ARTIKEL
KRISIS FIGUR PEMIMPIN DI INDONESIA
Setelah 63 tahun Indonesia merdeka dari kaum penjajah hingga era Reformasi dewasa ini, ternyata problematik perkembangan dunia politik di Indonesia semakin memilukan. Bangsa ini sudah sangat kesulitan memilih figur-figur pemimpin yang benar-benar mengerti dan memperjuangkan nasib-nasib mereka. Hal ini terbukti setelah perguliran orde baru menuju era reformasi sekitar tahun 1998 atas prakarsa mahasiswa dan tokoh-tokoh intelektual bangsa ini yang mengatas namakan suara rakyat. Dimana selama 9 tahun terakhir Indonesia setidaknya sudah mengalami 4 kali pergantian tahta kepresidenan, 3 kepala negara diantaranya ( BJ Habiebi, Megawati soekarno Putri, dan Abdurrahman Wahid ) kurang dari 5 tahun menjabat kursi kepresidenan antara kurun waktu tahun 1999 hingga 2004. Hal ini ditandai juga dengan sering silih bergantinya pejabat-pejabat pemerintahan di lingkungan institusi negara. Semua peristiwa ini apakah menandakan perubahan sistem politik atau karena kebingungan rakyat mencari calon petinggi pemerintahan yang benar-benar berjiwa dan berfigur seorang pemimipin yang dicintai rakyatnya. Sejarah mencatat sebelum Reformasi 1998 selama 53 tahun di Indonesia Cuma mengalami 2 kali pergantian kepala negara yaitu Ir Soekarno yang memimpin selama ±21 tahun sejak 1945 hingga 1966 dan Soeharto selama ±32 tahun sejak 1967 hingga 1998. Pertanyaan kita apakah mereka merupakan 2 figur pemimpin yang dicintai rakyat Indonesia sehingga mampu menjalankan roda pemerintahan selama berpuluh-puluh tahun atau karena ada faktor lain sebagai kekuatan kediktatoran waktu itu. Untuk mengetahui peristiwa ini kita harus banyak membaca buku sejarah yang ada.
Kini kita memasuki era millenium abad ke 21 dimana kebebasan individu untuk berekpresi dan HAMnya dijamin oleh pemerintah dan undang-undang. Kebebasan ini menyebabkan banyak sekali orang mampu dan berduit tanpa mengenal kasta dan jenis kelamin saling berlomba-lomba mencari kursi empuk pemerintahan mulai dari tingkat daerah hingga nasional. Tentunya tidak hanya kursi eksekutif saja yang diperebutkan namun kursi yudikatif dan legislatif juga tidak luput dari incaran. Padahal kedudukan ini memiliki tugas yang amat berat untuk mengemban amanat rakyat.
Terus bagaimanakah seorang figur pemimipin yang kompatibel dan berjiwa pemimpin sehingga mampu mengemban amanat rakyat? Tentunya mereka tidak harus yang kaya raya, pejabat, politikus dan yang telah populer namanya. Tapi yang dicari sekarang ini adalah seorang figur pemimpin yang berjiwa nasionalis, mau mengerti dan merasakan penderitaan rakyat, berorientasi kedepan demi kemajuan bangsa, amanah, jujur, adil dan beriman serta berkemampuan lahir dan batin.
ARTIS NAIK PANGGUNG POLITIK
Dengan popularitas yang dimilikinya tentu seorang artis mudah dikenal oleh masyarakat luas baik melalui media cetak maupun elektronik. Hal ini wajar bila akhir-akhir ini banyak partai politik yang memanfaatkan popularitas selebriti tersebut untuk mendongkrak citra partai yang beberapa tahun ini mengalami depresi publik. Mereka para artis mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan ekslusif baik ditingkat eksekutif maupun legislatif. Tapi banyak juga artis yang mencalonkan diri untuk naik kepanggung politik dengan melihat celah yang ada dan bercermin pada para seniornya yang sukses dipanggung politik. Para super star tersebut seolah-olah tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada meskipun mereka merasa tidak cukup skill berjiwa kepemimpinan menjalankan amanat rakyat. Banyak kita ketahui melalui berbagai invotaiment dunia artis yang banyak terekam oleh kamera ialah dunia hura-hura, narkotika hingga perceraian dan perselingkuhan. Memang gosip tersebut tidak 100 % benar namun setidaknya itu sebagi tolak ukur rakyat dalam mencari figur pengemban amanat rakyat yang tidak hanya popularitas dan kantong tebal saja sebagai modal.
Dengan adanya kebebasan mengembangkan diri di Indonesia yang diatur oleh UUD pasal 27 ayat 1 dan 2 tentang warga negara siapapun warga negara indonesia tidak pandang bulu berhak menjadi seorang pemimpin asalkan kapabel dan mampu mengemban amanat rakyatnya. Dimana dalam islam setidaknya ada 4 sifat utama yang harus dimiliki oleh calon pemimpin yaitu sidiq, amanah, tabliq dan fatonah.
Nilai religius Pengkalenderan
Oleh : Mohammad Syaifuddin
Kita setidaknya mengetahui bahwa didunia ini banyak sekali macam penanggalan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor kebudayaan dan religius suatu kelompok sosial dengan adat istiadat dan agama berbeda. Sistem penanggalan tersebut yang sering kita kenal ialah kalender masehi, kalender syamsiyah (islam), kalender kejawen, tionghoa dan masih banyak lagi lainnya. Setiap pembuatan sistem pengkalenderan tersebut sangat erat kaitannya dengan ilmu al-jabar/hitung masyarakat pada waktu itu serta disesuaikan dengan kepercayaan masyarakat setempat. Seperti yang kita ketahui setiap pengkalenderan hari memiliki maksud dan tujuan tertentu hingga nilai religius dan mitos yang sangat kental mengiringi kehidupan manusia.
Tetapi pada umumnya fungsi dari pengkalenderan hari untuk lebih memudahkan, mengingatkan dan mengorganisir setiap aktifitas manusia. Ini terbukti dari banyak sekali aktifitas bersejarah umat manusia diantero jagad yang diabadikan dan dimuseumkan gemanya dalam penanggalan suatu kalender tertentu didunia menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing seperti religius keagamaan, peristiwa-peristiwa nasionalis perjuangan suatu bangsa hingga peristiwa-peristiwa internasional.
Bagi sebagian besar masyarakat Asia khususnya di Indonesia yang masih sangat kental dengan mistis, sistem penanggalan yang ada saat ini tidak hanya sekedar pengkalenderan hari namun lebih banyak bermakna serta memiliki aura dan manfaat religius tertentu. Mitos ini sudah berkembang beribu-ribu tahun yang lalu hingga zaman modernisasi sekarang ini. Mitos tersebut tumbuh terhadap suatu keyakinan dan kemantapan hati seseorang terhadap suatu fenomena yang terjadi. Banyak tanggal-tanggal cantik tertentu dalam suatu kalender yang menggemparkan dunia. Seperti dulu pernah ada isu tanggal 9 bulan 9 tahun 1999 kiamat akan tiba serta kemarin tanggal 8 bulan 8 tahun 2008 sebagian masyarakat mempercayai sebagai hari keberuntungan.
Kepercayaan ini tidak hanya merebak pada kaum-kaum tradisional saja namun sudah mengakar pada pikiran kaum intelektual terpelajar. Seperti banyak pernikahan yang diadakan pada tanggal itu, serta suatu parpol mendeklarasikan setiap no berakhiran 8 sebagai keberuntungannya. Bahkan di Beijing Cina tepat pukul 08.08 menit waktu setempat dan tanggal 8 bulan 8 tahun 2008 digunakan sebagai pembukaan ajang Olimpiade dunia yang rencananya diikuti oleh 204 negara didunia dengan 10.700 atlet dan official serta memperebutkan 28 cabang olah raga.
Dari berbagai peristiwa tersebut seolah-olah sebagian besar masyarakat menganggap pada hari-hari tertentu ada tanggal-tanggal keberuntungan dan kesialan. Tentunya opini tersebut berefek positif dan negatif pada perkembangan mental seseorang yang berakibat pada kinerja aktifitasnya. Mental, pikiran dan aktifitas individu akan semakin bersemangat jika melihat hari keberuntungannya sehingga berpengaruh pada kinerja aktifitasnya yang menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik. Hal ini akan berbalik arah manakal seseorang beranggapan hari ini adalah hari kesialan sehinggga menurunkan mental dan semangat beraktifitas yang pada akhirnya menurunkan kinerja kerjanya.
Memang mitos ini sulit kita cabut dari akar pinangnya karena sudah terlalu dalam menancap dalam kepercayaan seseorang. Dalam Islam sendiri dijelaskan setiap hari itu sama, tetapi memang ada beberapa penanggalan tertentu yang dianggap sacral, ini bukan berarti itu adalah tanggal khusus yang berbeda dari yang lainnya. Rosulallah sendiri mengajarkan setiap peristiwa yang terjadi atas kehendak Tuhan kita hanya wajib berusaha dan terus berusaha. Jika ada penanggalan khusus dalam Islam itu sebagai penghormatan terhadap suatu peristiwa sejarah dimasa lampau agar kita mengenang dan mengambil intisari peristiwa sejarah tersebut sehingga mampu mempengaruhi peningkatan aktifitas positif kita.
Bahkan dalam pengkalenderan kejawen, biasanya orang kuno pandai menghitung dan menggabungkan tanggal-tanggal tertentu sehingga menimbulkan suatu kesimpulan ramalan terhadap suatu peristiwa yang akan terjadi. Namun biarlah semua kepercayaan dan keyakinan tersebut berjalan sebagaimana mestinya selama masih mengandung nilai positif dan tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, karena semua itu adalah bagian dari keunikan dunia. Dunia akan menjadi indah dan hidup manakala ada aktifitas-aktifitas yang beragam bentuknya namun tetap saling mengisi satu sama lainnya.
JIWA NASIONALIS YANG MULAI PUDAR
Moment 17 Agustus merupakan sebuah moment yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia, dimana tepat pada hari Jum’at sekitar pukul 10.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari kaum penjajah serta menjadi sebuah negara yang berdaulat penuh. Peristiwa pembacaan teks proklamasi di kediaman Ir. Soekarno Jln.Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta oleh para tokoh proklamator Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan puncak dari perjuangan bangsa selama berabad-abad serta sebagi awal dari tantangan sebuah negara yang baru saja merdeka.
Kini sudah 63 tahun Indonesia menikmati buah kemerdekaannya, tapi perubahan apa yang sudah dapat dicapai bangsa ini. Selama berpuluh puluh tahun merdeka apakah bangsaini sudah mencapai kesejahteraan atau kondisinya tidak jauh lebih buruk dari pada masa penjajahan dahulu. Memang kalau dilihat dari segi material, bangsa ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan dibanding 63 tahun yang lalu entah itu dari segi perekonomian, politik dan kesejahteraan masyarakatnya. Ini terbukti dengan majunya pembanngunan diberbagai sektor industri, pendidikan, perumahan, perkantoran dan sarana publik lainnya. Akan tetapi bila dibandingkan dengan Malaysia yang baru 35 tahun merdeka sejak tanggal 16 September 1963 Hingga sekarang, perkembangan di Indonesia jauh tertinggal. Apakah gerangan yang menyebabkan semua ini? Tentunya jawaban dari pertanyaan ini sangat bermacam-macam. Namun salah satu diantaranya ialah merosotnya jiwa Nasionalisme pada setiap individu bangsa indonesia yang lebih mementingkan keinginan emosional pribadi, kelompok dan go;ongan semata tanpa memikirkan makna kemerdekaan bangsa ini. Yang lebih memalukan bangsa ini dimata Internasional ialah para petinggi pemerintahan dan pejabat institusi negara saling berlomba memperkaya diri dan berhura-hura diatas penderitaan rakyatnya. Tidak maen-maen yang melakukan pelanggran ini ialah para politikus dan kaum intelektual, terpelajar dibangsa ini. Akhir-akhir ini setelah orde baru roboh tahun 1998 silam dengan digantikan era reformasi demokratis sebagai gebrakan gerakan mahasiswa atas nama rakyat bercukullah para tikus-tikus rakyat dan kasus perselingkuhan pejabat negara yang menandai moral degenaration dan hilangnya jiwa nasionalis dalam diri mereka. Seseorang yang berjiwa nasionalis seharusnya seluruh jiwa dan raganya diperjuangkan untuk membela bangsa dan negara agar lebih maju dan berkembang.
Nah itulah sebagian penyebab hilangnya jiwa nasionalis dalam diri petinggi negara, sedangkan ditubuh rakyat biasa apakah jiwa nasionalis juga mulai pudar. Memang benar pudarnya jiwa nasionalis tidak hanya dikalangan pejabat namun juga terjadi pada jiwa rakyat jelata. Ini terbukti dengan berbagai sikap acuh tak acuh rakyat terhadap kondisi negara, banyak terjadinya kerusuhan dan pemberontakan terhadap negara serta sudah tidak bergemanya hari-hari nasional seperti 17 Agustus. Apakah ini karena kita sudah merasa keenakan dan kekenyangan menikmati kemerdekaan selama 63 tahun dari hasil jerih payah pengorbanan segenap jiwa raga para pahlawan terdahulu, sehingga kita merasa tidak perlu lagi berjuang. Atau karena sikap pemerintah yang selama era reformasi ini kurang mensosialisasikan nasionalisme, kurang disiplin dan tegas menanggapi isu kebangsaaan serta bertolak belakang dengan pemerintah selama orde lama dan orde baru.
OPINI
TINGKAT EMOSIONAL PESERTA OSPEK
Kegiatan OSPEK merupakan sebagian besar kewajiban yang harus dilalui oleh calon mahasiswa baru disuatu perguruan tinggi. Dimana OSPEK ialah sebagai tahap awal calon mahasiswa memasuki bangku perkuliahan untuk lebih mengenalkan calon mahasiswa kepada lingkungan kampus baik sarana prasarana, kegiatan-kegiatan dikampus, situasi dan kondisi di perguruan tinggi sera lebih memperkenalkan antar individu mahasiswa baru maupun dengan kakak seniornya dan para dosen beserta staf –staf perguruan tinggi. Sudah selayaknyalah kegiatan OSPEK memberikan wawasan baru dan cara pandang berbeda kepada calon mahasiswa baru agar tidak canggung dan takut kuliah di perguruan tinggi. Dimana lingkungan di perguruan tinggi agak berbeda dengan berbagai aktifitas selama di SLTA.
Bayangan OSPEK yang menakutkan
Maklumlah bila calon mahasiswa baru membayangkan bahwa kegiatan OSPEK merupakan sesuatu yang menakutkan dengan orang-orang asing yang tidak dikenalnya, OSPEK sebagai ajang hukuman atau pemploncoan dan OSPEK merupakan suatu paksaan dan tekaan batin yang tidak bisa dielakkan. Hal ini wajar terjadi sebagai bayangan pikiran calon mahasiswa baru yang belum mengenal lingkungan barunya sebagaimana saat pertama kali mereka masuk di sekolah baik SD, SLTP dan SLTA. Semua hayalan menakutkan ini tidak akan melekat dipikiran mereka jika sudah mengetahui dan mengenal lingkungan baru baik dengan memanfaatkan skill kita dalam melihat, memahami dan menganalisis fenomena dilingkungan tersebut dengan mencari informasi dari teman-temna atau senior yang mereka kenal sehingga mereka bisa memiliki sedikit bayangan tentang situasi dan kondisi lingkungan tersebut khususnya dalam kegiatan OSPEK.
Kejenuhan emosi peserta OSPEK
Bagi sebagian besar peserta OSPEK khususnya di STAIN Kudus selama beberapa tahun terakhir ini mengikuti kegiatan OSPEK selama beberapa hari berturut-turut merupakan sebuah aktifitas yang sangat menjenuhkan dan melelahkan tenaga serta fikiran. Kejenuhan ini timbul akibat kurang adanya kreatifitas perubahan aktifitas dan program kerja yang dari tahun ketahun bahkan dari hari kehari umumnya sama juga. Coba kita sedikit menengok kebelakang, selam OSPEK berlangsung sekitar pukul 06.00 pagi hingga selesai terlalu banyak waktu yang digunakan untuk aktifitas yang terlalu sering diulang dan memicu emosional peserta lainnya.
Perlu kita ketahui kebanyakan calon mahasiswa baru merupakan jiwa-jiwa muda yang potensial terhadap suatu perubahan baru serta masih labil emosionalnya. Pada umumnya kaula muda calon-calon intelektual lebih menyukai suatu kegiatan yang mengenang, santai, inofatif dan memicu adrenalin mereka serta berguna dan bermanfaat bagi kehidupannya mendatang.
Dalam setiap kegiatan yang berjalan kita mengharapkan agar berlangsung secara lancar dan bersemangat tanpa adanya ledakan emosional peserta yang menimbulkan kerusuhan dan suasana tidak nyaman bagi peserta lainnya. Emosi jiwa muda memang mudah sekali terpancing dan sulit dikendalikan, hal ini bisa saja terjadi sebagai luapan pikiran dan perasaan batin yang sudah tidak dapat lagi diredam sebagi akibat dari kejenuhan berfikir dan tekanan batin seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda