Selasa, 24 November 2009

KARAKTERISTIK KAJIAN ISLAM KONTEKSTUAL

BAB I

PENDAHULUAN

Islam adalah agama samawi yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad SAW yang ajarannya terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah dalam bentuk perintah, larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia. Islam memiliki syariat-syariat yang diturunkan Allah kepada umat manusia untuk dijalankan dan bertujuan mencapai kemaslahatan. Ajaran Islam juga mencakup seluruh aspek kehidupan manusia seperti akidah / teologi, ibadah, hukum, tasawuf, filsafat, ekonomi, sosial, politik dan pembaruan.
Kita sebagai umat Islam diharapkan mampu memahami, mengerti dan mengamalkan setiap ajaran agama yang termuat dalam kitab sucinya disegala situasi dan kondisi bagaimanapun. Sedangkan sebagai kaum intelektual muslim tentu dalam memahami setiap syariat islam tidak hanya sekedar memaknai teks yang termaktub tapi diharapkan mampu mengambil makna kontekstual yang dapat direalisasikan dengan tetap menjaga kemurnian ajaran agama.
Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan mengedepankan pembahasan tentang berbagai aspek syariat islam yang bisa direalisasikan dengan memahami karakteristik kajian islam kontekstual.











BAB II

KARAKTERISTIK KAJIAN ISLAM KONTEKSTUAL

A. KARAKTERISTIK DUNIA ISLAM
Islam merupakan sebuah ajaran agama yang tumbuh pertama kali didunia timur tengah beberapa abad yang lalu. Islam sebagai suatu agama yang mengandung berbagai ajaran sosial, ekonomi, hukum, akhlak merupakan pegangan umatnya yang harus diterima dan diamalkan secara seksama. Islam mampu berkembang dan menyebar keseluruh penjuru dunia hanya dalam beberapa dekade saja. Islam bukanlah satu-satunya agama didunia yang paling benar, tapi islam berusaha memberikan ajaran yang Rahmatanlilalamin yang tidak dimiliki oleh ajaran agama lainnya. Islam banyak memberikan kelonggaran dalam syariat agama bagi umatnya disesuaikan situasi dan kondisi mereka saat itu karena islam bukanlah agama otoriter dan pemaksaan.
Dalam perkembangan dunia islam pada umumnya terbagi dalam dua tahap yaitu :
1. Islam Tradisional
Tradisi bisa berarti addin yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya atau assunah berdasarkan pada model sakral yang sudah menjadi tradisi, bisa juga berarti Al-Silsilah rantai yang mengkaitkan setiap periode episode atau tahap kehidupan dan pemikiran. Jadi Islam tradisional menerima Al-Qur’an sebagai kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya, menerima komentar-komentar tradisional yang linguistik, historical, sapiental dan metafisikal atas Al-Qur’an. Islam tradisional menginterprestasikan bacaan suci bukan berdasarkan makna literal dan eksternal tapi sesuai tradisi hermeunitik yang mempertahankan syariah sebagai hukum Illahi sehingga seluruh moralitas diturunkan dari Al-Quran dan hadits .
Kadang kala Islam tradisional bertentangan dengan interprestasi modernis dan fundamentalis karena Islam tradisional menentang pencapaian kekuasaaan duniawi atas nama Islam dengan melupakan anjuran Islam sekalipun dunia terus berputar menuju keperadapan yang lebih tinggi. Islam tradisional akan tetap eksis dalam gerakan intelektual artistic klasik, cendekiawan dan orang suci yang setia menempuh jalan Nabi.
2. Islam Kontemporer
Sementara pada abad ke 19 banyak gagasan–gagasan barat tentang kemajuan dan pembangunan diterima secara luas dan merata dikalangan penguasa dunia Islam tanpa melakukan analisis secara obyektif sesuai norma-norma Islam yang mereka pegang. Hal ini berimplikasi pada merosotnya moral, keyakinan dan syariat umat Islam terhadap kemurnian ajaran agama yang selama masa tradisional mereka pegang teguh hanya untuk mengejar arus modernisasi dunia. Dari kebahagiaan semata manusia diera ini lebih memikirkan masa depan kehidupan dunianya dengan menempuh berbagai cara sesuai potensi SDM yang dimiliki dan menomerduakan hukum-hukum agama. Memang kalau dipandang sekilas umat Islam menjadi lebih mapan dan mampu bersaing dengan dunia non- Islam sehingga dipandangan dunia, umat Islam bukanlah umat yang lemah dan ketinggalan peradapan. Namun dibalik semua itu umat Islam harus mengorbankan keyakinan ajaran agama yang seharusnya dijadikan pegangan dalam berperilaku. Bukannya kemajuan peradapan Islam yang modern tapi moral umat Islam yang semakin jauh dari norma-norma agama. Setidaknya diera Islam kontemporer terdapat tiga gerakan Islam yang bersekala luas, antara lain Revivalisme, sebagai reaksi dimulainya ekspansi kolonial eropa abad ke 18 dan 19, kemudian muncul gerakan Reformisme Islam sebagai pengganti Refifalisme yang tidak berhasil mencapai tujuan jangka panjangnnya baru setelah itu muncul Islam fundamental .
Langkah dalam mengkaji gerakan ini adalah harus selalu mencermati bahwa dunia Islam sangat besar dan beragam, lebih dari 800 juta kaum muslim diseluruh dunia dan sebagian besar dibenua asia khusunya di Indonesia yang mencapai 190juta muslim. Indonesia bukanlah negara Islam tapi mayoritas penduduknya 90% adalah umat Islam sekaligus sebagai negara dengan jumlah umat Islam terbanyak didunia. Ironisnya sebagai negara mayoritas penduduknya muslim apakah umat Islam Indonesia sudah menjalankan semua syariat agama serta mampu mengembangkan peradapan Islam modern berbasis teknologi dengan potensi SDM yang unggulan demi kejayaan dan kemakmuran Indonesia pada umumnya dan Islam pada khususnya. Hal inilah yang belum mampu dicapai oleh Negara-negara Islam diseluruh dunia sebagaimana yang pernah diungkapkan Eric Hoffer pengarang The True Believer menyatakan belum ada negara Islam yang berhasil menguasai produksi industri atau mewujudkan sesuatu yang mendekatinya dengan membandingkan apa yang telah dicapai oleh Jepang, Taiwan, Korsel, Singapura, Hongkong dan India.

B. KONDISI PERADAPAN ISLAM
Diera ini dengan semakin memanasnya kehidupan didunia yang ditandai persaingan negara-negara didunia dalam bidang penguasaan IPTEK serta peningkatan kualitas SDM. Membuat dunia Islam kalang kabut apalagi dengan adanya era globalisasi dan perdagangan bebas membuat setiap Negara khususnya yang mayoritas berpenduduk muslim harus bersiap dan mengambil langkah prefentif guna menghadapi realitas dunia sekarang ini.
Umat Islam sebenarnya bisa menjadi modern dan demokratis tapi tetap setia pada akidah Islam, namun pilihan mereka dalam mengungkapkan diri dibatasi oleh kriteria hak-hak istimewa ekonomis yang ada sekarang. Orang tak mungkin mengabaikan apa yang sekarang terjadi didunia ketiga ini disetiap lapisan kelompok. Mereka yang tidak ikut serta dalam jajaran depan masyarakat yang mengalami teknikalisasi itu mengalami kesenjangan yang sangat mencolok. Menurut Izetbegovic keunikan Islam adalah dalam memproyeksikan sikap pandangan dunia yang holistic dengan menerapkan norma agama sebagai praktik politik korektif, agama menjadi wahana untuk memperbaiki kehidupan pablik karena Islam menganjurkan penguasaan atas pikiran, badan, ruang sebagai dimensi agama yang tegas .
Diera kontemporer ini perkembangan peradapan dunia yang selalu tumbuh dan berkembang cepat baik dibidang IPTEK, SOSBUD, hukum, ekonomi dan segala bidang kehidupan yang lain membuat setiap individu dituntut memiliki life skill dan meningkatkan SDMnya demi mengejar perkembangan dunia yang semakin signifikan. Sebagaimana umat Islam diseluruh dunia lebih-lebih di Indonesia sendiri, kaum muslim mendapat berbagai tantangan baru yang membutuhkan penyelesaian secara akal, hati atau perasaan dan syariat Islam. Ketiga jalur ini diharapkan mampu berjalan berdampingan secara sinergi untuk meningkatkan sumber daya muslim yang sejalur dengan norma-norma agama.
Sebagai contoh, salah satu permasalahan tersebut adalah mengenai peran dan status perempuan dalam perspektif Islam diera modern atau millennium sekarang ini. Islam mencoba mengajukan persoalan sentral mengenai peran dan status wanita dalam kehidupan religius dan sentral, Islam mendasarkan pada ajaran eplisit Al-Qur’an dan bimbingan hidup dari Nabi. Berdasarkan dua sumber tersebut Islam telah mengembangkan doktrin tentang problem wanita serta memformulasikan norma-norma menurut potensi makna masing-masing dalam berhubungan dan bekerjasama disistem sosial .
Maka dari itu, akhir-akhir ini ada beberapa peninjauan kaum perempuan yang disoroti oleh dunia Islam dan dibahas panjang lebar oleh ulama’ dan cendikiawan muslim. Untuk membangun gambaran yang lebih jelas tentang status dan peran perempuan dalam Islam seseorang harus membedakan antara Islam sebagai agama dan Islam sebagai kultur. Islam sebagai agama yang menunjukkan kepada aturan-aturan berkenaan dengan kesalehan etika keimanan. Aspek spiritual Islam dipandang sebagai tugas-tugas peribadatan sebagai pondasi keimanan, berkenaan dengan kereligian ini laki-laki dan perempuan adalah sederajat dalam pandangan Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-rum : 21, Al-Baqoroh : 187, An-nisa’ : 1 dan 32. Islam sebagai kultur menunjuk pada ide dan praktek-praktek kaum muslim dalam konteks situasi dan kondisi sosial, ekonomi, politik. Manusia tidak hanya beribadah tetapi juga berinteraksi dalam hubungan sosial, pada dataran ini kaum perempuan tidak diperlakukan sama dengan kaum lelaki .
Sebagaimana beberapa kasus yang terjadi di Indonesia seperti diskriminasi terhadap kaum perempuan minoritas yang sangat rentang menjadi obyek kekerasan dan pelecehan seksual seperti peristiwa Mei 1998 terhadap etnis Tionghua, peristiwa kerusuhan Sambas, Ambon, Poso dan Timor-timor. Begitu juga yang dialami kaum TKW Indonesia yang bekerja sebagai PRT atau buruh diluar negeri, mereka juga rentang menjadi obyek pelanggaran HAM dan ironisnya di beberapa Negara tertentu seperti Saudi Arabia mereka tidak mendapat perlindungan apapun. Banyak juga para perempuan Indonesia yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual baik sebagai pekerja seks, pornografi dan perkawinan pesanan tanpa sepengetahuan mereka sebelumnya. Namun yang lebih ironis adalah kasus KDRT di Indonesia baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi yang terkadang tindakan tersebut didasarkan pada mitos-mitos yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang disalahkan .


C. BEBERAPA KARAKTER KAJIAN ISLAM KONTEKSTUAL
Islam sebagai ajaran dijamin oleh Allah sesuai dengan kondisi manusia dimanapun, kapanpun dan bagi segala jenis kehidupan, karena Islam adalah serangkaian kalam Allah yang abadi bagi manusia, hidayah umum bagi semua ras, rahmat bagi sekalian alam, kebenaran yang tidak mungkin ada kebatilan dimuka dan dibelakang, senantiasa menjaga dan memelihara realita disetiap aspek yang didakwahkan kepada manusia mulai aspek akidah, ibadah, akhlak dan tasyri’. Islam mengakui wujud manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang memiliki proses pembentukan, kecenderungan dan tugas berbeda sebagai unsur penentu dalam masyarakat, mengakui realitas manusia sebagai makhluk yang memiliki kombinasi penciptaan, mengakui kehidupan yang marhalah dan berganti-ganti adalah hukum konstitusionalnya, Islam tidak pernah melupakan realitas alam, kehidupan, dan manusia dengan segala kondisi dan peristiwa yang melengkapinya. Islam dalam menyusun aturan kehidupan bergantung dan dipengaruhi oleh kenyataan yang dialami manusia dilingkungan dan zaman tertentu ( kontekstual ).
Idiologi dan gerakan Islam bukan semata-mata fenomena marginal yang terbatas pada kelompok atau organisasi radikal kecil. Implementasi Islam oleh pemerintah dan rekaman sejarah gerakan Islam mencuatkan banyak pertanyaan mengenai pemanfaatan agama demi tujuan politik maupun sifat serta arah pembaharuan Islam. Makin banyak Sarjana kontemporer berkesimpulan bahwa asal usul Islam tidak boleh dibaca sebagai sejarah sekular dengan tambahan religius. Tidak bisa dipisahkan dari komunitas “ulama” yang mengetahui tentang ajaran agama Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Sebetulnya masalah Islam kontemporer adalah bagaimana cara menghasilkan atau mewujudkan bukan cara memikirkannya, menurut Thomas S.Kuhn, perkembangan Ilmu Agama Islam Masa sekarang berada pada tahap Anomali.
Menurut Dr. Yusuf Qordowi pemahaman Islam secara kontekstual sering disebut Al-Waqi’iyyah yaitu mengakui realitas alam ini sebagai suatu hakekat yang faktual dan memiliki eksistensi yang terlihat . Yusuf Qardhawi yang dikenal sebagai ulama’ dan pemikir islam unik sekaligus istimewa dalam menggunakan cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah islam. Karena itulah dia diterima oleh kalangan barat sebagai pemikir yang selalu menampilkan islam secara ramah, santun, dan moderat. Beliau lahir pada tahun 1926 di desa Shafth Turat provinsi Manovia Mesir. Sejak usia 9 tahun beliau telah hafal 30 Juz Al-Qur’an, kemudian melanjutkan studinya di Al-Azhar dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Corak penting metodologi islam Qardhawi adalah Taysir ( memudahkan ) dalam pemahaman dan praktik keagamaan.
Dr. Yusuf Qardawi memberikan beberapa karakter aspek ajaran islam yang dapat dipahami secara kontekstual ( Al-Waqi’iyyah ) antara lain :
1. Al-Waqi’iyyah dalam akidah islam yang mengajak ;
a. Beriman kepada Allah yang satu dan memaparkan keberadaannya dengan ayat-ayat kauniyah dan qauliyah.
b. Mengajak beriman kepada Rosul untuk menyempurnakan Makarimul Akhlak. Rosul adalah manusia biasa bukan Tuhan atau Malaikat, yang menunjukkan kejujuran dakwahnya adalah ruh beliau yang suci, kepribadian yang luar biasa serta wahyu beliau yang berupa Al-Qur’an yang tidak ada menandingi kehebatannya, terjaga dan dipelihara Allah atas keontikan kalimatnya, tertulis dalam mushaf, tertilawati oleh lisan-lisan suci, terpatri dalam dada, memberi Khitob pada akal dan hati serta sebagai isyarat kepada manusia baik menyenangkan atau menakutkan.
c. Mengajak beriman pada kehidupan setelah dunia ini, disana akan dibalas segala amal perbuatannya. Keimanan ini memberi kepuasan pada manusia akan alam kekekalan dan kesesuaian perasaan perihal keabadian dialam baka yang setiap ajaran agama dan aliran filsafat mengakuinya.
2. Al-Waqi’iyyah dalam ibadat islam
Islam datang dengan sistem ibadah yang Waqi’iyyah karena islam paham betul kondisi spiritualitas manusia yang memerlukan Ittshal ( kontak ) dengan Allah. Maka islam mewajibkan amal ibadah yang melegakan kehausan rohani, memberi kepuasan fitroh dan mengisi kekosongan jiwa tapi islam juga menjaga kemampuan manusia dan tidak membebaninya ( Qs. Al-Hajj : 78 ).
a. Islam menjaga dan memperhatikan realitas manusia dan kondisi sosial, ekonomi, keluarga yang melingkupinya serta mengharuskan dirinya mencari Mais’yah ( penghasilan ) dan berusaha untuk dunia. Islam tidak menghendaki umatnya berlebihan dalam ibadah serta tidak menjadikan seluruh hidupnya melambung kealam sufistik yang tinggi dan murni.
b. Islam memahami tabiat kebosanan yang ada pada diri manusia makanya islam memberikan variasi dalam hal ibadah, ada ibadah badaniyah ( Sholat, puasa ), maliyyah ( zakat, sedekah ), dan gabungan keduanya ( haji, umrah ), ada yang harian ( sholat ), tahunan ( puasa ), sekali seumur hidup ( haji ) serta amalan sunah untuk menambah kebaikan Taqorrob Illah ( Al-Baqoroh : 184 ).
c. Islam memperhatikan kondisi yang tidak terduga dan memberikan keringanan sebagai perhatian akan realitas manusia dan kadar kondisinya yang tidak setabil seperti mengkoshor, menjama’ sholat bagi musafir, tayamum, sholat orang sakit dengan duduk, berbaring, tidak berpuasa bagi orang hamil, menyusui dan orang tua.
3. Al-Waqi’iyyah dalam akhlak islamiyah
Islam datang dengan memperhatikan kemampuan yang dimiliki mayoritas manusia, akhlak manusia mengakui kelemahan, dorongan dan kebutuhan material dan psikis manusia maka dari itu :
a. Islam tidak mewajibkan bagi orang yang hendak memeluk islam agar melepas semua masalah ma’isyah dan kekayaannya. Islam memperhatikan kebutuhan individu terhadap harta karena harta sebagai tiang kehidupan dan diperintah menginvestasikan serta menjaganya dengan baik ( Ad-Dhuha ; 8 ).
b. Islam menetapkan keadilan dan menolak permusuhan dengan mensyariatkan membalas penganiayaan dengan penganiayaan sejenis tidak ditambah dan dikurangi, islam juga menyuruh memberi maaf, bersabar dan mengampuni pelaku kejahatan dimana ini merupakan kemuliaan yang dianjurkan bukan kewajiban ( Asy-Syura : 40, An-Nahl : 126 ).
c. Ahklak islam menetapkan dan mengakui adanya perbedaan kemampuan nurani operasional antar manusia karena kadar iman manusia tidaklah sama. Dalam islam dikenal derajat iman dan ihsan yang dimiliki tiap pribadi muslim.
d. Akhlak islam tidak mengharuskan ahli taqwa dapat suci dari segala dosa seperti malaikat karena manusia ditakdirkan memiliki sifat salah dan lupa.
e. Akhlak islam memperhatikan situasi dan kondisi khusus seperti peperangan, islam melarang menghancurkan bangunan, membakar pohon serta dibolehkan berbohong untuk menyesatkan musuh karena perang adalah tipu daya.
4. Al-Waqi’iyyah dalam tarbiyah islamiyah
Berinteraksi dengan manusia sesuai posisinya sebagai daging dan darah, pikiran dan perasaan, emosi dan kecenderungan, spiritual dan material. Islam tidak mengakui adanya dosa warisan tapi mengakui adanya pengaruh lingkungan dan bahayanya, khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan dapat membentuk ideologi anak dan kecenderungan pola pikir yang pertama. Karenanya islam menyuruh orang tua memberikan taujih dan tarbiyah yang baik kepada anak mereka ( At-Tahrim : 6 ).
Islam sangat memperhatikan fase anak karena fase ini sangat peka dalam menerima ta’allum ( pelajaran ) mudah terpengaruh dan terkondisi. Pada fase ini islam memerintahkan orang tua senantiasa giat melatih anak pada ketaatan, melaksanakan kewajiban ketika sampai pada fase tamyiz ( mampu membedakan baik dan buruk ), hadits nabi menentukan fase ini ketika anak berumur 7 tahun sebagaimana islam memerintahkan tegas dengan pemukulan ketika berusia 10 tahun.
5. Al-Wai’iyyah dalam syariat islam
a. Islam tidak mengabaikan konteks yang ada pada setiap perkara yang dihalalkan atau diharamkan.
b. Islam tidak akan mengharamkan sesuatu yang memang betul-betul dibutuhkan oleh manusia dalam realitas kehidupannya dan islam tidak membolehkan sesuatu yang membahayakan ( Al-A’rof : 31-32 ).
c. Islam memperhatikan fitrah manusia dalam hal kecenderungan pada main-main dan refresing , islam memperhatikan fitrah manusia yang mencintai perhiasan dan berdandan.
d. Syariat islam memperhitungkan keadaan darurat yang sewaktu-waktu menimpa dan menekan keberadaan manusia ( Al-Baqoroh : 173 ).
e. Islam memahami ketidakberdayaan manusia dihadapan hal-hal yang diharamkan atau yang mengarah kepadanya.
f. Islam memperhatikan dorongan seksual pada manusia kemudian islam memenuhinya dengan syariat pernikahan yang bertujuan menjaga kelangsungan dan kemuliaan manusia serta mengangkatnya dari derajat kebinatangan.
g. Islam membolehkan poligami dan melegitimasi kumpul kebo.
h. Islam membolehkan talak ketika tidak mungkin dicapai kerukunan suami istri.




BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Islam sebagai suatu agama yang mengandung berbagai ajaran sosial, ekonomi, hukum, akhlak merupakan pegangan umatnya yang harus diterima dan diamalkan secara seksama. Islam banyak memberikan kelonggaran dalam syariat agama bagi umatnya disesuaikan situasi dan kondisi mereka saat itu karena islam bukanlah agama otoriter dan pemaksaan.
Dalam perkembangan dunia islam pada umumnya terbagi dalam dua tahap yaitu : Islam tradisional yang menerima Al-Qur’an sebagai kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya, menerima komentar-komentar tradisional yang linguistik, historical, sapiental dan metafisikal atas Al-Qur’an dan Islam kontemporer sebagai realita masa kini. Diera kontemporer ini dalam memahami Islam hendaknya diarahkan secara kontekstual yang menurut Dr. Yusuf Qordowi pemahaman Islam secara kontekstual sering disebut Al-Waqiiyyah yaitu mengakui realitas alam ini sebagai suatu hakekat yang faktual dan memiliki eksistensi yang terlihat. Menurut Qordowi ada beberapa aspek ajaran agama yang dapat dipahami secara AL-Waqi’iyyah antara lain aspek akidah, ibadah, syariat, tarbiyah dan akhlak.

B. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, apabila ada pembahasan yang kurang berkenan kami mohon maaf yang sebesarnya dan kami juga mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah kami dimasa mendatang. Dan semoga makalah kami yang berjudul Karakteristik kajian islam kontekstual dapat memberikan sedikit wawasan dan bermanfaat bagi kita semua, amin…..


DAFTAR PUSTAKA

Bruce B.Lawrence, Islam Tidak Tunggal, Terj.Harimukti Bagoes Oka, PT.Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2004.
John L.Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Terj.Eva, Femmy, dkk, Mizan, Bandung, 2002.
Mohammad Arkoun, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama, Terj.Ruslani, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.
Muslim A.Kadir, Ilmu Islam Terapan ,Pustaka Pelajar Offset,Yogyakarta, 2003.
Nur Said, Perempuan Dalam Himpitan Teologi Dan HAM di Indonesia, Pilar Religia, Yogyakarta, 2005.
Seyyed Hosein Nasr, Islam Tradisi Ditengah Kancah Dunia Modern, Terj. Lukman Hakim, Pustaka, Bandung, 1994.
Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Tekstual dan Kontekstual, Bulan Bintang, Jakarta,1994.
Yusuf Qardawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik, Terj.Rofi’Munawwar, Tajuddin, Risalah Gusti, Surabaya, 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda