang kemanusiaan dan harus menaati peraturan hukum yang berlaku di negara masing-masing, namun gerakan bersifat otonom dan harus menjaga tindakannya agar sejalan dengan prinsip dasar gerakan.
- Kesukarelaan, bermakna gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
- Kesatuan, bermakana di dalam satu Negara hanya boleh ada satu perhimpunan nasional dan hanya boleh memilih salah satu lambang yang digunakan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Gerakan bersifat terbuka dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah negara bersangkutan.
- Kesemestaan, bermakna gerakan hadir di seluruh dunia. Setiap perhimpunan nasional mempunyai status yang sederajat, serta memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam membantu sama lain.[19]
Adapun
ruang lingkup dan strategi kegiatan PMR dikenal dengan nama Tri Bakti Remaja
yang mengandung arti:
·
Berbakti kepada masyarakat, seperti
mengadakan kunjungan berkala ke panti jompo, menjadi donor darah.
·
Mempertinggi keterampilan serta memelihara
kebersihan dan kesehatan, misalnya mempraktikkan kebersihan dan kesehatan di
lingkungan sekitar.
·
Mempererat persahabatan nasional dan internasional,
contohnya melakukan latihan gabungan PMR dengan kelompok PMR lain, saling
bertukar album persahabatan.[20]
Sedangkan
strategi pembelajaran sebagai wujud realisasi dari Kegiatan PMR yang ada di
Indonesia antara lain:
- Pengumpulan bantuan di sekolah untuk korban bencana
- Bakti sosial dengan kunjungan ke rumah sakit atau panti jompo/panti asuhan untuk perawatan keluarga, gerakan kebersihan lingkungan, dsb
- Mengikuti gerakan kakek/nenek angkat asuh
- Mengikuti pelatihan remaja sebaya di bidang kesehatan remaja dan HIV/AIDS
- Donor darah siswa
- Seni (majalah dinding, lomba-lomba)
- Program persahabatan remaja palang merah regional/internasional
- Jumbara (Jumpa Bakti Gembira) PMR.
KESIMPULAN
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan
di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan sekolah, dan dirancang secara khusus agar sesuai dengan
faktor minat dan bakat siswa. Melalui kegiatan
ekstrakurikuler, siswa dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya serta
dapat diarahkan dan membina akhlaknya. Strategi dalam pembelajaran
ekstrakurikuler disesuaikan dengan jenis dan komponen dari ekstrakurikuler
tersebut. Beberapa contoh kegiatan ekstrakurikuler yang mengandung unsur
kepribadian akhlak Islam yaitu kegiatan pramuka, pecinta alam dan PMR.
PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami sampaikan. Tentunya dalam makalah ini kami masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penulisan maupun penjelasan. Untuk itu sudilah
kiranya samudera maaf dari pembaca buka untuk kami. Saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnan makalah ini sangat kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua. Amin…………….
DAFTAR PUSTAKA
Agus Widodo HS, Ramuan
Lengkap Bagi Pramuka Penggalang, Pramuka Penegak, dan Pembina Pramuka, Kwartir
Daerah XII DIY, Yogyakarta, 2003.
Amal A.A, Mengembangkan Kreatifitas Anak, Pustaka
Al-Kautsar,
Jakarta, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis Tata Cara Berorganisasi Siswa, Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Kesiswaan, Jakarta, 1985.
Fred C. Lunenburg, “Extracurricular Activities” SCHOOLING, Vol 1, No 1, 2010.
Gareth Sutton, “Extracurricular engagement and the
effects on teacherstudent educational relationship”, Journal of Initial Teacher Inquiry, Vol 1, 2015.
M. Djauhari, Pembinaan
Latihan Penggalang, CV. Sahabat, Klaten, 1995.
Melania Fandika, dkk, “Pengaruh Keterlibatan Siswa dalam Organisasi
Ekstrakurikuler terhadap Budi Pekerti Siswa SMA N 15 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2012/2013”, Jurnal Penelitian Pendidikan, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bandar Lampung 2013.
Moh. Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Diva Press,
Jogjakarta, 2012.
Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT.
Rineka Cipta, Jakarta 1997.
Thoifuri, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, STAIN Kudus Press,
Kudus, 2006.
Tim Penulis, Ensiklopedi
Nasional Indonesia, Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1990.
Tri Ani
Hastuti, “Kontribusi Ekstrakurikuler Bola Basket Terhadap Pembibitan Atlet dan Peningkatan Kesegaran
Jasmani”, JPJI UNY, Volume 5, Nomor
1, April 2008.
http://www.pmi.or.id
[1]
Moh. Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Diva Press,
Jogjakarta, 2012, hlm. 160-161.
[3]
Thoifuri, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, STAIN Kudus Press,
Kudus, 2006, hlm. 56.
[4]
Tri Ani Hastuti, “Kontribusi
Ekstrakurikuler Bola Basket Terhadap Pembibitan Atlet dan Peningkatan Kesegaran
Jasmani”, JPJI UNY, Volume 5, Nomor
1, April 2008, hlm. 46.
[5]
Fred C. Lunenburg, “Extracurricular
Activities” SCHOOLING, Volume 1,
Number 1, 2010.
[6]
Melania Fandika, dkk, Pengaruh
Keterlibatan Siswa dalam Organisasi Ekstrakurikuler terhadap Budi Pekerti Siswa
SMA N 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, Jurnal
Penelitian Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bandar
Lampung 2013, hlm. 4
[7]
Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka
Cipta, Jakarta 1997, hlm. 272.
[8]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis Tata Cara
Berorganisasi Siswa, Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Kesiswaan, Jakarta, 1985, hlm. 1.
[10]
Gareth Sutton, “Extracurricular
engagement and the effects on teacherstudent educational relationship”, Journal of Initial Teacher Inquiry, Volume
1, 2015. hlm. 52.
[11]
Tim Penulis, Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13, Cipta Adi Pustaka,
Jakarta, 1990, hlm. 615.
[12]
M. Djauhari, Pembinaan Latihan Penggalang, CV. Sahabat, Klaten, 1995, hlm. 51.
[13]
Agus Widodo HS, Ramuan Lengkap Bagi Pramuka Penggalang, Pramuka Penegak, dan Pembina
Pramuka, Kwartir Daerah XII DIY, Yogyakarta, 2003, hlm. 73.
[15]
M. Djauhari, Op.Cit., hlm. 1.
[18] http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/18/02435578/Tugas.Mulia.Palang.Merah.Remaja, diakses 14 Maret 2016
[20] http://www.pmi.or.id/index.php/kapasitas/sukarelawan/palang-merah-remaja.html, dikases 28 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda